x

Iklan

firdaus cahyadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ritual Memanggil Hantu PKI di Bulan September

Apakah kita juga akan ikut-ikutan melakukan ritual memanggil hantu PKI? Semoga kita semua tetap berpegang pada akal sehat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Orde Baru tumbang 19 tahun lalu. Namun, ada yang terus dipelihara meskipun Orde Baru telah tumbang, yaitu hantu Partai Komunis Indonesia (PKI). Ritual untuk memanggil hantu PKI pun nyaris tak berubah sejak Orde Baru.

Di saat rejim otoritarian Orde Baru berkuasa, biasanya setiap bulan September ada desas-desus tentang kebangkitan PKI. Desas-desus itu diperkuat dengan ditemukan beberapa simbol palu arit. Untuk menambah ketegangan, digelarlah razia di sekolah-sekolah. Tas-tas anak sekolah digeledah, siapa tahu menyimpan gambar palu arit. Razia bertambah tegang karena biasanya ada aparat kepolisian atau tentara.

Klimaks dari ketegangan di bulan September itu adalah anak-anak sekolah diajak nonton film G30S/PKI. Televisi wajib menayangkan film itu. Orang-orang tua yang dulu masih sekolah di tahun 1985-1990-an hampir dipastikan mengalami hal yang sama.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tahun ini, pola seperti itu diulang lagi. Dimulai dari desas-desus tentang adanya rapat PKI di kantor LBH Jakarta. Kemudian LBH Jakarta dikepung dan diserang oleh segerombolan orang yang mengklaim anti-PKI. Ketegangan muncul. Dan klimaknya ajakan nobar film G30S/PKI. Bedanya, kini tidak semua televisi menayangkan film itu.

Ritual memanggil hantu PKI di bulan September seharusnya sudah diakhiri sejak rejim otoritarian Orde Baru tumbang. Geopolitik global sudah berubah. Relevankah ritual hantu PKI terus dilakukan?

Para pecandu ritual memanggil hantu PKI tentu saja mengatakan relevan. Alasannya, untuk kewaspadaan bahaya laten komunisme yang merongrong ideologi Pacasila. Padahal, realitanya justru sebaliknya, saat ini bahaya terhadap ideologi Pancasila justru datang dari arah kanan bukan kiri. Apa yang dimaksud kanan?

Kanan secara sederhana adalah kekuatan yang berpihak pada kepentingan segelintir pemilik modal. Kaum kanan ini yang kemudian mempengaruhi negara untuk membuat kebijakan liberalisasi ekonomi. Semua harus bisa dijadikan komoditi dan diperjualbelikan di pasar bebas. Kekuasaan negara diamputasi. Negara boleh hadir jika itu untuk kepentingan penyelamatan pemilik modal.

Pengaruh kaum kanan ini nampak pada UU Sumberdaya Air, UU Migas, UU Penanaman Modal Asing, UU Telekomunikasi dan sebagainya. Kini kekuataan kaum kanan semakin menguat dengan ditandatanganinya beberapa perjanjian perdagangan bebas di wilayah regional. 

Anak buruh yang tidak bisa sekolah atau berobat karena miskin, adalah dampak nyata dari dominasi kaum kanan dalam kebijakan ekonomi politik kita. Kerusakan lingkungan hidup yang mengancam keselamatan manusia akibat pertambangan dan perkebunan skala luas adalah dampak lainnya dari dominasi politik kanan. Nah, di tengah dominasi politik kanan itulah, sebagain orang berteriak bahaya laten PKI? Menurut istilah anak muda sekarang, itu adalah Jaka Sembung alias kagak nyambung.

Lantas, bagaimana kita memahami ritual memanggil hantu PKI tahun ini? Pertama, ini adalah gesekan elite politik jelang pilpres 2019. Hantu PKI pernah digunakan untuk kampanye hitam melawan Jokowi di pilpres 2014. Bahkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun pernah mendapat kampanye hitam terkait dengan hantu PKI ini.

Dan benar saja, seiring dengan heboh nobar film G30S, para elite, yang berlatarbelakang militer mulai saling berbantahan di media. Jika di media massa saja mereka berbantahan, bagaimana di belakangnya, tentu lebih sengit lagi. Jadi, nobar film G30S harus dimaknai sebagai gesekan elite politik yang ingin melibatkan masyarakat dalam konflik itu. Sayangnya, keterlibatan masyarakat bukan ditempatan sebagai subjek tapi sebagai objek untuk diadu domba guna menaikan posisi tawar elite. Sebuah politik yang tercerabut dari akar persoalan rakyat.

Kedua, ritual memanggil hantu PKI ini adalah upaya untuk terus membuka pintu bagi pelemahan gerakan masyarakat yang menuntut keadilan. Kok bisa? Ya, pelemahan gerakan masyarakat yang menuntut keadilan itu dimulai dengan memberikan label komunis atau PKI pada mereka.

Dengan label PKI, maka dukungan publik diharapkan menurun dan perjuangan menuntut keadilan mereka dengan sendirinya meredup. Cara ini dikenal dengan istilah Kill the messenger (membunuh si pembawa pesan). Cara itu pernah digunakan oleh rejim otoritarian Orde Baru dalam memperlemah gerakan petani yang menolak proyek waduk Kedungombo yang didanai oleh Bank Dunia. Bahkan kini, aktivis lingkungan hidup di Banyuwangi yang menolak penambangan emas di Tumpang Pitu mengalami hal yang sama.

Dalam konteks itulah ritual memanggil hantu PKI terus dilakukan. Pertanyaannya, apakah kita juga akan ikut-ikutan melakukan ritual memanggil hantu PKI? Semoga kita semua tetap berpegang pada akal sehat.

sumber gambar:http://skalanews.com/detail/pojok-kartun/259597-Hantu-PKI

 

Ikuti tulisan menarik firdaus cahyadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu