x

Seorang tunanetra sedang membaca Alquran Braille Digital yang diberikan oleh Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Oesman Sapta Odang alias Oso melalui Yayasan Syekh Ali Jaber di Balai Sudirman, Tebet, Jakarta Selatan, 4 Mei 2017. Menurut Yayasan S

Iklan

cheta nilawaty

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Buku Audio Sebagai Bentuk Literasi Digital

Buku audio digital dapat menggantikan peran buku biasa, dalam memberikan informasi bagi kalangan yang mengalami kebutaan. Baik fisik maupun aksaranya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setiap orang tahu bahwa buku adalah jendela pengetahuan, tapi bagaimana dengan teman teman disabilitas netra yang tidak memiliki mata untuk membaca atau orang orang yang masih belum tersentuh pendidikan sehingga mengalami buta aksara? Sebagian orang akan menjawab bahwa buku berhuruf  Braille adalah jawabannya. Lalu bagaimana dengan teman teman yang buta aksara? Mereka juga memiliki hak untuk mendapat pengetahuan dan ilmu yang sama dari isi sebuah buku.

Menurut data yang dikumpulkan badan pusat statistik tahun 2016, Ada 97,93% penduduk Indonesia yang bebas buta huruf. Berarti masih ada sekitar 2,07% atau 3,4 juta penduduk Indonesia yang belum dapat membaca. Sementara itu ada kelompok penduduk lain yang tidak dapat membaca karena kebutaan. Bila ditilik, jumlahnya kurang lebih  4 juta penduduk.

Pada penduduk yang tidak dapat membaca, tidak menjadikan  kelompok ini terbatas ilmu pengetahuannya. Sebab saat ini sudah ada format media bacaan yang tidak lagi mengandalkan ketikan huruf diatas kertas. Apalagi uNESCO telah menetapkan  peringatan hari aksara internasional, pada 8 September, dengan mengusung tema Literasi digital.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Literasi digital adalah sikap, kemampuan atau ketertarikan individu dalam menggunakan teknologi digital. Literasi digital juga berupa alat komunikasi dalam sebuah komunitas digital untuk Mengakses, mengelola, mengintegrasikan, menganalisis serta mengevaluasi informasi dalam rangka membangun sebuah pengetahuan baru.

Dalam interaksinya Literasi digital melibatkan penggunaan Internet dan media sosial di dalam alat alat teknologi seperti ponsel pintar, tablet, laptop, maupun komputer desktop Yang bertujuan sebagai alat atau media berkomunikasi, berkolaborasi, berekspresi maupun Advokasi. Salah satu bentuk Literasi digital adalah buku digital audio atau dikenal dengan nama digital audio books.

Bentuk buku ini berupa rekaman suara yang membacakan isi buku dengan melibatkan perekaman suara relawan baca. Ada pula digital audio books yang dibuat dari teks  PDF. Output pada digital audio books yang melibatkan perekaman suara relawan baca dengan digital audio books berbasis PDF adalah emosi yang dapat digambarkan penulis.

Khusus Tunanetra pembaca buku digital berbasis PDF, dan dipastikan menggunakan pembaca layar, suara yang keluar adalah suara robot. Sehingga pembaca Tunanetra sering tidak mendapat penggambaran emosi yang sempurna dari sebuah cerita di buku. Karena keterbatasan itulah, banyak pembaca buku dari kalangan Tunanetra mencari relawan pembaca untukdirekam suaranya ketika membacakan buku. Meskipun saat ini sudah ada scanner untuk membaca tulisan di atas kertas, digital audio books tetap menjadi pilihan utama.

Semaraknya penggunaan buku digital, membuat banyak perusahaan penerbit juga menyediakan lapang pekerjaan berupa pembaca buku. Beberapa penerbit di Bandung sudahmelakukan hal itu. Produk buku digital mereka bahkan dapat digunakan kalangan umum. Salah satunya kerjasama dengan Komisi Pemberantassan Korupsi (KPK) dalam membuat buku digital tentang pendidikan anti korupsi untuk sekolah atau lembaga kantoran

kalangan umum yang menggunakan buku digital ini dapat menghemat waktu mereka dalam membaca. Sebab, buku dapat dibaca dimana saja, tanpa harus membawa fisik buku kemana-mana. Membaca jadi lebih cepat karena pembaca tidak perlu membolak balikkan halaman. Membaca jadi seperti mendengarkan lagu. Buku digital dapat didengarkan menggunakan Ipod atau ponsel pintar. Pembaca tetap dapat membaca buku meski sedang berdesak desakan di kereta atau kendaraan lainnya.

Buku digital juga menggantikan tenpat kertas. dengan begitu, buku digital mengurangi penebangan pohon di hutan, karena tidak membutuhkan kertas lagi untuk perbanyakan. Meski begitu, buku digital tidak mengurangi atau mematikan industri percetakan. Sebab, tetap perlu ada produksi buku secara fisik sebagai master copy sebelum diterjemahkan dalam bentuk rekaman suara. Sehingga buku tidak Cuma jadi jendela pengetahuan bagi mereka yang melihat, tapi bagi mereka yang mengalami kebutaan pada fisik maupun aksaranya.

Ikuti tulisan menarik cheta nilawaty lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler