x

Iklan

ari susanto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dana Haji dan Fungsi BPKH

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) merupakan wakil calon haji. Hal ini telah diatur dalam pasal 20 UU 34 Tahun 2014

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Presiden Joko Widodo melontarkan ke publik perihal pemanfaatan dana haji untuk keperluan investasi. Hal ini disampaikan Jokowi usai melantik Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Istana Negara (26/7). Beragam respon dari berbagai kalangan, perorangan, organisasi dan lain sebagainya menanggapi maksud hal tersebut. Dengan demikian untuk memahami kebolehan keuangan haji dimanfaatkan dan untuk mendapatkan informasi yang komplit, dalam artikel ini kita akan membahas soal uang, dana haji dan peran BPKH.

Fungsi Uang

Uang menurut pandangan Islam setidak ada dua hal pertama, sebagai alat transaksi dan kedua, sebagai berjaga-jaga. Uang sebagai alat transaksi sebagaimana kita gunakan untuk transaksi jual beli, sedangkan berjaga-jaga berhubungan dengan kebutuhan yang suatu saat dibutuhkan secara mendesak seperti biaya sekolah, biaya kesehatan, biaya pulang kampung dan lainnya. Beredaran uang di masyarakat harus terkontol dengan baik jika tidak akan menyumbang tingkat inflansi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bank Indonesia diberikan kewenangan untuk mengatur sistem moneter dan menjaga tingkat inflansi agar nilai uang berfungsi sebagaimana mestinya. Maka menjaga peredaran uang dimasyarakat sangat diperhatikan untuk mengontrol tingkat inflansi. Inflansi karena uang terjadi, ketika jumlah barang tetap namun jumlah uang beredar dua kali lipat yang menyebabkan harga melambung tinggi dalam kurun waktu tertentu.

Oleh karena itu, dalam aspek makro ekonomi masyarakat membutuhkan uang sebagai transaksi semata, jika kebutuhan untuk transaksi terpenuhi maka kemudian masyarakat akan melakukan tindakan menabung untuk aspek berjaga-jaga. Menabung sebagai agenda  untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan yang sifatnya mendesak dan tak terduga. Masyarakat sesungguhnya membutuhkan uang hanya untuk kegiatan transaksi saja. Melihat fungsi uang, terdapat sebuah prinsip bahwa uang itu tidak boleh diam (statis), dia harus bergerak terus menerus sebagai alat transaksi.

Kaitannya dengan dana haji, apakah kemudian uang dari calon haji (Calhaj) akan diam direkening tanpa dimanfaatkan untuk keperluan apapun, selain untuk keberangkatan calhaj menjelang bulan Dzulhijah saja. Jika demikian uang menjadi statis, tentu hal ini tidak memberikan manfaat, dan tentu ini memberikan mudharat (negatif) yang berpengaruh pada kondisi ekonomi indonesia. Dana haji yang diperkirakan mencapai nominal Rp 100 Triliun hanya mengendap (Wadi’ah) saangat tidak baik jika tidak digunakan.

Investasi Dana Haji

Undang-Undang (UU) nomor 34 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji mengamanatkan, dalam pasal 10 huruf c bahwa pengeluaran dana haji dapat meliputi investasi dana haji. BPKH sebagai lembaga yang menurut UU berperan sebagai pelaksana pengelolaan dana haji, dengan demikian memiliki kewenangan dalam menginvestasikan dana haji. BKPH menjadi wakil dari Calhaj.

Terkait tata kelola keuangan haji diatur pula dalam BAB V. Cacatan penting adalah lembaga Bank Syariah salah satu lembaga yang diberikan kewenangan untuk mengelolah dana haji. kemudian dana haji yang ada di Bank Syariah dibolehkan untuk diperuntukan investasi. Namun dengan memperhatikan prinsip syariah, dan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas.

Dengan demikian jelas bahwa dana calon jama’ah haji di kelola oleh Bank Syariah,  dan dimungkinkan Bank Syariah mentasyarufkan melalui investasi. Investasi dapat berbentuk sukuk. Sukuk adalah merupakan surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian kepemilikan aset Surat Berharga Syariah Negara  (SBSN). Hasil investasi dapat menerima Imbalan berupa ujrah (upah sewah), bagi hasil dan bentuk imbalan yang sesuai dengan prinsip syariah.

Jika memperhatikan BAB V dalam UU nomor 34 tahun 2014 maka dana haji dapat ditempatkan dalam berbagai portopolio berjangka. Pertama, diperuntukan untuk memenuhi dana (likuid) untuk dua kali haji sebagaimana amanat pasal 47, hal ini harus ditempatkan di Bank Syariah. Portopolio ini dapat kita maknai kebutuhan jangka pendek, serta imbal bagi hasil yang kecil.

Kedua, kemudian portopolio berupa sukuk dan surat berharga syariah lainnya. Jenis portopolio ini untuk jangka menengah, rentang penempatan dana bisa berkisar 5-10 Tahun. Karena penenempatan dana investasi dengan jangka yang menengah maka akan menghasilkan bagi hasil yang cukup tinggi dari hasil penempatan pertama. Ketiga, portopolio untuk emas dan sejenisnya, ini merupakan bentuk portopolio jangka panjang. Bagi hasil yang diberikan tinggi dibandingkan dengan penempatan yang pertama dan kedua.

investasi jangka menengah dan panjang harus tetap sebaiknya diperuntukan untuk infrastruktur yang mendukung fasilitas haji. pelayanan pemondokan, transportasi, kesehatan dan yang berhubungan dengan haji. hal ini sesuai dengan amanat UU bahwa dana di peruntukan untuk kepentingan umat.

Dengan demikian dana haji untuk investasi sah dan dibolehkan. Dengan manfaat pertama, hasil imbal hasil dapat digunakan untuk mensubsidi calon haji. Kedua, meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Ketiga, fasilitas berupa sarana dan prasarana calon haji semakin baik dan nyaman.

Fungsi dan Kewenangan BPKH

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) merupakan wakil calon haji. Dengan demikian BPKH dapat menjalankan peran dan fungsinya selayaknya sebagai wakil yang memanagemen keuangan haji. Hal ini telah diatur dalam pasal 20 UU 34 Tahun  2014. BPKH juga memiliki tugas sebagaima pasal 22 yaitu “BPKH bertugas mengelola keuangan Haji yang meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran dan pertanggungjawaban keuangan haji”. Sedangkan fungsinya tertuang dalam pasal 23 meliputi pertama, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan haji. Dengan demikian BPKH memiliki kewenangan sebagaimana pasal 24 yaitu “menempatkan dan menginvestasikan keuangan haji dengan prinsip syariah, hati-hati, keamanan dan nilai manfaat”.

BPKH mendapatkan amanat sebagai wakil calon haji maka dengan demikian BPKH memilik fungsi sebagaimana kedudukannya sebagai wakil. Maka dengan demikian BPKH dapan menjalankan fungsinya untuk mengelola keuangan haji. Fungsi ini juga di atur dalam UU sebagaimana telah disebutkan diatas.

Fungsi penerimaan ini menandakan bahwa dana setoran haji dari nasabah akan terhimpun dan dihimpun oleh BPKH. Perubahan fundamental ini yang sebelumnya dihimpun oleh kemenag dan sekarang beralih dihimpun oleh BPKH akan memudahkan pengelolaan dana haji.

BPKH memiliki fungsi pengembangan. BPKH memiliki kewenangan untuk mengalokasikan dan memproduktifkan keuangan haji. Walaupun sifatnya nirlaba, namun aspek memproduktifkan dan menempatkan dana dalam pengembangan infrastruktur tidak terlarang. Asalkan dengan prinsip syariah, memilikin manfaat bagi jamaah serta memiliki nilai manfaat sebagai imbal hasil.

Fungsi pengeluaran ini terbagi menjadi dua, pertama, pengeluaran oprasional BPKH yang harus terpisah rekening dan pelaporannya dari dana keangan haji. Yang kedua adalah pengeluaran nasabah untuk memberangkatkan jamaah haji ke Mekkah untuk menjalankan Ibadah haji. dengan bahasa sederhana, kebutuhan pengeluaran yang harus terpenuhi untuk jamaah haji.

Dengan demikian fungsi pelaporan dan pertanggungjawaban akan berjalan dengan baik. kita berharap kewenangan BPKH dalam mengelola keuangan haji pada akhirnya membawa manfaat besar bagi semua pihak yang terlibat, baik untuk BPKH, Calon Haji serta bagi pemerintah.

 

*Penulis adalah Mahasiswa Ekonomi Islam Pascasarjana FIAI UII

** Sumber Foto : Detik.com

Ikuti tulisan menarik ari susanto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler