Anak yang bekerja dan diperkerjakan hingga saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan masyarakat. Pasalnya pekerja anak dari waktu ke waktu terus meningkat. Salahsatu pekerjaan terburuk bagi anak adalah mereka yang selama ini menjadi pekerja rumah tangga anak.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua LPA Sulsel Fadiah Mahmud saat menggelar pertemuan konsultatif dengan dinas sosial kota makassar. Dalam pertemuan yang dihadiri para peksos dinsos makassar, dilakukan sharing terkait penanganan PRTanak yang ada di kota makassar.
” Kenapa PRTA sangat rentan akan kekerasan karena keberadaan mereka tidak terdeteksi dan sangat sulit diawasi, sehingga jika terjadi kekerasan jarang muncul ke publik,” ujarnya. Karenannya untuk mengetahui keberadaan PRTA perlu melibatkan komunitas didalamnya.
Terutama mereka yang terdekat dengan para pengguna PRTA yakni RT/RW dan warga. Hal senada juga diungkapkan oleh Maria Yonista, dari Jaringan Penghapusan Pekerja Anak (Jarak) Indonesia. Menurut Maria, dalam banyak kasus kekerasan PRTAnak, sebagian besar terungkap kepublik setelah kondisi mereka sudah memprihatinkan bahkan sudah ada yang sudah meninggal.
Dia mencontohkan bagaimana kasus Angelina di Bali yang baru terungkap setelah meninggal. ” butuh keterlibatan semua stake holder dan partipasi masyarakat dalam pencegahan kekerasan bagi anak terutama dalam rumah tangga,” ujarnya Kamis 14 September 2017.
Menurutnya peksos merupakan garda terdepan dalam penanganan sosial termasuk dalam hal penghapusan PRTanak. Karenanya dia berharap dinsos makassar peksos dan LPA bisa bersinergi dalam menangani masalah kasus anak yang ada di kota makassar.
Sulitnya mengungkap kasus-kasus kekerasan terhadap anak terutama yang bekerja pada sector pekerja rumah tangga juga diungkapkan Herman,salah seorang anggota Peksos. Dia menjelaskan beberapa waktu lalu sempat menangani kasus kekerasan terhadap anak yang menjadi PRTanak disalahsatu pengusaha di kota makassar. Kesulitan pertama adalah masalah informasi tentang keberadaan anak itu sendiri, karena selalu ditutupi oleh sang majikan. Belum lagi apparat kepolisian yang seakan tutup mata dengan kasus-kasus seperti ini.
“sebenarnya di makassar banyak PRT anak Cuma belum terindetifikasi dengan baik, karenanya saya sepakat dengan pemantauan berbasis komunitas tersebut,” ujarnya. ahmad (berita ini sudah pernah dimuat di www.phinice.com)
Ikuti tulisan menarik lpasulsel lainnya di sini.