x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Simbol yang Mencerahkan

Banyak orang menganggap matematika terlampau teknis, tapi matematikawan memandang bidang mereka sebagai bentuk seni.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Salah satu persamaan matematis yang niscaya paling dikenal oleh publik ialah E = mc2—sebuah persamaan yang memiliki implikasi dahsyat. Persamaan yang ditulis oleh fisikawan Albert Einstein ini muncul dalam berbagai film, lagu-lagu pop, juga kartun. Di tahun 1980-an, umpamanya, ada sebuah lagu berjudul Einstein A Go-Go yang dinyanyikan oleh band Landscape. Penggalan liriknya:

“You’d better watch out,

You’d better beware,

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Coz Albert says that E equals mc squared.”

Di suatu masa, ilmuwan al-Khwarizimi (780-850 M) menulis dalam kitab Aljabar: “Bila seseorang mengajukan pertanyaan kepadamu seperti ini: ‘Saya membagi angka sepuluh ke dalam dua bagian, dan mengalikan salah satu bagian dengan bagian lainnya, hasilnya adalah duapuluh satu;’ maka kamu mengetahui bahwa salah satu bagian adalah sesuatu dan bagian lainnya adalah sepuluh dikurangi sesuatu.”

Dalam naskahnya, al-Khwarizimi tidak menulis seperti Einstein menuliskan persamaannya yang mashur itu, yang memakai tanda ‘=’. Ia menjelaskan soalnya itu dengan memakai kata-kata, hal yang juga dilakukan oleh Euclidus dalam karyanya, Elements. Pernyataan al-Khwarizimi itu bila ditulis dalam simbol akan menjadi seperti ini: x (10-x) = 21. Begitu ringkas.

Dalam bukunya, Enlightening Symbols: A Short History of Mathematical Notations and Its Hidden Powers, Joseph Mazur menunjukkan bahwa hingga abad ke-16 Masehi, bahasa Matematika tidak memuat simbol sama dengan atau  ‘=’, dan sebagai gantinya para ilmuwan menggunakan kata-kata, seperti dilakukan oleh Euclidus maupun al-Khwarizimi. Sebagian simbol sudah ada sejak lama, sebagian lainnya disepakati di waktu lebih belakangan.

Dalam buku setebal sekitar 200 halaman itu, Mazur melacak sejarah sejumlah simbol matematis sejak 3.700 tahun yang silam pada masa Babilonia, seperti tanda bagi, akar kuadrat, pangkat, sumbu grafis, maupun simbol-simbol lain yang digunakan untuk berkomunikasi maupun analisis. Keindahan matematika, menurut Mazur—dan hal serupa diakui oleh para ilmuwan, sebagian besar dapat diatribusukan kepada efisiensi simbol-simbol yang cerdas dan rapi. Selain persamaan Einstein tadi, persamaan lain yang ringkas, rapi, dan mengandung kedalaman makna dapat dicontohkan pada persamaan Euler eiπ + 1 = 0

Banyak orang menganggap matematika terlampau teknis, tapi matematikawan memandang bidang mereka sebagai bentuk seni. Mazur menunjukkan bagaimana matematika lebih kreatif daripada yang tertangkap oleh mata. Gagasan yang kompleks dapat ditulis dalam persamaan ringkas yang dapat dipahami oleh beragam orang dari berbagai latar bahasa.

Karya Euclides, Element, menurut Mazur, bersifat retoris—tanpa simbol. Ini berbeda dengan pengetahuan yang dipegang selama ini. Bahkan dalam buku-buku aljabar yang dicetak paling awal di Eropa juga tidak memuat simbol. Tanda ‘sama dengan’ atau ‘setara’ berupa garis pendek sejajar belum digunakan hingga tahun 1575.

Mazur menyebutkan, matematikawan-fisikawan Robert Recorde merupakan orang pertama yang memakai simbol ‘=’ dalam buku aljabarnya yang ia sebut Whetstone of Witte. Dalam karya ini, Recorde menulis kata ‘is equal to’ hampir 200 kali dalam 200 halaman pertama bukunya. Ia akhirnya menyatakan akan menggunakan simbol ‘=====’ untuk menghindari berulang-ulang menulis ‘is equal to’.

Sebelum tanda minus disepakati penggunaannya seperti sekarang, orang menuliskannya secara berbeda-beda. Pernah di suatu masa, tanda minus dilambangkan dengan bulan sabit. Kali lain, tanda negatif berupa garis pendek yang diletakkan di atas angka. Mazur telah menunjukkan sejarah perkembangan notasi matematis yang begitu mengagumkan, yang membuat orang dari berbagai latar budaya mampu memahaminya.

Kini, kita memiliki banyak persamaan indah, seperti persamaan Maxwell yang mengisahkan pada kita bagaimana medan listrik dan medan magnet memiliki relasi dengan densitas muatan dan densitas arus listrik. Persamaan ini seluruhnya ditulis dalam simbol-simbol, membentuk puisi matematis yang menawan. ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler