x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SeninCoaching: Mau Hebat? Ikuti Irama Langit

Para eksekutif dan leaders dengan pikiran terbuka dan rendah hati untuk terus membangun self mastery berpeluang sukses jangka panjang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Leadership Growth: Break Your Invisible Wall, Be A Real Leader

Mohamad Cholid

Practicing Certified Business and Executive Coach

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

“Faith is the belief that in God the impossible is possible, that in Him time and eternity are one, that both life and death are meaningful.” -- Peter F. Drucker

 

Dari dunia penerbangan kita dapat belajar sejumlah hal untuk pengembangan kepemimpinan. Selama ini kita sudah mengenal dengan baik tentang disiplin, standard operation procedure, ketelitian, check and re-check setiap langkah, preflight checking, compliance pada control tower, etc. Seorang teman dari dunia keuangan – yang sekarang CEO sebuah lembaga keuangan penting di Indonesia -- pernah mengatakan, jadi eksekutif bank kalau mengikuti aturan seperti pilot, dapat dipastikan selamat memimpin organisasi.

Di lingkungan profesi dengan tingkat disiplin dan kadar kepatuhan yang tinggi, serta proses kerja yang sangat terstruktur tersebut, ternyata tetap ada peluang melakukan terobosan yang mematahkan mitos-mitos atau keterbatasan pemikiran lama.

Salah satu yang sangat fenomenal dan dapat kita jadikan inspirasi adalah keberhasilan Pilot Chuck Yeager pada 14 Oktober 1947 menembus “invisible brick wall” batas kecepatan suara, menggunakan Bell Aviation X-1, pesawat yang dipacu mesin roket, pada ketinggian 13.700 meter.

Sebagai test pilot US Air Force, Chuck Yeager telah mematahkan asumsi-asumsi para ahli yang sebelum itu meyakini bahwa terbang melampaui Mach 1 dapat mengakibatkan pesawat tercabik dan pilot terhempas, bisa pula kehilangan suara.

Pada hari bersejarah tersebut, Chuck Yeager melesat dengan kecepatan 700 mil per jam (Mach 1.06). Tiga minggu kemudian ia terbang lagi dengan kecepatan Mach 1.35. Enam tahun sesudah itu, rekor tersebut dia tembus lagi, kecepatannya menjadi 1.612 mil per jam atau Mach 2.44 – ini sekaligus mematahkan rekor Scott Crossfield, yang pada 1953 menjadi pilot pertama terbang dengan kecepatan Mach 2.

Dalam riwayat hidupnya, Chuck Yeager antara lain bercerita, “Terbang dengan supersonic ternyata as smooth as baby’s bottom. Seorang nenek pun dapat duduk tenang di atas sana sambil minum limun. Saya termangu. Setelah semua kecemasan dan segala antisipasi sebelumnya, menembus batas kecepatan suara menghasilkan rasa masygul. Ternyata batasan-batasan itu tidak ada di langit, tapi di pengetahuan kita dan pengalaman terbang dengan supersonic.” 

Dari cerita yang antara lain ada di buku Stephen R. Covey Principle Centered Leadership (1990) dan sumber lain tersebut, kita dapat memetik ilham, bahwa disiplin dan tingkat compliance tinggi jika dikelola dan disikapi dengan cerdas dapat menghasilkan terobosoan-terobosoan profesional. Sepanjang sudah compliance dengan aturan standard, manual, dan etika profesi, selanjutnya kita ditantang untuk mampu menembus batasan-batasan semu di benak masing-masing yang dipengaruhi asumsi-asumsi lama.    

Perkembangan karir Chuck Yeager sendiri sepertinya mematahkan sejumlah pakem yang dibuat manusia. Ia lulusan SLTA yang berhasil menjadi brigadir jenderal di Angkatan Udara AS. Karirnya dimulai sebagai tamtama di United State Army Air Force saat Perang Dunia II. Setelah menjadi mekanik pesawat terbang, September 1942 ia mengikuti pelatihan pilot dan lulus sebagai perwira penerbang di USAAF, dengan pangkat setara sersan mayor, menerbangkan pesawat tempur P-51.

Selama karir terbangnya, Chuck Yeager sudah bertugas di pelbagai belahan dunia, antara lain menjadi komandan skuadron tempur ditempatkan di Jerman, memasuki wilayah Uni Soviet ketika Perang Dingin, dan komandan skuadron tempur di Asia Tenggara (Clark Air Base) saat Perang Vietnam. Berdasarkan prestasinya, pada 22 Juni 1969 Charles Elwood (Chuck) Yeager mendapatkan kenaikan pangkat jadi brigadir jenderal di USAF.  

Yeager menjadi komandan pertama di USAF Aerospace Research Pilot School, menghasilkan para astronot dan test pilots untuk Angkatan Udara AS. Mengingat pendidikan formalnya hanya SLTA, Yeager tidak bisa jadi astronot, namun terlatih mengoperasikan kendaraan dan perlengkapan NASA.

Usai masa dinas selama 33 tahun lebih, Chuck Yeager masih tetap terbang untuk USAF dan NASA sebagai konsultan test pilot di Edward Air Force Base. Pada 14 Oktober 2012, saat peringatan ke 65 keberhasilannya melesat melebihi kecepatan suara, Yeager, sudah 89 tahun, terbang naik McDonnell Douglas F-15 Eagle dengan pilot Kapten David Vincent.

Sepertinya Chuck Yeager ingin membuktikan, di lingkungan profesi dengan tingkat kedisiplinan dan compliance tinggi sekalipun, peluang untuk menembus batasan-batasan bikinan pikiran manusia tetap dapat dilakukan. Dengan kata lain, limiting beliefs sebagai batasan imajinatif yang banyak menghambat kemajuan manusia, selalu layak diuji ulang agar kita dapat mengatasi tantangan sekarang.

Ia juga menunjukkan, seorang profesional sejati dapat tetap mengabdi kepada kepentingan-kepentingan lebih besar, kendati sudah tidak dinas resmi atau memegang jabatan formal. Barangkali kalau di dunia persilatan Jawa, orang semacam Chuck Yeager layak dapat gelar Pendekar Sekar Langit.

Chuck Yeager berpikiran terbuka, mengikuti “irama dan kehendak langit”. Sepertinya dia sependapat dengan Thomas Dewar, yang mengatakan, “Minds are like parachutes, they only function when they are open.”

Ia memiliki ketrampilan teknis profesi sebagai mekanik dan penerbang pesawat tempur, namun terus mengembangkan kompetensi diri. Melalui sejumlah pelatihan ia membangun self mastery. Ketika sudah berpangkat kolonel, ia ikut pendidikan lagi setahun di Air War College sebelum diangkat jadi komandan USAF Aerospace Research Pilot School.

Tantangan para eksekutif, manajer, leaders sampai saat ini adalah memerdekakan diri dari batasan-batasan semu yang sebagiannya mereka ciptakan sendiri sesuai prestasi kerja di masa lalu. Banyak yang masih khilaf, ketika lanskap ekonomi, sosial, dan budaya sudah berubah, arus globalisasi makin deras, serta teknologi informasi sudah mengubah DNA dalam bisnis, asumsi-asumsi lama yang membuat para eksekutif merasa sukses dapat jadi “Achilles heel” atau liability mereka.

Para eksekutif dan leaders yang mau membangun energi agar mampu menembus limiting belief, batasan-batasan semu the invisible brick wall, yang sebagiannya terbentuk karena arogansi, disarankan belajar bersikap sebagaimana orang-orang seperti Chuck Yeager – sudah sukses jadi top gun, tetap belajar dan bersemangat mengabdi pada kepentingan-kepentingan lebih besar berjangka panjang. Ini golongan manusia yang mengikuti “irama dan kehendak langit”, the Infinity, bahasa umumnya Tuhan. Karena di langit tidak ada batas-batas semu.

Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching (MGSCC), dengan metode coaching yang terukur dan sudah proven membantu perubahan perilaku dan meningkatkan efektivitas kepemimpinan di ribuan organisasi di dunia, sangat mengutamakan pengembangan ahlak. Mengajak para leaders dan eksekutif bersedia rendah hati dan disiplin, mengikuti “irama dan kehendak langit.” Langkah demi langkah ditempuh secara terstruktur, membangun manfaat bagi banyak orang, para stakeholders

Langkah pertama untuk itu bagaimana? Saran dari para leadership guru dan praktisi pengembangan kepemimpinan adalah “jebol sekat-sekat yang ada dalam benak Anda.”

Dari pembelajaran mengikuti pelatihan (di dalam negeri dan di negara lain), mentoring dan menyelami sendiri selama lebih dari 10 tahun dunia kepemimpinan, saya mendapati kenyataan, banyak diantara kita, khususnya para eksekutif dan leaders di organisasi-organisasi bisnis dan non-bisnis, cenderung abai dan kemudian tenggelam dalam limiting belief.     

Sekat-sekat dalam benak sendiri atau limiting belief tersebut terbentuk selama bertahun-tahun, sebagiannya karena arogansi, merasa pernah sukses, merasa selalu sukses, dan yakin bakal sukses dengan jurus-jurus lamanya. Resources (waktu dan pikiran, mungkin juga uang) orang-orang golongan ini banyak terpakai memaksakan diri agar “menang di setiap tikungan”, sulit mendengarkan pendapat orang lain yang tidak sepaham, judgmental, stigmatized, stereotyping themselves, etc.  

Mereka sebenarnya orang-orang baik, bahkan sebagiannya berpikiran mulia mau ikut memberikan kontribusi membangun masyarakat. Mereka hanya sulit mengendalikan diri, sehingga antara kata-kata/cita-cita dengan perilaku sehari-harinya tidak sinkron, bahkan sering bertentangan.

Orang-orang yang masih belum terbuka untuk rendah hati dan bersedia mengikuti “irama dan kehendak langit” ini sesungguhnya telah menurunkan derajat dirinya. Maaf, arogansinya jangan-jangan sebagai upaya menutupi kerendahdirian? Masih ingat slogan “biar minder asal sombong”?

Setelah berhasil memerdekakan diri dari limiting belief, menerobos sekat-sekat di benak sendiri, tahap berikutnya membuat langkah-langkah terencana untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan Anda. Jika didampingi coach, seorang eksekutif atau leader akan ditantang melakukan hal-hal berbeda dari kebiasaan lama, demi menghasilkan positive impact bagi Anda sendiri, tim, dan stakeholders – termasuk keluarga.

Actions, langkah kongkret, yang dapat menghasilkan manfaat positif tersebut kemungkinan besar counterintuitive, karena belum terbiasa dan mesti dilakukan secara terstruktur, sehingga (awalnya) tidak nyaman.

Bagi sebagian eksekutif atau yang merasa dirinya leader, perubahan mindset dan perilaku agar menjadi lebih efektif kadang seperti memutar roda raksasa (fly wheel), awalnya perlu dorongan keras untuk menggerakkan roda berputar sedikit. Tambah lagi dorongan, bergerak lagi setapak, .. terus begitu, secara teratur, konsisten, dan tanpa henti, sehingga roda besar tersebut memutar lebih kencang dengan sendirinya -- disinilah momentum perubahan terjadi. Jika berhenti sebentar atau tidak disiplin melakukan proses tersebut, biasanya untuk memulai lagi diperlukan dorongan besar, seperti awal mulai.

Melakukan transformasi diri menjadi lebih hebat dan efektif itu merupakan pilihan. Memerdekakan diri dari kungkungan sekat-sekat limiting belief adalah keputusan Anda. Apakah Anda, sebagai eksekutif dan leaders, tidak mau memberikan contoh perubahan dan peningkatan efektivitas bagi tim Anda?

“The happiest ‘transformed’ executives I have met still making contribution to the world. They are finding meaning and contentment in what they do today – not just reflecting on what they did yesterday,” kata Marshall Goldsmith, leadership guru dan executive coach dengan klien antara lain Direktur Bank Dunia Dr. Jim Yong Kim dan Alan Mulally, mantan CEO Ford Motor Company yang sukses memulihkan perusahaan otomotif tersebut dari merugi US$ 12.7 milyar menjadi profitable.

 

Mohamad Cholid  adalah Head Coach di Next Stage Consulting

n  Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching

n  Certified Marshall Goldsmith Global Leader of the Future Assessment

Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528)

(www.nextstageconsulting.co.id)  

 

 

   

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler