x

Iklan

firdaus cahyadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pembantaian di Rohingya adalah Wajah Kita

Pembantaian terhadap etnis minoritas di Rohingya mengingatkan kita terhadap pembantaian ratusan ribu hingga jutaan manusia di Indonesia pada 1965.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemberitaan di media massa menyorot pembantaian terhadap etnis minoritas Rohingya di Myanmar. Etnis minoritas itu beragama Islam. Sebagai negara yang mayoritas umat muslim kita pantas bahkan harus mengutuk pembantaian itu.

Namun, pembantaian keji di Myanmar pada etnis minoritas itu sejatinya juga pernah terjadi di Indonesia. Tentu saja dengan korban yang berbeda. 

Pada tahun 1965, di negeri ini pernah terjadi pembantaian besar-besaran terhadap umat manusia yang juga warga negaranya sendiri. Pada tahun itu, pembantaian menimpa orang-orang yang dituduh terlibat dalam Partai Komunis Indonesia (PKI).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada tahun 1965, begitu gencar provokasi kebencian terhadap orang-orang yang dituduh PKI. Bahkan sebagaian provokasi kebencian itu didasarkan pada berita hoak alias palsu.

Bukan hanya pembantaian yang terjadi di tahun 1965. Ribuan orang juga dipenjara tanpa proses pengadilan. Semua dikaitkan dengan PKI. Baik pembantaian ataupun pemenjaraan ribuan hingga ratusan orang pada 1965 itu dilakukan tanpa proses pengadilan. Saat itu militer memegang kendali atas kehidupan sosial dan politik di Indonesia. Mungkin hal yang sama kini juga terjadi di Myanmar. Bedanya, tidak banyak yang mengutuk pembantaian di tahun 1965.

Hingga kini kasus pembantaian di 1965 masih misteri. Siapa yang bertanggungjawab atas pembantaian ratusan ribu hingga jutaan manusia di Indonesia pada 1965? Kenapa pembantaian dan pemenjaraan orang tanpa proses pengadilan itu harus dilakukan?

Pembantaian di Indonesia pada 1965 masih misteri. Bukan berarti tidak ada jawabannya. Tapi, bila ada orang atau kelompok masyarakat yang ingin membuka misteri itu langsung diberikan label sebagai pendukung PKI. Dan di Indonesia, jika orang sudah dilabel dengan PKI, seakan kekerasan menjadi benar dilakukan terhadapnya.

Kita tidak pernah tahu persis apa yang sebenarnya terjadi di balik pembantaian orang-orang yang dituduh PKI itu di tahun 1965. Hal yang kita tahu setelah pembantaian itu terjadi adalah Orde Baru berkuasa selama 32 tahun. Gerakan buruh, petani dan mahasiswa dibikin tiarap. Dan dimulailah babak penguasaan sumberdaya alam oleh korporasi-korporasi multinasional dan nasional yang dekat dengan kekuasaan.

Apakah hal yang sama juga terjadi setelah pembantaian etnis Rohingya di Myanmar?

Hasrul Hanif, Dosen JPP UGM, seperti ditulis di portal IslamBergerak, mencoba menggunakan pisau analisis ekonomi politik dalam melihat konflik Rohingya. Diungkapkan bahwa dibalik kekerasan atau genosida terhadap etnik Rohingya di Myanmar tak bisa dilepaskan oleh adanya kepentingan ekonomi dan kekuasaan di belakangnya, yakni minyak dan gas alam.

Miripkah ini dengan kondisi pembantaian massal di Indonesia pada tahun 1965?

Apapun jawabannya, pembantaian massal harus dikutuk dan dilawan. Baik, itu pembantaian massal di Rohingya akhir-akhir ini dan juga di Indonesia pada tahun 1965. Karena manusia bukan sekedar angka.

sumber gambar: https://nasional.sindonews.com/read/1235682/12/soal-rohingya-indonesia-harus-berani-ultimatum-myanmar-1504182741

Ikuti tulisan menarik firdaus cahyadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler