x

Iklan

firdaus cahyadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Setelah Cak Munir Dibunuh

Setelah Marsinah, Udin dan Cak Munir, akankah teror kekerasan terhadap para pemberani di negeri ini akan terus berlanjut?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

November 1995. Udara di Surabaya begitu panas. Namun, tak menghalangi saya untuk mendatangi diskusi bertema kepahlawanan di Kantin ITS Surabaya. Diskusi itu diselenggarakan oleh beberapa aktivis mahasiswa ITS. Salah satu pembicara diskusi itu adalah aktivis LBH Surabaya Cak Munir.

Hari itu adalah pertama kalinya saya melihat sosok Cak Munir secara langsung. Biasanya saya hanya membaca berita tentang Cak Munir dan juga tulisan-tulisannya di berbagai media massa.

Rambutnya pirang. Tubuhnya ceking. Di pinggangnya terdapat pager, alat komunikasi yang lagi ngetrend waktu itu. Handphone masih menjadi barang mewah waktu itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berani. Itulah satu kata yang menggambarkan sosok Cak Munir ketika menjadi narasumber dalam diskusi itu. Bagaimana tidak, di saat rejim militeristik Orde Baru berkuasa saat itu, ia menggugat sosok kepahlawanan yang selalu dikaitkan dengan militer. Dari situ kemudian Cak Munir menelisik agenda politik militer di balik kampanye rejim Orde Baru yang selalu menghubungkan pahlawan dengan militer.

Cak Munir terus membongkar praktik-praktik kekerasaan yang dilakukan oleh militer Orde Baru pada diskusi itu. Praktik-praktik kekerasaan militer Orde Baru yang diungkapkan Cak Munir tentu menjadi informasi baru bagi saya. Maklum selama di SMA, saya selalu didoktrin bahwa militer Orde Baru itu itu sosok yang patriot membela bangsa dan negara. Tak pernah diungkapkan bagaimana kekerasan-kekerasaan yang dilakukan militer Orde Baru terhadap rakyat.

Waktu berlalu. Soeharto sudah jatuh, meskipun orang-orang dan juga model pembangunan Orde Baru masih kuat bercokol. Hingga sebuah berita di salah satu radio di Jakarta mengabarkan bahwa aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Cak Munir tewas dibunuh saat melakukan perjalanan di Belanda. 

Sebagai orang awam, sulit rasanya untuk tidak menghubungkan kematian Cak Munir dengan keberaniannya melakukan kritik terhadap berbagai tindak kekerasan di negeri ini. Keyakinan itu semakin kuat, karena hingga kini aktor intelektual dari pembunuh Cak Munir belum ditemukan.

Pesan dari para pembunuh Cak Munir cukup jelas dan tegas. Pesannya adalah jangan coba-coba menjadi orang yang cerdas dan berani mengungkap kebusukan para elite kekuasaan di negeri ini. Nasibnya akan tragis seperti nasib Cak Munir.

Sebenarnya bukan kali ini pesan yang sama dikirimkan di balik aksi pembunuhan para pemberani di negeri ini. Sebelumnya, Marsinah, seorang buruh perempuan juga tewas dibunuh. Ia merupakan buruh yang berani menggugat eksploitasi kaum pemilik modal terhadap kaum buruh di Sidoarjo. Keberaniannya dikuatirkan akan menjadi inspirasi bagi kaum buruh di seluruh Indonesia untuk menggugat hal yang sama. Hingga kini pembunuh Marsinah masih misteri. 

Udin, seorang wartawan yang berani menulis di media massa untuk membongkar berbagai skandal dugaan korupsi juga tewas dibunuh. Seperti dalam kasus pembunuhan Marsinah. Pembunuh wartawan Udin pun kini masih misteri.

Setelah Marsinah, Udin dan Cak Munir, akankah teror kekerasan terhadap para pemberani di negeri ini akan terus berlanjut?

Jawabnya masih. Teror kekerasan yang terjadi terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan adalah bagian dari teror terhadap anak-anak bangsa yang cerdas dan berani menggugat ketidakadilan. Selama ini Novel, begitu ia akrab dipanggil, dikenal sebagai penyidik yang cerdas dan berani menyeret para elite yang diduga melakukan tindakan korupsi.

Akankah teror terhadap anak bangsa yang cerdas dan berani akan terus berlanjut? Tidak ada jaminan bila teror itu tidak terus berlanjut. Indikasinya jelas, hingga kini pelaku pembunuhan terhadap buruh Marsinah, wartawan Udin, Cak Munir dan pelaku teror terhadap Novel masih belum diungkap. Para pembunuh dan pelaku teror itu masih berkeliaran. Dan bukan tidak mungkin kedepan akan memakan korban berikutnya.

Haruskah kita takut? Tidak. Ingat pesan Cak Munir, "Kita harus lebih takut kepada rasa takut itu sendiri, karena rasa takut akan menghilangkan kecerdasan dan akal sehat kita."

Akhirnya selamat jalan Mbak Marsinah, Mas Udin dan Cak Munir. Suara kalian akan lebih keras dari alam kubur sana. Di sini keberanian kalian akan terus terpelihara dan berlipat ganda.

Ikuti tulisan menarik firdaus cahyadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB