x

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Illogical theory of nuclear

Riset canggih, biayanya mahal, risikonya fatal, dan anehnya, justru dibuat hanya untuk tidak digunakan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam setiap kajian dan analisis tentang nuklir, selalu muncul tiga fakta yang saling bertubrukan:

Pertama, karena karakter dan risikonya, nuklir selalu menjadi indikator keunggulan sebuah negara di bidang teknologi, yang suka tidak suka, layak diacungi jempol. Negara yang memiliki nuklir akan diperlakukan spesial.

Kedua, produksi hulu ledak nuklir terus berlanjut di lima negara anggota tetap PBB (Amerika, Rusia, China, Inggris, Perancis) plus Israel, India dan Pakistan, yang bila dikumpulkan, jumlahnya jauh melebihi jumlah yang diperlukan untuk menghancurkan segala isi bumi, jika ditembakkan dan diledakkan secara simultan. Dengan fakta ini, diasumsikan bahwa sesungguhnya tidak ada satupun negara yang ingin menyerang negara lain dengan senjata nuklir, yang dikategorikan sebagai mass desctruction weapon (senjata pemusnah massal).

Nicole Hemmer, di fox.com pada 4 Januari 2017 menulis bahwa “If one side struck, everyone would be wiped out. Mutual assured destruction. MAD (jika satu pihak menyerang dengan senjata nuklir, semua pihak akan binasa. Kehancuran semua pihak. Gila”.

Ketiga, dalam sejarahnya, senjata nuklir tidak pernah digunakan dalam perang antara dua pasukan yang bertempur secara head-to-head. Bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945, lebih sebagai tindakan putus asa Amerika, yang dipermalukan oleh serangan udara Jepang ke Pearl Harbour, Hawaii. Meskipun harus diakui bahwa Bom Hiroshima dan Nagasaki juga membuktikan bahwa nuklir merupakan senjata deteren yang paling jitu. Sebab negara manapun akan berpikir seribu kali jika ingin menyerang negara X yang punya nuklir.

Karena itu, sebagian orang hanya fokus pada fakta pertama (keunggulan tekonologi). Sebab fakta kedua dan ketiga kalau dirunut, sebenarnya tidak satupun negara yang menginginkan perang nuklir.

Konsekuensinya, tiga variabel kunci tentang nuklir memunculkan teori baru, yang populer dengan nama illogical nuclear theory (teori ngawur nuklir): riset canggih, biayanya mahal, risiko tinggi, dan anehnya justru dibuat hanya untuk tidak digunakan. Ngawur. Ada yang menyebut nuklir menjadi tidak logis, justru karena logisnya. Bingung. Pertimbangan inilah sebenarnya yang mendorong munculnya kebijakan non-profilerasi nuklir.

Namun, dalam perkembangannya, ketiga variabel fakta tersebut kembali menjadi nisbi atau tidak bisa dijadikan acuan, setelah muncul teori lain yang awalnya terkesan mengejek, tapi sesungguhnya amat serius: “madman theory”. Artinya, tiga fakta di atas menjadi kehilangan sentuhan logisnya, ketika senjata nuklir berada dalam kendali seorang pemimpin yang diasumsikan bisa bertindak sebagai “madman (orang gila)” atau lebih tepatnya “orang nekat”.

Isu nuklir Korea Utara dan nuklir Iran menjadi serius, karena mengacu pada asumsi bahwa pemimpin di kedua negara bisa berbuat nekat: Ayatullah di Iran dan Kim Jong Un di Korea Utara. Namun jangan salah: di Amerika saat ini juga kembali muncul analisis yang menisbahkan madman theory kepada Presiden Amerika Donald Trump, yang dalam pidatonya di depan Sidang Umum PBB pada September 2017, mengancam akan menghancurkan Korea Utara, jika coba-coba mengancam Amerika. Dan saat ini Trump masih ngotot membatalkan Kesepakatan Nuklir Iran yang diteken pada 2015 bersama lima negara lainnya (5+1).

Syarifuddin Abdullah | 13 Oktober 2017 / 23 Muharram 1439H.

Sumber foto: Romolo Tavani/Shutterstock, dalam https://www.vox.com.

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB