x

Iklan


Bergabung Sejak: 1 Januari 1970

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

IKA BINDO UNJ Imbau Politisi Bersikap Santun Dalam Berbahasa

Ujara kebencian dan berita bohong telah merusak sendi bahasa Indonesia. Karena itu, politisi dan tokoh nasional diimbau bersikap santun dalam berbahasa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam rangka menyambut Bulan Bahasa dan Sastra Tahun 2017, IKA BINDO  Ikatan Alumni Bahasa dan Sastra Indonesia (IKA BINDO) Universitas Negeri Jakarta mengimbau para politisi dan tokoh nasional untuk bersikap santun dalam berbahasa. Merebaknya ujaran kebencian di tengah masyarakat, berita bohong hingga kasus Saracen menjadi sinyal hilangnya sikap santun berbahasa. Maka, para politisi dan tokoh nasional harus menjadi teladan dalam berbahasa yang santun. Hal ini ditegaskan IKA BINDO UNJ dalam pencanangan Bulan Bahasa & Sastra 2017 di Jakarta hari ini.

 

“Merebaknya ujaran kebencian dan berita bohong itu melanggar kesantunan berbahasa. Di samping menyampaikan pesan, tujuan kita berbahasa itu untuk menjalin hubungan sosial, bukan malah merusaknya. Karena itu, politisi dan tokoh nasional harus sadar diri dalam berbahasa. Komentar dan ungkapan di dunia politik, tentu tidak boleh kontraproduktif dengan sikap santun berbahasa. Tidak asal ngomong. Berbahasa pun harus sesuai etika, tidak menabrak norma sosial dan budaya” ujar Syarifudin Yunus, Ketua IKA BINDO UNJ dan Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Indraprasta PGRI.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Adanya 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar ujaran kebencian (hate speech) dan berita bohong, IKA BINDO UNJ menganggap sangat dipengaruhi oleh gaya berbahasa para politisi dan tokoh nasional. Jika tokoh nasional berbahasa kasar dan penuh kebencian, maka masyarakat pun tergerak mengikutinya. Karena bahasa itu keteladanan, persis mengikuti tokoh yang diteladaninya.

 

IKA BINDO UNJ menyatakan sikap berbahasa yang santun penting dirajut kembali. Santun berbahasa dapat dilihat dari 1) aspek bahasa, seperti pilihan kata, intonasi, struktur kalimat, dan 2) aspek perilaku, seperti ekspresi dan gerak tubuh. Sikap santun berbahasa harus tercermin dalam komitmen untuk mau menghargai dan menghormati mitra bicara. Jika terjadi kebencian, maka kesantunan bahasa ternodai. Oleh karena itu, setiap ujaran harus memperhatikan aspek perlokusi, berupa efek yang ditimbulkan dalam berbahasa.

 

“Berbahasa yang santun adalah berbahasa yang lugas namun tetap baik. Jika efek dari ujaran menimbulkan kebencian atau ketersinggungan, berarti ada yang salah dalam berbahasa” tambah Syarifudin Yunus.

 

Berdasarkan studi IKA BINDO UNJ, sikap berbahasa yang tidak santun timbul karena: 1) ingin mengkritik dilandasi pikiran negatif, 2) komentar atas dasar emosi personal, 3) berbicara didorong kecurigaan, dan 4) berniat memojokkan lawan politik. Oleh karena itu, di tengah suhu politik yang semakin “panas” ke depan, politisi dan tokoh nasional untuk lebih hati-hati dalam berkomentar, di samping tetap santun dalam berbahasa. Jika perlu, menurut IKA BINDO UNJ, ada baiknya para politisi dan tokoh nasional ikut Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) sebelum berbicara kepada publik atau media massa.

 

Syarifudin Yunus menambahkan, “Maraknya ujaran kebencian dan berita bohong harus dilihat sebagai ancaman terhadap eksistensi Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Pragmatisme politik untuk meraih kekuasaan atau popularitas bukan cara yang dalam berbahasa. Bahasa yang tidak santun pasti merusak karakter bangsa Indonesia yang dikenal ramah dan santun selama ini”.

 

Melalui momentum Bulan Bahasa dan Sastra – Oktober 2017 ini, IKA BINDO UNJ menilai persoalan Bahasa Indonesia saat ini semakin kompleks. Di samping serbuan pemakaian bahasa asing yang kian marak, Bahasa Indonesia pun ditantang untuk menjadi alat komunikasi yang penuh kesantunan, sebagai bahasa persatuan bukan bahasa perpecahan. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi nasional untuk merevitalisasi penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang mampu membangun karakter bangsa Indonesia yang lebih santun dan berbudaya.

 

“Eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu telah memasuki 89 tahun. Dan kini, kita dihadapkan pada keadaan krisis berbahasa yang santun. Maka semua pihak harus mengambil sikap positif dalam berbahasa. Jangan gunakan bahasa untuk manipulasi politik” tambah Syarifudin Yunus.

Tentang IKA BINDO UNJ

Berdiri sejak 4 Oktober 2009, IKA BINDO UNJ (IKATAN ALUMNI BAHASA & SASTRA INDONESIA Universitas Negeri Jakarta) merupakan perhimpunan lebih dari 8.000 sarjana dan guru Bahasa dan Sastra Indonesia yang memiliki komitmen untuk menjaga dan melestarikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, di samping sebagai jati diri bangsa.

IKA BINDO berpegang pada VISIMembangun sinergi dalam pengembangan keilmuan dan profesi di bidang Bahasa dan Sastra Indonesia”, dengan menjunjung tinggi MISIMempertahankan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa Indonesia, dengan mengacu pada nilai-nilai:kompetitif,  memberi nilai tambah, profesional, dan bangga.”

IKA BINDO UNJ berafiliasi dengan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri Jakarta, dengan anggota yang tersebar di seluruh Indonesia.

Ikuti tulisan menarik lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu