x

Iklan

Putu Suasta

Politisi Demokrat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Urgensi Pembangunan Bandara Bali Utara

Pembangunan Bandara Bali Utara dipandang sebagai langkah penting dalam konteks distribusi kesejahteraan di Bali.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Maju mundur rencana pembangunan Bandara Bali Utara telah membuat warga yang tinggal di Bali bagian Utara “harap-harap cemas”. Mereka khawatir jika rencana tersebut hanya isapan jempol yang tak kunjung terealisasi. Kecemasan warga setempat cukup beralasan karena selama puluhan tahun mereka merasa seperti anak tiri yang tak bisa menikmati secara langsung keuntungan sosio-ekonomi dari industri Pariwisata Bali yang telah mendunia. Maka pembangunan Bandara Bali Utara dipandang warga sebagai salah satu langkah penting dalam konteks pemerataan pembangunan dan distribusi kesejahteraan ke wilayah-wilayah di luar Bali Selatan (Denpasar, Kuta, Sanur, Ubud dan sekitarnya) yang selama ini menjadi pusat industri pariwisata sekaligus juga pusat pembangunan di Bali.

Di samping kerinduan dan harapan warga Bali Utara akan akselerasi pembangunan sebagaimana digambarkan di atas, realisasi pembangunan Bandara Bali Utara perlu segera dituntaskan dengan pertimbangan berikut:

Pertimbangan Teknis dan Strategis

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemerintah saat ini sedang berfokus menjadikan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan pemasukan negara. Karena itu Pemerintah menggalakkan berbagai proyek penting di bidang pengembangan pariwisata disertai dengan target-target prestisius baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Bali sebagai pintu gerbang sekaligus tulang punggung pariwisata Indonesia mesti terus berbenah untuk memberi nilai tambah dan alternatif-alternatif baru di luar daya tarik yang selama ini telah dikenal dunia. Kemunculan berbagai destinasi wisata baru di seluruh dunia dapat menggerus daya tarik Bali jika tidak disertai dengan langkah-langkah antisipatif yang tepat.

Bandara Ngurah Rai yang selama ini menjadi pintu gerbang utama menuju Bali telah menjelma menjadi salah satu Bandara Internasional tersibuk di dunia. Berbagai hasil penelitian menunjukkan tingkat penggunaan Bandara Ngurah Rai saat ini telah mencapai 70 % dan sering mengalami over crowded pada peak time. Sementara itu, pelebaran dan perluasan Bandara Ngura Rai tidak ideal lagi dilakukan karena keterbatasan lokasi.

Melihat tingkat kunjungan wisatawan yang terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, dapat dipastikan tingkat kepadatan penggunaan bandara Ngurah Rai akan naik secara signifikan dari tahun  ke tahun. Maka jika tidak diantisipasi secara cepat dan tepat, tingkat kepadatan pengguna Bandara Ngurah Rai akan menjadi masalah serius di kemudian hari yang pada akhirnya akan mengerus citra Bali sebagai salah satu destinasi favorit dunia. Satu-satunya solusi untuk mengantisipasi masalah di atas adalah menyediakan bandara baru.

Secara teknis salah satu lokasi yang paling tepat untuk pembangunan bandara baru adalah Buleleng yang berada di Bali Utara. Buleleng diapit laut di kedua sisisnya sehingga dari sisi kemanan (safety) sangat tepat untuk melakukan pendaratan pesawat. Selain itu, Buleleng merupakan daerah paling siap dari segi kemudahan mempersiapkan infratruktur pendukung seperti kreta api dan bus.

Dari sisi strategi pengembangan industri pariwisata, pembangunan Bandara di Bali Utara akan memberi alternatif-alternatif  destinasi baru bagi para wisatawan yang selama ini hanya akrab dengan Kuta, Sanur, Nusa Dua, Ubud dan sekitarnya. Bali utara memiliki berbagai destinasi wisata yang potensial untuk dikembangkan jika didukung infratruktur yang baik. Selama ini, destinasi-destinasi wisata tersebut kurang dikenal dan kurang diminati wisatawan karena membutuhkan waktu tempuh relatif lama dari Denpasar.

Distribusi Kesejahteraan

Pembangunan Bandara Bali Utara sejalan dengan kebijakan Pemerintahan Presiden Jokowi yang memiliki perhatian pada isu-isu desentralisasi pembangunan dan distribusi kesejahteraan. Kendati Bali selama puluhan tahun telah terkenal sebagai salah satu pemimpin dalam industri pariwisata, tidak serta merta dapat ditarik kesimpulan bahwa mayoritas masyarakat Bali telah menikmati kesejahteraan yang diperoleh dari sektor pariwisata. Secara garis besar, dampak sosio ekonomi dari industri pariwisata hanya dinikmati masyarakat yang tinggal di Bali Selatan yang selama puluhan tahun menjadi pusat pembangunan Bali.

Dari sisi demografi, Bali Utara memiliki jumlah penduduk (sekitar 500.000 orang) terbesar dibanding wilayah lain di Bali. Namun dari sisi pembangunan, Bali Utara jauh tertinggal dari Bali Selatan. Disparitas pembangunan tersebut berpengaruh pada disparitas kesejahteraan. Penduduk di Bali Selatan yang bersentuhan langsung dengan industri pariwisata memiliki pendapatan per kapita jauh lebih tinggi dibanding penduduk Bali Utara yang mengandalkan sektor pertanian.

Dalam konteks distribusi kesejahteraan tersebut, pembangunan Bandara Bali Utara akan menjadi langkah penting yang akan menstimulus kemunculan berbagai sumber-sumber ekonomi baru bagi penduduk Bali Utara. Pembangunan Bandara yang akan diikuti dengan pembangunan infrastruktur pendukung akan menarik minat para investor dan pelaku industri untuk berinvestasi di Bali Utara yang pada akhirnya secara signifikan membuka banyak lowongan kerja bagi penduduk setempat.

Konservasi Sosio-Kultural

Masyarakat Bali terkenal sebagai masyarakat yang berpegang erat dengan adat-istiadat dan tradisi. Adat istiadat dan tradisi tersebut dipraktekkan secara komunal dalam banjar yang merupakan unit pengorganisasian kegiatan adat, budaya dan agama masyarakat Bali. Tiap masyarakat Bali terikat dengan banjar yang ada di lingkungannya. Dengan motivasi meningkatkan kesejahteraan, banyak masyarakat Bali Utara merantau ke wilayah lain sehingga tidak bisa menunaikan kegiatan adat dan agama yang ada di banjarnya. Dapat dikatakan, kondisi seperti ini membuat dia “tercerabut” dari akar sosio-kultural yang telah dihidupi selama bertahun-tahun.

Pembangunan Bali Utara tentu akan membuka peluang-peluang ekonomi baru bagi penduduk setempat sehingga mereka tidak perlu merantau dan meninggalkan banjar tempat mereka menunaikan tugas dan kewajiban adat sesuai tradisi nenek moyang. Perbaikan ekonomi sebagai dampak dari pembangunan, tentu juga akan memberi modal lebih bagi penduduk setempat untuk membuat perayaan-perayaan adat dan budaya yang lebih semarak dan dapat menjadi salah satu daya tarik bagi para wisatawan. Dengan demikian, konservasi budaya dapat dijalankan di tengah aktivitas ekonomi.

Ikuti tulisan menarik Putu Suasta lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler