x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Agar Amarah tak Merusak Diri Kita

Amarah menggerus kedamaian pikiran dan hatinya sendiri, bahkan menghancurkan diri kita.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Perlukah amarah itu? Tentang hal ini, Ralph Emerson Waldo, penyair kelahiran 1803, pernah berujar: “Untuk setiap menit kemarahanmu, engkau menyerahkan 60 detik kedamaian pikiranmu.” Berapa juta detikkah kedamaian pikiran kita menghilang di sepanjang hidup kita karena amarah?

Begitu penting amarah sebagai bagian dari watak manusia, sehingga psikolog menaruh perhatian besar. Bahkan, di abad pertama Masehi, filosof Lucius Annaeus Seneca menulis risalah—mungkin yang tertua yang pernah ditulis—tentang topik ini. Seneca berpikir bahwa amarah adalah kegilaan temporer. Sekalipun amarah dibenarkan, kata Seneca, tapi kita tak pernah bertindak atas dasar amarah, sebab amarah memengaruhi kewarasan kita.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam film Madiba, Nelson Mandela digambarkan sebagai sosok yang mampu mengendalikan amarah—bukan sekedar untuk kebaikan dirinya pribadi, tapi juga—dan lebih penting lagi—bagi perjuangan bangsanya membebaskan diri dari belenggu apartheid. Ia sempat tergoda, memang, tapi akal sehatnya mencegahnya melangkah lebih jauh. Sekalipun, pengikutnya diserang oleh kelompok sebangsa yang berhasil dibujuk oleh pemerintah apartheid.

Jalan damai tanpa kekerasan, sekalipun harus dibalas dengan mendekam di penjara hingga 27 tahun, tetap dipegang Mandela. “Aku sudah berlibur panjang,” ujarnya tentang bui. Ia memang marah menyaksikan apa yang dialami rakyatnya, dan ia berhak untuk itu, tapi mengendalikan amarah telah mengantarkan bangsanya terbebas dari apartheid.

Mandela menyadari, bila ia mengikuti amarahnya, ia akan menjadi monster yang tak berbeda dari penguasa. Ia butuh mengendalikan emosi destruktif ini untuk meraih kepercayaan orang lain, bila bukan persahabatan. Dengan meredam kemarahan—dan mengelolanya jadi kekuatan, Mandela berhasil menarik simpati penjaga penjara berkulit putih yang kemudian memahami mengapa ia berjuang dan untuk apa perjuangannya.

Mandela sudah mencontohkan bagaimana mengelola amarah begitu penting demi keberhasilan perjuangan, sedangkan Massimo Pigliucci mengambil kearifan kuno di masa Seneca untuk diadaptasi ke masa sekarang. Dalam bukunya yang baru saja terbit, How to Be a Stoic: Ancient Wisdom for Modern Living, Pigliucci—guru besar filsafat di City College, City University of New York—berbagi saran perihal pengelolaan amarah.

Pertama, mulailah dengan perenungan. Pikirkan situasi apa yang dapat memicu kemarahanmu dan pahami lebih dulu bagaimana kamu mesti menanganinya.

Kedua, begitu kamu merasakan gejala akan marah, kenali sebab-sebabnya dengan segera. Jangan tunda atau kamu akan kehilangan kendali.

Ketiga, bila kamu pada dasarnya orang yang tenang, hindari hal-hal dan situasi yang membuatmu mudah tersinggung.

Keempat, mainkan instrumen musik yang membikin pikiran dan hati lebih rileks. Pikiran dan hati yang tenang akan meredam kemarahan.

Kelima, temukan lingkungan yang menyenangkan. Jika menemukan lingkungan yang kurang menyenangkan, ubahlah; bila tak mampu, menghindarlah.

Keenam, jika sedang letih, tak usah terlibat pembicaraan, terlebih pembicaraan mengenai hal-hal yang sensitif memicu kenaikan emosi.

Ketujuh, karena berbagai alasan, jangan memulai pembicaraan manakala kamu sedang haus atau lapar. Boleh jadi, kamu mudah tersinggung karena perut sedang kosong.

Kedelapan, akrabilah kelakar untuk menghadapi situasi tak terduga. Kelakar sering berguna saat kita dihadapkan situasi sukar dan tidak menyenangkan.

Kesembilan, buatlah jarak dengan situasi dengan berjalan-jalan, pergi dulu ke ruang toilet, atau melakukan apa saja yang membuatmu dapat menarik napas lebih panjang dari situasi yang menegangkan.

Kesepuluh, ubahlah gerak tubuhmu untuk mengubah pikiranmu: pelankan langkahmu, turunkan nada suaramu, kendalikan gerak tubuhmu.

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler