x

Iklan

Zdavir Andi Muhammad

Penulis merupakan alumnus Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Hasanuddin angkatan tahun 2012 dan kini tengah mengampuh Studi S2 untuk jurusan Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan di Sekolah Pasca Sarjana Unhas
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Editor, Koruptor, Korupsi

Tulisan ini berusaha mengupas akibat mengapa perilaku editor dan koruptor berbeda di saat mereka memiliki . peluang yang sama

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Apa kaitan korupsi dengan editor tulisan koran? Dengan pendapatan dan gaji yang "tidak berlebih", bagaimana editor dapat dikaitkan dengan kata "korupsi"? Di satu sisi, korupsi acap dilakukan oleh orang-orang yang terkait dengan birokrasi (pada semua jenjang dan level).

Korupsi acap diklaim disebabkan oleh minimnya gaji. Akibatnya, korupsi meningkat. Maka, untuk mencegahnya para birokrat ini (sekali lagi, pada semua level dan jenjang) mengusulkan untuk meningkatkan gaji. Namun, polemik terjadi ketika korupsi masih menjadi wabah. Bahkan menggurita! Dalam pikiran anda, sebuah pertanyaan mengemuka, apa kaitan editor dengan korupsi!?

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Editor, Korupsi, Koruptor

Tentu, sudah menjadi jamak bagi masyarakat, bahwa bagi beberapa orang, kekayaan tidak hanya mengenai kapital (kepemilikan yang diartikan dalam hal kepemilikan uang dan benda berharga seperti rumah dan sebagainya). Bagi ekonom, pandangan ini disebut sangat klasik (lama; lawas). Maka pandangan ini juga disebut klasik.

Beberapa pendapat baru mengemukakan kekayaan tidak hanya diartikan secara an sich - tentu, dalam diri anda masih bertanya-tanya kemana tulisan ini akan bermuara. Namun, saya harap anda bersabar dalam mengikuti alur ini- namun, juga disebut sebagai kekayaan ialah kesehatan, pendidikan, selera, bahkan, yang mungkin anda tidak duga-duga, ialah karya!

Kepemilikan properti intelektual baik dalam seni, sastra maupun karya tulisan dan pengetahuan lainnya bagi para celeng think-tank juga merupakan kekayaan tersendiri. Sehingga, diambil-alihnya karya ini oleh pihak lain dapat disebut sebagai pencurian dan akibatnya dikorupsinya kepemilikan intelektual!

Di "meja redaksi, tiap hari, tentu tidak hanya puluhan, namun ratusan tulisan terkirim ke "meja redaksi" untuk dimuat. Beberapa editor mungkin harus jeli dalam memilih tulisan yang memiliki diksi yang memikat, beberapa harus memilih tulisan yang kritis dalam melihat phenomena, di satu sisi ada tulisan yang kontekstual, dan terakhir, ialah kumpulan dari seluruh yang dimiliki dan kita sebut tadi.

Tidak sedikit tulisan yang bagus harus gugur alibat masalah space yang terbatas di kolom koran. akibatnya, tulisan yang bagus tersebut harus tergusur akibat kalah oleh tulisan yang kontekstuil (walaupun pada beberapa gaya tulisan terkadang sangat sederhana). Pada titik ini, kita harus bertanya-tanya, mengapa kita tidak pernah mendengar editor melakukan "korupsi"?

 

 

Apa yang Membuat Editor Tidak Korupsi?

Sekali lagi, karya tulisan merupakan properti intelektual penulisnya, dan dicurinya ide dan tulisan yang sampai di meja redaksi bukannya tidak dapat terjadi; ia bisa sangat terjadi! Ketika editor mencuri tulisan ini, tentu ia dikategorikan sebagai tindakan korupsi; ia mengambil properti yang seharusnya menjadi milik publik!

Ketika para birokrat dari level bawah sampai atas sibuk menuntut peningkatan gaji dengan ancaman "akan" meningkatkan korupsi jika tidak dinaikkan—padahal korupsi, kinerja dan gaji sejatinya bukan trade-off guna dijadikan ancaman!—mungkin para editor tulisan koran patut mengedukasi para birokrat dalam meramu jawabannya. Dalam pikiran saya yang kerdil dan sederhana juga masih menyisakan pertanyaan, apakah akibat moral dan dedikasi yang berbeda dalam mengabdi?

Ikuti tulisan menarik Zdavir Andi Muhammad lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler