x

Iklan

Djamester Simarrmata

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

E-Money Menuju Cashless Society, Kuda Troya?

Pewajiban penggunaan e-money yang harus bersifat pra-bayar, merugikan pengguna e-money.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Baru-baru ini Jasa-Marga, membuat peraturan bahwa mulai Oktober 2017 jalan tol tidak lagi menerima pembayaran uang tunai, kecuali dengan e-money. Ini satu berita besar dalam negara yang menurut UU-BI No 23 pasal 2 ayat (2)-(4), bahwa uang rupiah adalah alat pembayaran yang sah, dan setiap orang atau badan yang berada di wilayah negara Republik Indonesia tidak boleh menolak untuk menerima uang rupiah. UU BI tersebut saling mendukung dengan UU tentang Mata Uang, No 7 tahun 2011. Pewajiban penggunaan e-money berada dalam kerangka rencana BI tentang Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) untuk menjalankan Cashless Society, tapi bertentangan dengan undang-undang diatas.

Pewajiban penggunaan e-money yang harus bersifat pra-bayar, merugikan pengguna e-money. Syarat pra-bayar memaksa orang mendepositokan uang ke bank atau lembaga lain, tanpa bunga. Selain itu, anggota masyarakat belum tentu memiliki akun perbankann, dan mereka dipaksa lagi memilikinya, satu kesulitan tambahan. Selain itu konsumen kehilangan time-value of money yang diambil sepihak oleh bank atau lembaga lain.

Dalam periode terakhir, isu tanpa uang tunai bagi pembayaran transaksi telah menjadi isu global, sehingga mendorong dua lembaga: Universitas Zurich dan Liberales Institut dalam bulan November 2015 mengadakan konferensi tentang isu itu. Isi perdebatan ialah antara efek negatif dan positif dari cashles society. Konferensi dinamai “Cash on Trial”, menyebutkan uang tunai mempunyai tiga dosa. Satu: uang tunai tidak efisien dan mahal untuk digunakan, masyarakat lebih baik tanpa uang tunai; Dua: uang tunai mendukung kriminalitas, mempermudah pencucian uang dan penghindaran pajak; Tiga: sistem pembayaran dengan uang tunai menyebabkan sistem moneter dengan bunga negatif tidak layak dilaksanakan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penggunaan sistem cashles society yang menyedihkan terjadi di Yunani saat mereka dipaksa melakukan pengehematan besar-besaran untuk mempayar utang saat krisis 2010. Para warga harus mempunyai rekening agar diketahui posisi keuangan setiap orang, dengan perkataan lain agar mereka dapat dimata-matai secara finansial. Ini sungguh diluar perikemanusiaan. Bangsa yang mempunyai sumbangan pemikiran bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan, diperlakukan oleh IMF sungguh berlawanan dengan akal sehat.

Tetapi Berentsen dan Schaer, menyatakan bahwa tiga dosa uang tunai itu tidak benar. Dari data sejarah diketahui bahwa penggunaan uang tunai itu telah cukup lama, dan bila betul tidak efisien, tentu selama ini telah ditinggakan. Analog, sejarah menunjukkan bahwa kriminalitas, pencucian uang serta penghindaran pajak telah lebih tua umurnya dari sejarah penggunaan uang tunai. Tentang peran uang tunai yang menghambat satu sistem moneter dengan suku bunga negatif, data menunujukkan sampai batas tertentu, hal itu telah dilaksanakan dengan tidak ada persoalan, misalnya sampai dengan suku bunga hingga minus 0,75 persen.

Tidak kurang dari Gubernur Sveriges Riskbank Swedia (2016), menuntut bahwa bank-bank seharusnya tetap menyediakan pelayanan uang tunai. Di Swedia sampai terjadi juga pemberontakan terhadap sistem tanpa-uang tunai. Disebutkan bahwa bank-bank mendukung masyarakat non-tunai sebab mereka memperolah keuntungan lebih besar. Sebaliknya publik mempertahankan uang tunai sebab melindungi integritas personal, kurangi segregasi sosial dalam masyarakat, sistem pembayaran akan lebih vulnerable bila uang tunai tak ada lagi, e-money cenderung mendorong utang dan konsumen akan lebih buruk dalam pengelolaan finansialnya. Data menunjukkan, sistem pembayaran dengan uang tunai paling efisien untuk transaksi nilai-kecil. Seperti disebut diatas, tidak semua memiliki akses pada sistem pembayaran elektronik, seperti orang-orang tuna-wisma, imigrasi temporer. Satu argumen sensitif, masyarakat tidak mau dimata-matai dalam keuangannya, atau istilah yang jadi populer, No Big Brother society. Atau: The Cashless Society, A digital Trojan Horse.

Terlihat adanya perlawanan terhadap sistem tanpa uang tunai di negara maju. Pesannya, janganlah satu sistem hanya dibentuk melayani kebutuhan lapis atas, dalam masyarakat yang telah timpang. Argumen lain dari penggunaan e-money di jalan tol, ialah pengangguran bagi mereka yang saat ini bekerja di pelayanan terkait. Ini sungguh sistem nilai neolib yang lebih mengutamakan masalah finansil daripada masalah manusia. Apakah ini NAWACITA?

 

 

Ikuti tulisan menarik Djamester Simarrmata lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler