x

Iklan

Nia S Amira

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Protes Damai yang Berujung Kemarahan Orang-orang Armenia

Perlawanan atas pendudukan distrik Qubadli menewaskan 238 orang Azerbaijan. Selang lima tahun, 146 lainnya meninggal.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: Neil Watson

Timbre biola itu terdengar keras di antara keriuhan jalan di kota London, melonjak-lonjak seperti suara manusia yang bersentuhan dengan jari-jari tajam seorang musisi misterius. Langit gelap dan suram serta hujan deras menjadi latar belakang yang cocok untuk peristiwa suram ini.

Dibalut pakaian serba hitam menandakan rasa berkabung, sang solois memainkan melodi yang terdengar begitu melankolis dari biola yang dibawa dari Azerbaijan, tanah airnya–penampilannya ini sebagai dukungan dalam rangka memperingati penderitaan penduduk yang tinggal di distrik Qubadli. Saat itu, 24 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 31 Agustus 1993, tentara Armenia menduduki distrik Qubadli saat melakukan invasi ke Nagorno-Karabakh dan tujuh wilayah sekitarnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meskipun ada hak untuk berdemonstrasi secara damai di jalan-jalan di kota London yang dikukuhkan oleh Undang-undang pemerintah Inggris, seorang diplomat Armenia muncul dari dalam Kedutaan Besarnya dan mengajukan keberatan atas keributan–dan bahkan seolah-olah ingin merebut biola tersebut. Setelah Pemimpin Redaksi Majalah TEAS dari kantor London menjelaskan tentang peringatan tersebut, diplomat Armenia itu membantah pendudukan wilayah Azerbaijan oleh angkatan bersenjata negaranya dan melakukan ancamannya untuk memanggil polisi. Polisi yang menanggapi keluhan itu memahami alasan demonstrasi tersebut, sambil menjawab: "Ini adalah Inggris. Anda memiliki hak penuh untuk melakukan demonstrasi damai."

Diakui karena keindahan pegunungannya yang misterius dengan beragam flora dan fauna, perlawanan atas pendudukan distrik Qubadli menewaskan 238 orang Azerbaijan. Selang lima tahun berikutnya, 146 lainnya meninggal karena luka-luka yang dideritanya dalam serangan tersebut.

Banyak kematian yang tidak diketahui terjadi ketika warga sipil berusaha untuk berenang ke tempat yang aman di bawah serangan Armenia saat melintasi Sungai Hekeri, karena tidak mendapatkan ruang bebas untuk melarikan diri - kebijakan semacam itu mengingatkan pada pembantaian di Khojaly, lebih dari satu tahun sebelumnya, yang merenggut kehidupan 613 warga sipil dalam satu malam yang mengerikan.

Invasi ini telah menyebabkan 31.364 penduduk Qubadli menjadi pengungsi yang kehilangan tempat tinggal yang tidak dikehendaki oleh diri mereka sendiri atau disebut sebagai “Internally Displaced Persons” (IDPs), yang kemudian bergabung dengan hampir satu juta orang di kamp-kamp yang tersebar di seluruh Azerbaijan.

Hampir 7000 rumah penduduk dihancurkan sebagai bagian dari kebijakan pemerintah Armenia yaitu “hanguskanbumi”, yang berusaha memastikan bahwa orang-orang Azerbaijan tidak dapat kembali ke rumah, kerusakan lainnya adalah banyaknya monumen, jembatan dan makam yang dihancurkan, beberapa di antaranya berasal dari abad ke-5.

Pada tanggal 14 Oktober 1993, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi 874, yang meminta penarikan segera pasukan Armenia dari Qubadli, di samping distrik Fizuli dan Jabrayil. Ini adalah satu dari empat resolusi yang masih belum diimplementasikan selama lebih dari 20 tahun.

Jack Pegoraro berkomentar, "Pentingnya demonstrasi hari ini adalah menandai peringatan ke 24 pendudukan wilayah Azerbaijan di Qubadli. Wanita berjilbab hitam memainkan Bayati Shiraz dan Sari Gelin yang melambangkan hilangnya penduduk Azerbaijan yang terbunuh atau terpaksa meninggalkan rumah mereka. Kami berada di sini di depan Kedutaan Besar Armenia untuk mengingatkan orang-orang Armenia bahwa Azerbaijan tidak akan pernah lupa sampai Nagorno-Karabakh dan wilayah-wilayah pendudukan sekitarnya dikembalikan ke Azerbaijan."

Penyair Charles Baudelaire pernah menulis: "Biola bergetar seperti hati yang tersiksa." Saat biola terdengar di luar Kedutaan Besar Armenia, hati para penonton dan pendengar teringat akan tragedi Qubadli; pria, wanita, dan anak-anak yang kehilangan nyawa mereka; mereka yang tidak pernah melihat rumah mereka lagi; dan bagi mereka Qubadli hanyalah ingatan yang jauh dan indah.

 

Neil Watson adalah Redaktur Senior untuk The Azerbaijan European Society Magazine yang terbit di Inggris.

Ikuti tulisan menarik Nia S Amira lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler