x

Iklan

Rahman

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Apakah Amunisi SAGL Brimob Masuk Standar Militer?

polisi sebagai pengayom masyarakat

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Undang Undang Kepolisian Republik Indonesia UU No 2 Tahun 2002 ,tentang Kepolisian Negara  Bab III pasal 13 UU NO  2 Tahun 2002. Tugas dan Wewenang Kepolisian  adalah  memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,  Menegakkan hukum dan memberikan perlindungan,pengayoman ,dan pelayanan kepada masyarakat.

Selaku warga negara tentunya tugas kita adalah  untuk mengembalikan posisi Polisi ke posisi semula sesuai dengan amanat UUD 1945 saat ini tampaknya patut menjadi sebuah gerakan bersama. Pasalnya, dalam berbagai hal, seperti kepemilikan senjata api saat ini polisi tampak sudah tidak ada batasannya lagi alias sama dengan TNI. Padahal, polisi bukan kombatan, bukan unit tempur.

Salah satu upaya penyelesaian ini adalah dengan cara membuat batasan yang jelas dan transparan soal persenjataan atau alutsista Polri, sehingga tidak meniru-niru alutsista TNI. Sebab, tugas utama Polri sesuai UU adalah melindungi, mengayomi dan melayani serta melakukan penegakan hukum di masyarakat. Sebab itu dalam menjaga keamanan masyarakat, anggota Polri diperkenankan memegang senjata api. Tapi senjata api anggota Polri hanya sebatas untuk melumpuhkan, yang tentunya jenis senjata apinya harus jauh berbeda dengan senjata api TNI atau militer, yang berfungsi untuk perang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagaimana yang banyak dilansir oleh berbagai media,  Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Wuryanto menjelaskan amunisi senjata Stand Alone Grenade Lancher (SAGL) yang dibeli Korps Brimob Mabes Polri tergolong amunisi tajam ukurannya tidak sesuai standar.  Bahkan Apabila mengacu Inpres Nomor 9 tahun 1976 tentang pengawasan dan pengendalian senjata api, maka kaliber amunisi Brimob ini sudah masuk standar militer, yakni 5,56 mm.

Oleh karena itu, kata ia, amunisi SAGL itu sejak Senin malam (9/10) dipindahkan ke Mabes TNI, namun senjata SAGL sudah diserahkan ke kepolisian. "Polri masih bisa menggunakan senjata SAGL, yang amunisinya diganti granat asap yang sesuai standar nonmiliter," tuturnya. Seperti diketahui, amunisi yang dibeli Brimob merupakan amunisi tajam, yang memiliki radius mematikan 9 meter dengan jarak capai 400 meter," kata Kapuspen TNI saat jumpa pers, di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Selasa.

Keistimewaan amunisi ini adalah setelah meledak, kemudian meledak kedua dan menimbulkan pecahan logam-logam kecil yang dapat melukai dan mematikan. Bahkan, amunisi ini bisa meledak sendiri tanpa benturan setelah 14-19 detik lepas dari laras senjata. "Ini luar bisa. TNI tidak punya senjata seperti itu ," kata Wuryanto.

Secara jujur jika kita  perhatikan  saat ini     komposisi alutsista Polri (Brimob dan Densus 88) yang serupa milik alutsista TNI.  Bahkan amunis SAGL ini melebihi dari TNI karena bukan hanya daya kejut saja tapi juga  mematikan. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Bromob dan Densus 88  di bawah Polri itu jelas bukan dibuat untuk kepentingan tempur layaknya TNI. Parahnya lagi, Brimob diketahui sudah memiliki kendaraan lapis baja Barakuda yang mirip dengan Panser TNI, senapan SS dan peluncur granat standar militer. Begitu juga dengan Densus 88 Antiteror yang hampir seluruh senjata apinya mengikuti alutsista militer.

Sesuai dengan   Permenhan Nomor 7 Tahun 2010  itu menyebutkan yang dimaksud dengan senjata api standar militer adalah senjata api yang digunakan oleh TNI untuk membunuh dalam rangka tugas pertahanan negara dengan kaliber laras mulai dari 5,56 mm ke atas dengan sistem kerja semi otomatis atau full otomatis, termasuk yang telah dimodifikasi.

Sedangkan senjata api non standar militer    adalah senjata api yang digunakan untuk melumpuhkan dalam rangka tugas penegakan hukum dan kamtibmas, kepentingan olah raga, menembak dan berburu serta koleksi dengan kaliber aras di bawah 5,56 mm dengan sistem kerja non otomatis, termasuk yang telah dimodifikasi.

Oleh karenanya kita berharap kedepan kita harus peka terhadap berbagai macam ancaman yang mengintip NKRI. Jangan habiskan waktu seperti ini untuk berpolemik.   Standar alutsista Polri harus dituntaskan, agar tidak terjadi konflik di jajaran bawah TNI dan Polri.    Komisi III DPR-RI harus memperjelas kepada Brimob dan Densus 88, seperti apa seharusnya alutsista mereka agar tidak bergaya militer atau meniru-niru alutsista TNI. Jika polemik ini   diselesaikan secara benar dan baik dipastikan tidak akan lagi akal-akalan sipil ingin bergaya militer.

 

 

Ikuti tulisan menarik Rahman lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu