x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jasmani Bisa Dipenjara, Pikiran Tidak

Satus tahanan rumah tidak menghalangi al-Hasan ibn al-Haytham untuk melahirkan karya terbaik di bidang optik yang kini diakui dunia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Suatu ketika, menurut kabar yang beredar berabad-abad kemudian, al-Hasan ibn al-Haytham pernah berujar: “Apabila aku diberi kesempatan, aku akan memberi jalan keluar untuk mengatasi banjir Sungai Nil.” Perkataan ini sampai ke telinga al-Hakim, Khalifah Fatimiyyah di Mesir, yang dikenal sebagai patron para ilmuwan dengan minat khusus pada astronomi. Al-Hakim sedang memikirkan cara terbaik untuk mengatasi banjir yang kerap terjadi karena luapan Sungai Nil.

Syahdan, Khalifah mengundang al-Hasan ibn al-Haytham untuk datang ke Kairo. Percaya diri akan kemampuannya, al-Hasan ibn al-Haytham mengajukan proposal proyek hidrolik untuk memperbaiki pengaturan aliran Sungai Nil. Ia bertekad akan membendung Sungai Nil dan membuat semacam bendungan—di tempat yang sama kelak kemudian dibangun Bendungan Aswan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun ketika al-Hasan ibn al-Haytham melihat besarnya tantangan dan jejak-jejak Mesir kuno di tepi sungai, ia mempertimbangkan kembali pemikirannya. Jika proyek besar semacam itu bisa dilakukan, menurut ibn al-Haytham, mestinya pembangunan dam sudah dilakukan di masa lalu. Tidak ada pilihan lain bagi ibn al-Haytham kecuali kembali ke Istana dan memberi tahu Khalifah bahwa solusi yang ia tawarkan tidak mungkin dapat diwujudkan.

Mengetahui bahwa Khalifah tidak senang mengetahui kegagalan ibn al-Haytham dan bahwa hidupnya dalam bahaya jika mengecewakan Khalifah, ibn al-Haytham konon berpura-pura gila untuk menghindari murka Khalifah—cerita yang belum terverifikasi kebenarannya. Meski hatinya gusar, Khalifah tidak mengeksekusi atau mengusir ibn al-Haytham dari Kairo, tapi ia memutuskan untuk menempatkan ibn al-Haytham dalam penjagaan perlindungan permanen dengan alasan untuk menjamin keselamtaannya. Al-Hasan ibn al-Haytham ditematkan di dalam sebuah rumah, jauh dari diskursus dan perdebatan yang biasa ia ikuti. Maknanya, ia dikenai tahanan rumah.

Namun, seperti dalam banyak peristiwa yang dialami manusia, kerap ada kehidupan pada saat yang paling suram sekalipun. Ibn al-Haytham mungkin telah membuat penemuan yang mempesona yang paling diingatnya. Kisah yang beredar menyebutkan, suatu hari al-Hasan ibn al-Haytham melihat cahaya bersinar melalui lubang jarum kecil ke dalam kamarnya yang gelap dan memproyeksikan citra dunia di luar ke dinding seberang. Ibnu al-Haytham menyadari bahwa ia melihat gambar benda-benda di luar yang diterangi oleh Matahari. Ia lalu melakukan eksperimen. Dari percobaan berulang kali, ia menyimpulkan bahwa sinar cahaya bergerak dalam garis lurus, dan penglihatan itu terjadi saat sinar-sinar ini masuk ke mata kita. Kesimpulan ini membantah pandangan orang-orang Yunani bahwa mata memancarkan cahaya dan karena itu dapat melihat benda-benda.

Al-Hasan ibn al-Haytham mengonfirmasi penemuannya dengan melakukan eksperimen kamar gelap yang disebut al-bait al-muzlim, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sebagai camera obscura, yang sederhananya bermakna ‘kamar gelap’—istilah yang dipakai hingga sekarang. Setelah melakukan beberapa eksperimen tambahan dengan memakai sejumlah perangkat lensa dan cermin yang ia buat sendiri, ibn al-Haytham meletakkan dasar-dasar bagi ide barunya mengenai cahaya dan penglihatan (vision) dalam bukunya, Kitab al-Manazir (Book of Optics).

Kitab al-Manazir, yang terdiri atas tujuh jilid, dipikirkan dan mulai ditulis oleh ibn al-Haytham dalam status tahanan rumah. Setelah Khalifah al-Hakim meninggal pada 1021, ibn al-Haytham dibebaskan dan menyelesaikan karya terbaiknya itu enam tahun kemudian. Buku penting ini bukan hanya mencatat temuan-temuan ibn al-Haytham, tetapi sekaligus dokumentasi mengenai metode eksperimen ilmiah yang belum pernah dilakukan orang lain—bahwa hipotesis harus dibuktikan dengan eksperimen yang didasarkan atas prosedur-prosedur yang dapat dikonfirmasi, diulang, maupun dibuktikan secara matematis. Baik temuan-temuannya di bidang optik, maupun kenyataan bahwa ia melakukan validasi melalui eksperimen, memengaruhi para ilmuwan sesudahnya selama berabad-abad.

Sepeninggal ibn al-Haytham, pada 1040 Masehi, Eropa Barat mulai menggeliat dari tidur panjangnya. Pada awal abad ke-12, Toledo—yang terletak di Spanyol—merupakan fokus dari upaya besar-besaran menerjemahkan buku-buku berbahasa Arab ke dalam bahasa Latin. Sarjana-sarjana Kristen, Yahudi, maupun Muslim memenuhi kota ini dan saling bekerja sama untuk menerjemahkan pengetahuan ke dalam bahasa Latin dan kemudian ke dalam bahasa-bahasa Eropa lainnya. Karya ibn al-Haytham, Kitab al-Manazir, maupun karyanya yang lain turut diterjemahkan. Langkah ini membuka jalan bagi ilmuwan Eropa seperti Roger Bacon, Johannes Kepler, dan bahkan Leonardo da Vinci untuk membaca karya ibn al-Haytham.

Sayangnya, bila kita telusuri buku-buku pelajaran fisika di tingkat sekolah menengah maupun atas dan buku kuliah yang digunakan di perguruan tinggi, Anda tidak akan menemukan nama Abu ‘Ali al-Hasan ibn al-Haytham. Dari halaman pertama hingga indeks buku, nama ibn al-Haytham tidak tercantum di dalamnya. Bahkan, di catatan kaki sekalipun. Namun dunia akhirnya mengakui kontribusi penting ibn al-Haytham dalam perayaan Tahun Cahaya pada 2015. (Ilustrasi: Buku ibn al-Haytham untuk anak-anak, diterbitkan oleh National Geographic dan 1001inventions) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler