x

Iklan

Zdavir Andi Muhammad

Penulis merupakan alumnus Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Hasanuddin angkatan tahun 2012 dan kini tengah mengampuh Studi S2 untuk jurusan Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan di Sekolah Pasca Sarjana Unhas
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pemerasan Kapitalis Ala Ojek Online

Tulisan ini mencoba mengupas fenomena ekonomi di balik persaingan kapitalis ala ojek online; Pemerasan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Inovasi dan Destruksi Kreatif

Persaingan melahirkan kompetisi. Sehingga yang gagal berkompetisi akan gugur. Dinamika dalam persaingan yang membuat para kompetitor tetap hidup hanyalah inovasi, kebaruan. Sehingga yang tidak memiliki ide baru maupun inovasi terancam gulung tikar. Nokia, Motorola (walau dua perusahaan ternama pertama belakangan mencoba untuk bangkit), Kodak, Merpati Airlines, dan berbagai perusahaan lainnya terbukti runtuh akibat tidak mampu berinovasi, gagal dalam berkompetisi. Walhasil, produk perusahaan mereka tidak laku terbeli dan perusahaannya harus gulung tikar. Dalam ekonomi, Schumpeter menyebutnya sebagai destruksi kreatif.

Perusahaan-perusahaan bersaing melalui teknologi, inovasi, struktur organisasi, kerja keras, jumlah karyawan, jumlah gaji, dan walhasil kompetisi ini kemudian menekan biaya produksi guna mencapai laba yang semaksimal mungkin. Laba yang baik berarti memiliki prospek saham yang menarik di bursa saham. Mekanisme bekerjanya sistem perusahaan urusan belakang. Yang penting adalah pertumbuhan saham yang menarik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Persaingan Ketat ala Liberalis: Perlukah di Ojek Online?

Persaingan ketat di perusahaan Ojek Online mendatangkan malapetaka bagi para driver-nya. Mengapa? Mengingat pertumbuhan ekonomi (atau pendapatan masyarakat) tidak sejalan dengan laju pertumbuhan(baca: pertambahan) jumlah driver ojek online, pendapatan driver akan menurun. Orang-orang mungkin akan terkesima ketika ia mendapati berita mengenai pendapatan salah satu driver yang tinggi. Ketika berita ini tersiar, orang-orang akan ramai menjadi driver. Namun bertambahnya driver tidak diiringi dengan pertambahan pengguna (juga populasi) serta pendapatan masyarakat. Walhasil, pendapatan driver kembali menurun. Apa obatnya? Bagaimana strategi guna mengatasinya?

Kompetisi ini, bagi Omerod, merupakan kemubaziran ekonomi. Sehingga, semustinya dihindari. Kemubaziran terdapat pada distribusi tersebarnya tenaga kerja. Karena sistem kapitalisme memostulatkan persaingan bebas dan menggantungkannya pada mekanisme pasar, pada aplikasi online, yang bersaing—dalam hal ini driver acap mendapat “sial”-nya. Sedangkan tuannya selalu mendapatkan untung. Bagaimana sejatinya mekanisme ini berjalan?

Karena efektivitas demi mengejar keuntungan bagi perusahaan diutamakan, aspek efisiensi tenaga kerja disingkirkan. Persaingan menjadi senjata utamanya. Karena para driver terus bertambah di satu sisi pertambahan populasi dan pertumbuhan pendapatan tidak naik signifikan, “kue” ekonomi semakin terbagi. Otomatis, “irisan” pendapatan terus terbagi. Di satu sisi, para driver terus “menyumbang” pendapatan bagi perusahaan.

Untuk menggenjot kinerja para driver, perusahaan ojek online “mengiming-imingi” para driver dengan capaian dua puluh poin reward yang dapat ditukar dengan beberapa macam hadiah. Misalnya uang tunai. Namun, sengitnya persaingan tersebut membuat serta membludaknya jumlah driver membuat poin tersebut jarang dicapai. Pada titik ini, pendapatan driver berkurang namun pendapatan perusahaan tetap bertambah.

 

Obat Kapitalisme

Cara mengatasi hal ini tentu hanya dengan membatasi jumlah driver, proporsional sesuai dengan jumlah masyarakat serta kompetitor lainnya. Membatasi driver bukan bukan berarti “membatasi” persaingan serta mekanisme pasar yang terjadi. Namun menghindari kemubaziran ekonomi yang disebut-sebut oleh Omerod. Dengan hal ini, efisiensi serta efektivitas dalam distribusi tenaga kerja dapat tercapai. Dalam jangka panjang, pendapatan masyarakat dapat terdistribusi dengan merata. Bagaimana perusahaan kemudian menambah pendapatan? Tentu saja dengan banyak hal. Inovasi menjadi salah satunya. Maupun membuka pasar baru di kota lain. Bukan hanya sekadar mengeksploitasi para driver yang terus memeras keringat dan ilusi dua puluh point reward setiap harinya.

Ikuti tulisan menarik Zdavir Andi Muhammad lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler