x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SeninCoaching: Benar Anda Mau Lebih Efektif?

Pintu Tuhan selalu terbuka untuk semua orang, apalagi bagi yang mau meningkatkan kualitas kehidupan bersama.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 Leadership Growth: Effective Leaders Wanted

 

Mohamad Cholid

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Practicing Certified Business and Executive Coach

 

John D. Rockefeller Sr. tiap hari tukar pikiran dengan orang-orang kunci di perusahaannya sekalian makan siang bersama. Awalnya lunch meeting itu hanya dihadiri Rockefeller dan empat co-founders Standard Oil. Sekian tahun kemudian, seiring dengan perkembangan usaha, pertemuan rutin harian dibarengi makan siang bersama tersebut dihadiri Rockefeller dan sembilan orang direkturnya.

Seabad kemudian, Steve Job mengembangkan kebiasaan semacam itu, makan bersama nyaris setiap hari dengan Jonathan Ive, si jenius perancang Apple. Saudagar besar T. Boone Pickens, pendiri Mesa Petroleum dan pemilik sejumlah bisnis lain, mengistimewakan pertemuan strategis harian, termasuk sarapan bersama timnya, dalam upayanya membangun bisnis dari US$ 3,2 juta menjadi milyaran dolar AS.

Sepertinya para leaders perusahaan-perusahaan hebat tersebut telah menafsirkan dengan mendalam arti kata company, yaitu to share bread. Saban hari kumpul dengan tim dan menikmati makan bersama, merekatkan hubungan pribadi dan professional mereka. Pertemuan rutin tersebut menjadi demikian penting. Utamanya bagi para pelaku usaha yang sungguh-sungguh mau membangun bisnisnya dan memperkuat tim.

Benefitnya? “Kami jadi saling mengenal dengan lebih baik,” kata Pickens tentang timnya, dalam sebuah interview untuk penghormatan atas dirinya sebagai D CEO’s CEO of the Year saat usianya 85, beberapa tahun lalu. “We shouldn’t make any mistakes. And we don’t make any.” Ini dipastikan dengan cara sering bertemu dan menikmati rejeki bersama.

Kisah tersebut dituturkan oleh Verne Harnish dalam buku Scaling Up (2014) yang ditulisnya bersama Tim Gazelles. Verne Harnish 12 tahun sebelumnya sudah menerbitkan buku Mastering the Rockefeller Habits (2002), tentang best practices dan cara-cara membangun organisasi bisnis dengan efektif.

Tradisi bertemu secara rutin antara para eksekutif dan top leaders dengan tim sembari to share bread juga dilakukan sejumlah perusahaan besar lain, termasuk di Indonesia. Umumnya dilakukan seminggu atau minimal sebulan sekali.

Bahkan ada sebuah grup bisnis besar di Jakarta yang mendedikasikan hampir satu lantai dari salah satu gedungnya untuk ruang makan bersama (saya tahu karena diundang makan bersama anggota BOD mereka). Sementara perusahaan-perusahaan yang sedang tumbuh, revenue ratusan milyar, ada juga yang membangun tradisi rapat direksi dengan para manajernya disusul dengan makan bersama, kendati tidak menyediakan ruangan makan khusus untuk itu.

Pertanyaannya, kenapa sebagian perusahaan (termasuk yang di Indonesia) berhasil membangun kohesi antara Board of Directors dengan para eksekutifnya dan sukses meningkatkan profitabilitasnya, sementara sebagian lainnya tidak beranjak jauh dari level keberhasilannya terakhir?

Sebagaimana Anda duga, persoalannya di proses eksekusinya. Mereka yang tetap berada di tempat atau sekedar bergeser ke atas sedikit bukannya tidak memiliki strategi hebat. Namun strategi cemerlang kalau eksekusinya tidak efektif hasilnya akan biasa-biasa saja.

Ada juga sejumlah kasus, strategi yang disusun lengkap melalui rapat-rapat koordinasi akhirnya lebih banyak tersimpan di lemari direksi. Eksekusi tidak berhasil dilakukan dengan efektif karena semua key persons terseret arus kesibukan sehari-hari, tenggelam dalam urusan-urusan urgent, tanpa sanggup fokus pada prioritas utama. Anda mengenal kondisi semacam itu?

Organisasi-organisasi bisnis dan non-bisnis yang berhasil mengatasi situasi “badai urgent” semacam itu banyak yang menggunakan metode Mastering the Rockefeller Habits, sebagian lainnya mengandalkan 4 Disciplines of Execution, prinsip kepemimpinan yang dikembangkan Chris McChesney, Sean Covey, dan Jim Huling. Empat disiplin eksekusi meluruskan pandangan para leaders yang masih menafsirkan eksekusi sebagai kemampuan menentukan goal dan mencapainya.

Sesungguhnya, disiplin eksekusi adalah bagaimana cara meraih critical goal di tengah badai kesibukan sehari-hari. Situasinya akan lebih sulit, ketika untuk meraih goal tersebut kita memerlukan perubahan perilaku banyak orang.

Tantangan dan ujian dalam organisasi, yang antara lain muncul dari perilaku tim yang sulit diajak berkembang, bisa jadi merupakan peluang bagi para eksekutif dan leaders untuk tumbuh menjadi lebih hebat, lebih efektif. Tantangan dan peluang, berikut tarik-menarik diantara keduanya, akan menumbuhkan intellectual dan spiritual muscles para eksekutif dan leaders.

Tentu perlu tahu dengan baik bagaimana melihat realitas yang kadang pahit dari perspektif baru, plus cukup rendah hati untuk bertindak, take action.

Rendah hati untuk take action berdasarkan perspektif baru masih sering jadi ujian berat bagi para eksekutif, utamanya yang merasa sudah sukses dan betah menikmati penjara pikiran masing-masing.  

Taking actions melakukan eksekusi rencana-rencana strategis yang diputuskan dalam sejumlah meeting, sungguh memerlukan kerendahatian (humility). Karena sering counterintuitive, bahkan bertentangan dengan ego atau asumsi-asumsi pribadi, apalagi bagi para eksekutif atau merasa diri leader yang pernah sukses. Golongan ini berasumsi, perspektif lama yang sebelum ini menjadikannya berhasil tetap masih relevan dengan tantangan sekarang.

Untuk membebaskan diri dari jebakan sukses semacam itu perlu dua langkah mendasar, yaitu tegar menghadapi realitas, qona’ah, dan bersedia merespon dengan positif feedback dan feedforward dari para stakeholders. Disusul dengan eksekusi dan action. Karena eksekusi efektif dan action-lah yang dapat memperbaiki keadaan, bukan wacana dan internal intellectual conversation berkepanjangan.

Tidak perlu menunggu situasi yang tepat, lingkungan yang kondusif, dan semacamnya, yang kadang-kadang hanya menimbulkan drama kesia-siaan, paralysis by analysis. Karena kenyataannya belum pernah ada yang disebut waktu yang ideal untuk ambil tindakan efektif. Kita sendiri yang sebaiknya memilih dan menentukan tindakan, action by action, baru akan terbangun momentum. Eksekusi adalah proses, bukan event.

Greatness is not a function of circumstance. Greatness, it turns out, is largely a matter of conscious choice, and discipline,” kata Jim Collins dan Morten T. Hansen dalam buku Great by Choice: Uncertainty, Chaos and Luck (2011).

Untuk menentukan pilihan eksekusi yang efektif dalam pengembangan kepemimpinan organisasi, libatkanlah para stakeholders secara berkesinambungan dengan time frame yang jelas.

Program Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching (MGSCC), yang sudah lebih dari seperempat abad terbukti telah berhasil membantu para eksekutif di ribuan organisasi di dunia meningkatkan diri menjadi lebih efektif, dapat diterapkan di organisasi Anda.

Selain membiasakan para eksekutif dan leaders bersikap rendah hati dan bersedia mengimplementasikan inti sari feedback dan feedforward dari para stakeholders, MGSCC melatih kita untuk selalu menyadari konteks strategis keberadaan kita di dalam kehidupan ini. Menyadari apa peran kita di organisasi dan di masyarakat. Menegaskan kembali apa pentingnya keberadaan organisasi kita bagi peradaban.

Proses tersebut dapat membantu kita mengembangkan disiplin diri dengan lebih baik. Dapat dengan kesadaran penuh, tanpa harus merasa berat menentang ego, mampu menerapkan best practices sebagaimana dicontohkan dalam kebiasaan-kebiasaan Rockefeller, Steve Jobs, atau T. Boone Pickens – konsistensi dan disiplinnya, bukan ketemu tiap harinya, yang perlu dicontoh.

Mestinya Anda yakin, pintu-pintu Tuhan terbuka untuk semua orang, apalagi bagi yang mau meningkatkan kualitas kehidupan bersama.

Melibatkan stakeholders dalam pengembangan kepemimpinan agar dapat melakukan eksekusi lebih efektif mengatasi tantangan dinamika perubahan, sebagaimana yang diterapkan melalui metode MGSCC, dalam praktiknya dapat pula meningkatkan kohesi dan engagement tim. Apa pun bidang usaha Anda, bergerak di bidang apa pun organisasi Anda, excellent dalam eksekusi akan meningkatkan efisiensi operasional, mengangkat harkat tim.   

 

 Mohamad Cholid  adalah Head Coach di Next Stage Consulting

n  Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching

n  Certified Marshall Goldsmith Global Leader of the Future Assessment

Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528)

(www.nextstageconsulting.co.id)  

 

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler