x

Iklan

firdaus cahyadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Perjalanan Mengejar Event Ngopi di Kebun

Pemandangan indah menuju kebun kopi Malabar seakan menghapus segala ironi selama perjalanan dari Bogor hingga Bandung sebelumnya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hari masih gelap. Jarum jam baru menunjukan pukul  3 pagi. Meskipun masih gelap saya nekad untuk membelah kegelapan malam di Kota Bogor dengan sepeda motor. Laju sepeda motor pun berhenti di tempat parkir di sekitar stasiun kereta.

Hari itu saya sengaja mengejar kereta yang paling pagi dari Bogor menuju Jakarta. Tujuannya agar bisa sampai ke kantor TEMPO tepat pukul 5.30 pagi. Pagi itu saya mengikuti event Ngopi di Kebun. Kali ini rombongan ngopi di kebun akan menuju kebun kopi di pegunungan Malabar, Bandung, Jawa Barat.

Sesampainya di stasiun kereta Bogor, masih pukul 03.30 wib. Stasiun masih sepi. Selain masih pagi juga karena hari itu adalah hari Sabtu.Tak banyak orang bekerja di hari Sabtu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Beberapa orang tunawisma masih nampak tidur lelap di emperan jalan menuju stasiun Bogor. Tak jauh dari para tunawisma yang tidur di emperan stasiun tadi nampak sebuah banner tagak (standing banner) iklan Meikarta, sebuah produk property bagi kelas menengah.

Tak jauh dari tunawisma yang sedang lelap itu pula para penjual koran menawarkan dagangannya. Di dalam lembar-lembar koran itu pula, hampir dapat dipastikan, terdapat iklan besar produk property Meikarta. Tak jarang iklan Meikarta lebih dari satu halaman penuh. Tunawisma di stasiun Bogor dan iklan property Meikarta, itu ironi pertama yang saya temui di hari itu.

Tepat pukul 04.00 wib, kereta pertama menuju Jakarta berangkat. Beberapa stasiun sudah dilewati. Hati masih dag dig dug bila nanti telat sesampainya di Jakarta. Bila telat, maka sudah barang tentu akan terlewat kesempatan langka ngopi di kebun.

Akhirnya kereta sampai juga di stasiun Cawang, tepat pukul 05.00 wib. Saya pun segera memesan ojek online untuk menuju kantor TEMPO di Palmerah. Driver ojek online meskipun nampak tua, sanggup memacu sepeda motornya dengan kencang. Tak sampai 15 menit, saya sampai di kantor TEMPO.

Di depan kantor TEMPO nampak beberapa orang peserta ngopi di kebun menunggu. Kami pun saling berkenalan, sambil menyantap snack yang disediakan panita.

Tepat pukul 06.00 pagi rombongan kami berangkat menuju pegunungan Malabar. Kali ini kegiatan ngopi di kebun bertempat di perkebunan Malabar Mountain. Rombongan kami pun melaju membelah pagi menuju Bandung.

Meskipun hari masih pagi, tanda-tanda kemacetan lalu lintas pun sudah mulai nampak. Terutama saat keluar tol dalam kota. Mobil-mobil pribadi nampak mengular di sepanjang tol Cikampek. Kemacetan di jalan tol Cikampek ini sudah menjadi semacam legenda.

Tak heran, kemudian ada rencana untuk membangun jalan tol layang Jakarta-Cikampek. Meskipun beberapa penelitian di dalam dan luar negeri justru menunjukan pembangunan jalan raya baru justru akan menambah kemacetan lalu lintas, karena hanya akan merangsang orang untuk lebih menggunakan mobil pribadi daripada transportasi massal.

Benarkah pembangunan jalan layang tol Cikampek akan mengurai kemacetan lalu lintas? Entahlah, yang jelas, Lippo Group menyebut seluruh proyek infrastruktur, baik eksisting maupun masih dalam pekerjaan, sebagai nilai tambah sekaligus nilai jual yang mendongkrak potensi investasi Meikarta. Inilah ironi kedua yang saya temui dalam perjalanan menuju ngopi di kebun hari itu.

Lelah di jalan dengan berbagai kemacetan lalu lintas yang terjadi di luar akal sehat. Akhirnya, lelah itu pun terbayar saat sampai di kantor PT Sinar Mayang Lestari. Kami pun disambut dengan ramah oleh jajaran staf kantor perusahaan Malabar Mountain.

Tak lama setelah itu, kami diajak menuju kebun kopi. Sederetan hamparan hijau kebun teh terhampar memanjakan mata di sepanjang jalan menuju perkebunan kopi. Pemandangan indah menuju kebun kopi Malabar seakan menghapus segala ironi selama perjalanan dari Bogor hingga Bandung sebelumnya.

Hari itu, kami bukan hanya ngopi. Tapi juga mendaki kebun kopi untuk merasakan bagaimana para pekerja memetik biji kopi. Dan malamnya kami berdiskusi tentang kopi malabar sambil berkemah di pinggir danau. Hmm...sebuah kegiatan yang sayang jika dilewatkan begitu saja.

 

 

 

Ikuti tulisan menarik firdaus cahyadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu