x

Ratusan pengungsi muslim Rohingya bekerja sama untuk membangun tempat penampungan darurat ddekat Cox Bazar, Bangladesh, 3 September 2017. AP

Iklan

Febrian Damian

Generasi Milenial, aktif menulis literasi media
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Data Sejarah dan Krisis Kemanusiaan Etnis Rohingya

Krisis kemanusiaan terjadi di Rohingya, Myanmar menuai kecaman. Kecaman pun datang baik dari dunia Internasional maupun Indonesia. Tindakan keji kemanusiaan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Krisis kemanusiaan yang ada di Rohingya, Myanmar menuai kecaman. Kecaman pun datang baik dari dunia Internasional maupun Indonesia. Tindakan keji kemanusiaan harus berakhir apapun alasannya.

Dan Kita mengapresiasi kecekatan pemerintahan Jokowi di bawah naungan Kementerian Luar Negeri, Retno Marsudi, mengklaim respons cepat yang dilakukan pemerintah Indonesia, termasuk rencana bertemu dengan otoritas Myanmar, telah diketahui berbagai negara yang turut prihatin atas situasi Rakhine State. Menurut dia, negara-negara tersebut pun mengapresiasi langkah Indonesia dan akan memberikan bantuan jika diperlukan, seperti diangsir tempo, Menlu: Indonesia Negara Pertama Beri Respon Tragedi rohingya.

Dan GP Ansor juga lantang menyuarakan bahwa, untuk tidak membawa masalah Rohingya daam masaah agama. Seperti yang dilangsir Tempo, Mengapa Harus Hati-hati Sikapi Kasus Rohingya, Catatan Ansor.. . Dimana menurut Yaqut, saat ini ada beberapa pihak yang berusaha "menggoreng" dan "memelintir" seolah-olah isu Rohingya semata-mata masalah agama. Di mana kaum muslim diperlakukan semena-mena oleh umat nonmuslim-- dalam hal ini (umat) Budha Myanmar. "Tak seperti itu sebenarnya, menurut kajian kami. Jadi Gerakan Pemuda Ansor ini sudah melakukan kajian yang serius atas apa yang terjadi di Rohingya," katanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dunia telah menunggu waktu yang lama untuk Suu Kyi  mengatasi masalah Rohingya. Dia telah diberikan Nobel Penghargaan Hak Asasi Manusia dan lanskap politik kompleks, dia harus menavigasi pemerintahan sipil untuk benar-benar kemenangan atas militer yang masih memiki kekuatan besar di Myanmar. Tetapi, ada kecurigaan  bahwa mungkin  tidak ada keberatan akan datang ketidakpedulian  Suu Kyi yang akhirnya menanggapi bencana serius bagi Hak Asasi Manusia (HAM) yang berlangsung di perbatasan negara Myanmar.

Suu Kyi mewarisi situasi yang sulit. Tapi mari kita ingat bahwa pemerintah terakhir (2011-6) berhasil dalam keadaan sama-sama sulit untuk melakukan berbagai kebijakan yang digerogoti polemik, bahkan dalam tahun pertama, merilis ratusan tahanan politik, merombak mata uang, menghentikan bendungan multi-miliar, mulai proses perdamaian baru, secara beberapa hukum termasuk Serikat buruh gratis, membebaskan media, membebaskan internet, dan mulai untuk novelnya dalam miliaran Dollar dalam investasi baru.

Rohingya adalah sasaran kekerasan 2012 yang membunuh ratusan orang dan mengusir sekitar 140.000 orang-didominasi Rohingya dari rumah mereka untuk kamp untuk dipindahkan secara internal, di mana sebagian besar tetap menetap di Rohingya

Pemerintah menolak untuk mengakui Rohingya sebagai sah asli etnis minoritas, untuk mendorong posisi mereka sebagian besar imigran ilegal dari tetangga Bangladesh, meskipun banyak menelusuri keluarga di Birma untuk generasi. Kebanyakan Rohingya bertahan apartheid-seperti kondisi mereka ditolak kewarganegaraan dan menghadapi pegawaan ketat terhadap gerakan mereka.

Pengungsi memiliki hak yang harus dihormati. Minoritas memiliki hak yang harus dihormati. Mencegah lebih lanjut pertumpahan darah di Myanmar. Sedangkan kicauaan dari berbagai kalangan seakan-akan  kekerasan ekstremisme Islam harus ditentang, Islamophobia atau Christianophobia.

Jangan gunakan kata musang 'Islamophobia' yang benar-benar tidak melakukan apa yang tertulis di kaleng; dan saya tidak berpikir "Christianophobia" akan menjadi masalah di sebagian besar negara Buddha - Apakah kita benar-benar perlu membuat lebih kata-kata 'fobia'? Mari kita meninggalkan ke psikiater.

Pengobatan populasi Rohingya telah muncul sebagai tantangan terbesar bagi pemimpin nasional Aung San Suu Kyi sebagai tokoh Hadiah Nobel Perdamaian. Sekelompok pemberontak Rohingya, Arakan Rohingya ARSA, mengambil tanggung jawab Kamis malam serangan terhadap lebih dari 25 lokasi, dalam pertahanan masyarakat Rohingya yang tindakan bruta oleh pemerintah.

Politik diskriminasi sudah diakukan oleh pemerintah Myanmar sudah berabat abat berlangsung sebelumnya. Data yang saya dapat dari sumber PBB, pada tahun 1785 yang sebelumnya Myanmar adalah Kerajaan Burma mencatat bahwa konflik sudah berlangsung yang biasa di sebut Arakan, Rokan atau Rohingya sekarang dipindah ke wilayah Bangladesh. Saat itu batasan wilayah antara kerajaan Burma sekarang Myanmar belum kelihatan batasan batasan negara tetapi konflik sudah berlangsung untuk hal-hal yang agak absurd.

Perjalanan waktu terus berjalan sejak tahun 1826 Inggris mengusai Myanmar awal Perang Dunia I konflik antar etnis masih terus beranjut dan pada tahun 1939 kekuasaan Jepang berlanjut yang merupakan titik akhir perang Dunia II. Konflik antar Suku yakni suku Rackhine dan Rohingya berlanjut sejak kekuasaan Inggris maupun Jepang di wilayah itu dan pada titik itu, Bangladesh tidak menerima suku Rohingya yang merupakan naungan kerajaan Burma.

Konflik ini terus berlanjut, pada tahun 1948 kerajaan Burma merdeka menjadi Myanmar dan pada tahun 1978, pihak militer yang di pimpin oleh seorang Jendral mengkudeta pemerintahan Myanmar yang dikenal dengan Operasi Raja Naga di Myanmar, saat itu dengan dalil untuk memerangi kelompok militan yang ingin memerdekakan diri di wiayah Rackhine atau dikenal sebagai Arakan. Dan tahun itu, pengungsi semakin besar dari wilayah Arakan menuju wilayah Bengal yang masuk daerah teritorial Bangladesh. Dan pada saat itu, Bangadesh sempat melakukan protes kepada Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) dengan banyaknya pengungsi Arakan yang masuk di Bangadesh saat itu, dimediasi oleh PBB, sehingga tahun 1990 pengungsi dengan kisaran 200 ribu akhirnya kembali ke Myanmar.

Dan pada tahun 1990 diskriminasi etnis masih saja berlangsung dilakukan pemerintah Myanmar. Mungkin kita berpikir bahwa pemerintah Myanmar melakukan diskriminasi suku Rohingnya saja melainkan sejumlah suku minoritas lainya seperti Kokang dan suku Pantai.

Pada tahun 2001 merupakan puncak dari konflik suku ini bergejolak lebih tragis, dimana ada suku Rachine dan Rohingnya yang dipicu adanya tindakan kekerasan seksual dan pembunuhan dari kedua suku ini. Akhirnya pada tahun 2016 Pemerintah Myanmar mengambil keputusan yang cukup rasial dengan mencabut kewarganegaraan suku Rohingya.

Dengan berujung pada tahun 2017 ini, Pemerintah Myanmar melakukan tindakan lebih senonoh dan tidak manusiawi. Dimana pada tanggga 25 Agustus 2017 yang dikenal sebagai sebagai peristiwa “Black Friday” (Arsa vs Militer Myanmar) yang diklaim pihak militer Myanmar sebagai balasan serangan sejumah pos-pos Polisi oleh pihak Arsa, kemudian pihak militer meakukan serangan baik.

Data mencatat bahwa Suku Muslim Rohingnya/ Rackhine di Arakan telah menetap di Myanmar sejak tahun 1430 dan diklaim Myanmar bukan merupakan suku asli Myanmar. Dan Perserikat Bangsa-Bangsa mencatat populasi suku Rohinya sejak tahun 1990 berjumlah 5 juta orang dan pada tahun 2013 tercatat 1,3 juta orang. Jumlah pengungsi Rohingya pun menyebar di berbagi negara, di mana PBB merilis sejumah 500 ribu orang mengungsi di Bangladesh, 400 ribu orang di Arab Saudi, 200 ribu orang di Pakistan, 100 ribu orang di Thaiand dan 12 ribu orang di Indonesia.

Sekarang, mata dunia sudah terbuka terhadap kejahatan kemanusiaan pemerintah Myanmar yang mendapat kecaman dunia internasional. Kecaman pun datang dari Juru bicara Kementeriaan Luar Negeri Amerika Serikat, Heather Nauert, “Myanmar boleh mencari miitan peaku serangan, namun harus menghargai hukum dan melindungi HAM”. Kecaman pun datang dari Presiden Turki, Erdogan, “Serangan militer terhadap warga sipil tidak bisa diterima, itu genosida”. Kecaman pun datang dari Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), “Ini bukti adanya penghancuran sistematis terorganisir, terhadap banyak desa, kelompok di balik kedok Polisi Tentara”. Kicauaan juga datang dari  Komisi Khusus Rohingya dari PBB, Kofi Annan, “Tidaka ada alasan membenarkan kebrutalan dan pembunuhan sadis Pemerintahan Myanmar harus menahan diri dan memastikan tidak ada warga sipi yang tidak berdosa dilukai”.

Ikuti tulisan menarik Febrian Damian lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler