x

Iklan

cheta nilawaty

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bermusik dalam Kesunyian

Saat ini sudah ada program bermusik untuk penyandang disabilitas pendengaran bernama Kompak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tangan Adi Arianto membentuk setengah kepalan di depan dadanya diikuti dengan gumaman nadado. Kemudian dia merapatkan kelima jarinya yang terbuka dengan arah mendatar di depan dadanya diikuti dengan bunyi nada re,sebagai nada kedua dalam tangga nada. Cara itu dilakukan Adi, sebagai upaya memberikan instruksi kepada teman teman Tunarungu atau disabilitas pendengaran dalam belajar musik.

 

“Ini memang seperti proyek mimpi, mengajarkan musik kepada teman teman yang tidak dapat mendengar,” ujar Adi Arianto yang juga penyandang disabilitas netra, kepada saya Selasa 26 September 2017 di Yayasan Mitra Netra. Adi dan teman teman yangtergabung dalam Kompak (Kelompok Orang Muda Pecinta Ajaran Kristus) memang sedang menggagas proyekpengembangan musik bagi penyandang disabilitas pendengaran.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Mereka baru mulai berlatih dua bulan belakangan, dan sudah mementaskan satu pertunjukkan angklung Agustus lalu. Meski digagas oleh kelompok orang muda Katolik dan Kristen, program ini ke depannya akan dibuka untuk kealangan dengan berbagai latar belakang agama. Menurut Adi, ada 25 penyandang Tunarungu, Tunadaksa, maupun Tunaganda yang sudah tergabung dalam kelompok musik sunyi ini. Mereka berlatih di komplek Gereja Hati Kudus Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, setiap Ahad pukul 1.00 WIB.

 

Adi yang seorang Tunanetra low vision mengaku mengalami beberapa hambatan komunikasi. Seperti, tanda yang disampaikan tangannya tidak terlihat pemain di sisi tertentu. Tetapi hambatan tersebut tidak berarti tidak dapat diselesaikan. Sama halnya dengan Tunanetra yang mengandalkan ingatan dalam menyiasati akses, pemain angklung Tunarungu di Kompak juga mengingat setiap tanda nada yang diajarkan dalam partitur. “Jadi kalau ada nada yang salah, mereka secara otomatis menyadari dan memperbaiki. Pernah sekali saya coba mengacaukan di tengah lagu, mereka malah protes ke saya dan mengatakan ada nada yang salah,” ujar Adi.

 

Faktor lain seperti menilai suara dari getaran juga dilakukan para pemain angklung dalam Kompak. Mereka sudah tahu kapan gilirannya menggoyangkan angklung dan kapan harus berhenti. Hasilnya, kelompok sunyi itu dapat memberikan sajian musik yang begitu harmonis dan indah didengar. Karena potensi itu pulalah, Adi rela belajar penggunaan bahasa isyarat dalam bermusik. Awalnya, Adi menggunakan kedua tangan untuk menyampaikan nada yang harus dibunyikan oleh para pemain. Tapi, cara ini kurang efektif, karena saat yang bersamaan, Adi tidak dapat memberikaninstruksi chord dan melodi secara bersamaan.

 

“Misalnya, mulai nada keenam, atau La, saya harus menggunakan dua tangan bukan? Yaitu lima jari tangan kiri ditambah satu ibu jari tangan kanan,” ujar Adi. Padahal, bila menggunakan bahasa isyarat, Adi dapat menunjukkan melodi hanya dengan satu tangan. Sedangkan tangan sebelahnya, dapat digunakan untuk menunjukkan chord.

 

Dengan keadaan yang dapat berjalan secara alami itu, Adi dan teman temannya yakin dapat menyuguhkan pertunjukkan musik yang baik. Artinya, tidak menyajikan lagu yang berantakan meski para pemainnya tidak dapat mendengar. bermusik dalam keterbatasan dengar juga dilakukan Mandy Harvey, salah satu peserta American Got Talent. Mandy, 29 tahun kehilangan pendengarannya pada usia 18 tahun. Sebelum kehilangan pendengarannya, Mandy aktif bermusik. Ia sangat suka bernyanyi dan bermain gitar sejak umur 4 tahun.

 

Dalam rekaman Youtube, Mandy menyampaikan caranya bermusik, dengan menilai dari getaran dan memori tentang nada. Lebih hebat lagi, dalam pertunjukkan bakatnya, Mandy menyanyikan lagu ciptannya sambil memainkan okulelenya sendiri. Suaranya terdengar stabil dan memiliki tempo yang selaras dan harmonis dengan musik pengiringnya.

 

Tidak heran bila pada penapilan pertama Mandy langsung menggondol Golden Buzzer. Predikat itu dapat membawa Mandy langsung ke babak Final. Meski sudah ditayangkan beberapa minggu lalu, edisi video yang menayangkan Mandy masih banyak dilihat orang. Hingga 28 September 2017 ada sekitar 23 juta penonton yang melihat video Mandy di Youtube.

 

Baik Kompak dan Mandy Harvey menunjukkan, keterbatasan tidak menghalangi setiap orang melakukan aktivitas yang dianggap tidak mungkin.  Selalu ada solusi dan inovasi dalam keterbatasan. Dunia inklusif tidak lagi terbatas pada pekerjaan dan pendidikan. Saat ini, penyandang disabilitas tetap bisa eksis menjalankan hobi masing masing meski dengan berbagai keterbatasan dan upaya yang lebih keras.

Ikuti tulisan menarik cheta nilawaty lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu