x

Iklan

Yugha Erlangga

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Syu'bah, Amoroso, dan Film Propaganda G 30 S PKI

jika kita memberi jalan bagi film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI untuk kembali ke atas panggung, sudah tentu film-film penyeimbang lain seperti Djakar

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Saya beruntung pernah bertemu "Pak Harto" pada tahun 2012 lalu. Beliau tersenyum kepada saya, menegakkan badannya yang tak sekokoh medio tahun 80-an, lalu memberi hormat. Saya kikuk dan membalasnya dengan senyum simpul dan membungkukkan badan. Pada dekade 80-an ia masih perkasa dan dengan percaya diri  berujar lantang, "Bahwa gera'an Untung ini pasti didalangi oleh PKI." Lelaki yang saya temui tadi hanya Pak Harto KW –tiruan. Ia adalah aktor senior Amoroso Katamsi. Kami bertemu saat beliau masih berkantor di Kwartir Nasional Pramuka, seberang stasiun Gambir, Jakarta Pusat. “Kak Amoroso” panggilannya ketika itu karena aktif dalam kepengurusan Pramuka.  

Empat tahun sebelum pertemuan dengan "Pak Harto" itu, saya bertemu "Aidit" di sebuah musala –tempat yang janggal bagi pimpinan komunis yang progresif revolusioner. Ia tertidur mengenakan kaus tipis. Pagi hari saat ia terbangun, saya pun menyapanya dengan penuh hormat. Tentu, saya tak memanggilnya dengan "Pak Aidit", sebab ia, seperti Amoroso Katamsi, hanya Aidit KW. Ia adalah wartawan senior, almarhum Syu'bah Asa. Seperti Amoroso, Syu'bah tak lagi angker dengan semburan asap rokok dari mulutnya, sambil berujar, "Jawa adalah kunci." Syu’bah bukanlah replika ideologis Aidit. Ia hanya bermain peran. Syu’bah banyak menulis tentang tema kebudayaan dan agama saat menjadi wartawan Tempo. Salah satu tulisannya di majalah Tempo berjudul Rindu Zainuddin tentang dai kondang Zainuddin M.Z. sungguh reflektif dan teduh.

Amoroso dan Syu’bah adalah aktor penting dalam film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI karya Arifin C. Noer pada 1984. Meski berada dalam satu film, Amoroso dan Syubah tidak pernah bertemu dalam satu adegan. Ketika Aidit sibuk merancang kudeta hingga melarikan diri, Suharto lebih banyak mengatur strategi dari markasnya. Keduanya begitu menonjol sebagai “otak” dalam film tersebut. Namun perannya jelas. Jika Aidit dikesankan sebagai penyulut kebakaran, maka Suharto adalah pemadam kebakaran, sekaligus penumpas penyulutnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Amoroso tentu tidak sulit mempelajari gestur Suharto. Tak hanya kemiripan wajah, sesuatu yang tidak dimiliki oleh pemeran Suharto sebelumnya seperti Kaharuddin Syah dalam film Janur Kuning (1979), gerak-gerik serta gaya bicara Amoroso begitu menyerupai Suharto. Berbeda dengan Amoroso, Syu’bah, seperti yang diungkapkannya dalam edisi khusus majalah Tempo tentang Dipa Nusantara Aidit, tak memiliki banyak referensi soal sosok Aidit. Tapi, bagi sutradara Arifin C. Noer, sosok Aidit hanya sebagai penyeimbang karakter. Syu’bah, seperti dituturkan dalam edisi khusus Tempo itu, mengaku tak sukses memerankan sosok Aidit.   

Wajah Amoroso dan Syu'bah tak pernah terhapus dari ingatan saya, juga generasi seusia saya. Selama bertahun-tahun, kami harus menjalani ritual menonton film berjudul Pengkhianatan G 30 S PKI. Meski wajib tayang di seluruh televisi nasional, tak banyak anak generasi saya yang khatam menyaksikan film berdurasi empat jam (tepatnya 271 menit) itu.  Justru saat kuliah saya menamatkan film itu melalui kepingan cakram padat milik seorang kawan kuliah.

Adegan penyiksaan para jenderal di Lubang Buaya adalah bagian yang membuat banyak orang, termasuk penonton dewasa, jeri. Darah, luka menganga, hingga bola mata nyaris keluar adalah uji nyali bagi siapa pun yang menontonnya. Tata artistik oleh Surbarkah Hadisarjana (yang juga aktor watak) yang nyaris sempurna pada masanya. Musik garapan Embie C. Noer yang menyanyat dan suram menambah nuansa horor. Atmosfer tontonan yang nyaris mirip dengan film "Pengabdi Setan" garapan Sisworo Gautama Putra pada 1980. 

Sebagai sebuah tontonan, film propaganda itu sungguh mampu menyihir banyak orang lantas melahirkan stigma bahwa PKI adalah 'musuh bersama' yang layak dimusnahkan dari bumi pertiwi. Mantra film itu kian ampuh ketika pagi harinya, kita menyaksikan sendiri bagaimana peristiwa itu diperingati setiap tahunnya oleh seluruh petinggi negeri dengan pusatnya di kawasan Lubang Buaya –yang beralih menjadi Monumen Pancasila Sakti. Sang pahlawan, Presiden Suharto, menjadi inspektur upacara, lalu berkeliling menyalami para janda pahlawan revolusi, sambil berkeliling melihat replika adegan penyiksaan. Lagu gugur bunga menjadi latar dalam peringatan hari yang dikenal dengan Kesaktian Pancasila itu.

Bagi banyak keluarga tahanan politik peristiwa 1965, peringatan itu ibarat luka yang tak kunjung kering. Hidup mereka dicap dengan stigma buruk karena gen komunis mengalir di tubuh mereka –tanpa mereka minta. Kartu identitas mereka pun istimewa karena memiliki tanda khusus yang berarti belenggu. Jangan harap menjadi birokrat, menjadi pegawai swasta pun bisa kena “bersih lingkungan”. Entah bagaimana perasaan mereka menyaksikan film wajib itu sekaligus menyaksikan siaran langsung peringatan hari Kesaktian Pancasila.  

Kini, teknologi semakin canggih. Dari situs berbagi video, Youtube, kita dapat mengakses dan menyaksikan film tersebut setiap waktu. Saya yakin, film ini semakin hits setelah polemik beberapa hari belakangan. Tentu, jika kita memberi jalan bagi film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI untuk kembali ke atas panggung, sudah tentu film-film penyeimbang lain seperti Djakarta 66, Gie, juga film dokumenter seperti Shadow Play (2003), The Act of Killing (2012) and The Look of Silence (2014)pun diberi ruang yang sama untuk diakses. Generasi milenial memiliki hak untuk tahu tafsir sejarah bangsanya meski njlimet dan berbeda versi.  Tentu, di film selain Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI, kita tak akan mendengar kutipan legendaris, “Darah itu merah, Jenderal!”

***

 

Ikuti tulisan menarik Yugha Erlangga lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler