x

Iklan

Yugha Erlangga

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menjelajah Waktu, Menghentikan Bencana

Menjelajah waktu tampaknya menjadi obsesi manusia berikutnya setelah mampu terbang ke angkasa. Namun, mampukan menjelajah waktu menghentikan bencana?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menjelajah waktu tampaknya menjadi obsesi manusia berikutnya setelah mampu terbang ke angkasa. Ketika terbang masih sebatas obsesi, maka kita pun mengenal seniman Leonardo da Vinci dengan rancangan mesin terbangnya hingga penulis fiksi sains Jules Verne. Lalu, ketika obsesi menjelajah waktu mendera manusia, maka ketenaran itu berpindah tangan kepada sutradara Robert Zemeckis dengan karyanya film Back to The Future dan  produser Greg Berlanti yang mengangkat kisah Legends of Tomorrow, kumpulan pahlawan super penjelajah waktu, ke layar televisi.

Menyetop Bencana

Andai pada 20 April 1889, Klara Polzl tidak melahirkan bayinya, bisa jadi tak akan ada Perang Dunia II yang penuh nestapa itu. Atau, jika ditarik lebih jauh, Klara Polzl menolak ajakan Alois untuk dijadikan istri ketiganya. Maka, bisa dipastikan, tidak ada bayi yang lahir pada 1889 itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Banyak yang berandai-andai bahwa salah satu cara mencegah meletusnya perang terparah dalam sejarah umat manusia itu adalah dengan mencegah lahirnya bayi dari rahim Klara Polzl. Bayi yang kelak dikenal dengan nama Adolf Hitler itu akhirnya menjadi penentu dalam sejarah manusia hingga hari ini. Hitler dan NAZI kemudian, seperi yang kita tahu, memaklumatkan perang di daratan Eropa hingga ke Inggris.

Atau, kita juga bisa mencegah Perang Dunia pertama yang meletus pada 1914. Perang ini dipicu oleh kematian Archduke Franz Ferdinand dan istrinya dari Austria oleh orang Serbia bernama Gavrillo Princip. Peristiwa ini kemudian memberikan efek domino pada keputusan politik negarawan dan jenderal antarnegara yang memang sudah memanas sebelumnya. Andai, Gavrillo Princip gagal memuntahkan peluru ke Franz Ferdinand, bisa jadi perang dunia pertama tertunda atau tidak ada sama sekali. Semudah itu. Sekarang bagaimana caranya? Jelajahi waktu, kembali ke masa lalu.

Tapi bagaimana menjelajah masa lalu? Bagi ilmuwan eksenterik Emmet Brown, mengubah masa lalu adalah keniscayaan. Ia punya Delorian, mobil yang disulap menjadi mesin waktu. Tapi, Doc, panggilan kerennya, tak bicara tentang sejarah besar. Ia lebih peduli pada kehidupan Marty McFly sebagai bagian dari ekperimen jelajah waktunya. Apa yang kemudian terjadi? Kehidupan Marty membentuk garis waktu baru sekaligus mengubah nasibnya. Marty, berkat Delorian, bukan lagi berasal dari keluarga pecundang dengan segudang masalah. Kehidupan Marty berubah sejak menjelajah masa lalu. Kini, keluarga McFly dikenal sebagai teladan di kota kecil Hill Valley. Ayahnya, George McFly menjadi penulis ternama sejak peristiwa perubahan alur waktu. George bukan pegawai rendahan lagi. Begitulah kisah dalam film Back to The Future-nya Robert Zemeckis pada akhir 80-an.  

Sama halnya dengan para jagoan super berjuluk The Legends yang bisa melompati waktu hingga menciptakan sejarah baru. Awalnya, kumpulan jagoan super itu memiliki tugas mencegah penjahat abadi bernama Vandall Savage. Menggunakan pesawat jelajah waktu yang dikendalikan oleh artificial intelligence bernama Gideon, The Legends bisa dengn mudah Tapi petualangan itu tak semulus rencana awal. Terlibatnya para jagoan super yang direkrut oleh penjaga waktu bernama Rip Hunter justru mengakibatkan alur waktu porak-peranda. Bisa dibayangkan bagaimana bom atom tidak meledak di Hiroshima dan Nagasaki pada 1945, melainkan di New York pada 1942.

Menjelajah waktu, meski sebatas fiksi, menunjukkan risiko yang tinggi. Perubahan alur waktu tampaknya mampu memberikan efek yang besar pada kehidupan dunia. Kehidupan individu yang berubah ibarat permainan domino yang bisa berdampak kepada peristiwa-peristiwa lainnya. Tidak percaya? Sebuah konsep jelajah waktu yang kemudian dikenal dengan Flashpoint bisa melukiskan betapa njlimetnya alur waktu itu.

Efek Flashpoint

Obsesi mengubah masa lalu tampaknya masih menjadi bagian penting dalam banyak cerita fiksi. Salah satu yang tidak bisa dilupakan adalah sebuah novel grafis terbitan DC Comics yang sangat penting pada 2011 lalu: Flashpoint. Karya kolaborasi antara penulis Geoff Johns dan Andy Kubert ini berpusat pada sosok Barry Allen atau The Flash, superhero yang mampu bergerak cepat. Trauma kematian sang ibu di masa lalu si tokoh superhero ini mendorongnya untuk melalukan sesuatu yang gila. Ia mengerahkan energinya untuk menghasilkan kecepatan yang bisa mengubah masa lalu: mencegah kematian sang ibu.

Apa hasilnya? Barry berhasil mencegah kematian Sang Ibu. Nora Allen, ibunya, hidup hingga usia tua. Namun, semuanya harus dibayar mahal. Alur waktu berubah sama sekali, bahkan lebih parah dibandingkan kehidupan sebelum Flashpoint. Bisa dibayangkan pada “kehidupan barunya” Barry bukan lagi superhero. Ia kehilangan sama sekali kekuatannya.

Dunia semakin buruk ketika Barry mengetahui mereka dilanda perang besar yang melibatkan tiga pihak sekaligus: pasukan Atlantisnya Aquaman, pasukan Amazon Wonder Woman, dan pasukan manusia biasa. Tak ada lagi Bruce Wayne sebagai Batman. Peran Batman justru digantikan oleh Ayahnya, Thomas Wayne. Bruce sendiri terbunuh di Crime Alley –Thomas dan Martha Wayne justru selamat dari perampokan itu. Tak ada lagi Superman yang hebat setelah Flashpoint. Makhluk Krypton itu justru hidup nestapa di bunker rahasia milik pemerintah Amerika Serikat. Keberadaannya ditutupi.    

Bencana yang datang silih berganti seperti godaan bagi kita untuk bertanya, mampukah kita mencegahnya sebelum petistiwa itu terjadi? Pada titik mana, bencana itu dicegah? Jika sebuah negara hancur lebur karena perilaku tiran, cukupkah bencana itu dicegah dengan meniadakan kelahirannya di masa lalu? Atau bahasa kerennya, menghapus eksistensinya dari alur waktu. Dari Flashpoint, penjelajahan waktu bisa memberikan dampak yang sangat mengerikan. Kita bisa mencegah sebuah bencana, hanya untuk menyambut bencana yang lainnya.

Kisah penjelajahan waktu yang fiksi pun menjelaskan sesuatu yang penting: sepandai-pandainya alur waktu diubah, realitas sejati tetaplah lebih baik. Menjelajah waktu bukanlah penemuan bijak jika pun bisa diwujudkan. ***

Ikuti tulisan menarik Yugha Erlangga lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler