x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SeninCoaching: Anda Siap Menang di Arena Global?

Kembangkan kompetensi diri, pilih straight path untuk sukses di era globalisasi sekarang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Leadership Growth: What is Your Straight Path to Better Results?

 

Mohamad Cholid

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Practicing Certified Business and Executive Coach

 

The best time to plant a tree was 20 years ago. The second best time is now,” a Chinese Proverb.

 

Beberapa pekan lalu dua orang CEO dari dua perusahaan yang berbeda industrinya, memberikan respon sama saat mendapatkan peluang meningkatkan kompetensi diri dan timnya. “Kayaknya program tersebut bukan buat saya deh. Kami lagi investasi pengembangan usaha, tidak ada budget untuk training,” begitu jawaban mereka. 

Fakta keduanya: Pertama, mereka mengaku cemas menghadapi globalisasi dan gemetar berkompetisi dengan para pelaku bisnis dari luar negeri. Kedua, mengaku tidak ada anggaran untuk training, tapi ada dana untuk menyewa mobil bagus sebagai kendaraan si CEO. Ketiga, kenyataannya sudah dua tahun ini organisasi dan bisnis mereka tidak menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya.

Supaya kita bebas dari judgment bahwa mereka tampaknya termasuk golongan manusia kebanyakan yang cenderung lebih senang membelanjakan uang untuk benda-benda simbol sukses dibandingkan untuk investasi meningkatkan kompetensi diri, kita tengok kenyataan lain di kalangan bisnis umumnya.

Di sejumlah business networking atau kegiatan semacamnya di Jakarta atau kota-kota besar lainnya, kita umumnya akan menghadapi situasi dimana lebih dari 50% peserta mengeluh tentang keadaan ekonomi, perihal SDM (Sumber Daya Manusia) mereka, dan menyalahkan pihak lain sebagai penyebab bisnis mereka berjalan pelan. Apakah Anda juga sering menemui kenyataan semacam itu?

Menjalani kehidupan, untuk pribadi dan sebagai eksekutif atau leader di organisasi, ada dua pilihan mendasar yang sangat sederhana. Keduanya terbagi oleh satu garis horizontal. Anda tinggal memilih, mau di atas garis sebagai pemenang atau menempatkan diri sebagai korban (lingkungan ekonomi, politik, atau interaksi dengan sesama manusia).

Bagi yang memilih menjadi pemenang akan mengembangkan pola pikir dan action berdasarkan perilaku: Ownership, Accountable, dan Responsible. Istilah yang lazim di kalangan pelaku bisnis (yang siap menghadapi globalisasi) adalah being above the line. Apapun kondisinya, cek diri sendiri dulu, apa yang mesti ditingkatkan untuk menghadapi realitas.

Sedangkan yang cenderung menempatkan diri mereka sebagai korban keadaan akan berperilaku: Blaming (menyalahkan pihak lain), Excuses (selalu ada alasan menunda tindakan menjadi lebih baik), dan Denial (menyangkal ada masalah). Ini disebut living below the line.

Terkait dengan upaya meningkatkan kompetensi kepemimpinan diri dan tim untuk mengembangkan organisasi meraih hasil lebih baik, kita lihat organisasi-organisasi yang memiliki semangat ownership, accountable, dan responsible.

Bagi mereka, fakta dihadapi dengan bijak, bukan dikeluhkan. Para eksekutif dan leaders bertanggung jawab dan dapat dipercaya menggerakkan tim melalui sederet kegiatan peningkatan kompetensi (coaching, workshop, training) dan dengan teladan perilaku kepemimpinan mereka.

Contohnya AmRest Holdings, memulai usaha pada 1993 dengan satu gerai Pizza Hut di Wroclaw, Polandia. Sekarang sudah memiliki 1.460 restoran (ada KFC, Burger King, Starbuck, Tagliatella dll) tersebar di Eropa Timur, Russia, China, sampai AS.

Co-founder dan Chairman AmRest, Henry McGovern, mengatakan, “Kami lebih mirip perusahaan pelatihan ketimbang bisnis restoran.” Di Russia, pada 2013 AmRest mengeluarkan investasi untuk menyelenggarakan pelatihan peningkatan kompetensi sebanyak 20.000 jam, ketika menumbuhkan usaha dari dua menjadi 80 restoran.

“The only way to grow a company is to grow the people first,” kata Verne Harnish dalam buku Scaling Up, Mastering the Rockefeller Habits 2.0 (2014).  Jack Welch mengeluarkan US$ 50 juta untuk Crotonville, pusat pengembangan kompetensi tim GE. Sedangkan The Container Store menyediakan 263 jam pelatihan formal untuk tahun pertama yang baru bergabung. Dan banyak lagi contohnya.

Perusahaan-perusahaan yang berorientasi pada kepentingan jangka panjang, berkontribusi membangun sejarah, umumnya memiliki tradisi pengembangan kompetensi, dalam bentuk dan cara masing-masing, melalui in-house training dan magang internal. Di Indonesia, yang dikenal melakukan pengembangan kompetensi tim secara konsisten dan terstruktur antara lain PT Astra International, di kelompok media contohnya Majalah Tempo. Setiap kenaikan ke jenjang tanggung jawab berikutnya mesti lulus pelatihan/magang.

Tuntutan dunia professional dengan tanggung jawab sosial tinggi memerlukan peningkatan kompetensi berkesinambungan. Bagi pilot komersial, misalnya, ada keharusan mengasah kemahiran selama 60 jam setahun. Kita tentunya juga mengetahui, para atlet professional lazim berlatih hampir setiap hari dengan jeda beberapa hari dalam sebulan, kendati kompetisi belum tentu sebulan sekali.

Maka sebenarnya agak mengherankan jika kalangan pengendali bisnis, yang kenyataannya menghadapi kompetisi nyaris setiap hari, masih banyak yang belum membuka diri dan hati melakukan continuous self-improvement. Peningkatan skills dan kompetensi, plus pengembangan kepemimpinan (behavioral leadership growth), masih mereka anggap sebagai beban, belum sebagai investasi.

Dari berbagai survei oleh sejumlah lembaga berbeda dan dari kenyataan yang dapat kita lihat sehari-hari, continuous improvement para pengelola usaha dan tim mereka menjadikan organisasi lebih dari sekedar bertahan menghadapi perubahan, tapi juga dapat memberikan hasil lebih signifikan.

Sebaliknya, banyak organisasi tidak bertahan lama bukan karena para pengelolanya tidak mahir marketing, keuangan, produksi atau distribusi, tapi karena mereka menutup diri untuk berkembang. Itu kesimpulan Michael E. Gerber, yang organisasinya sudah memberikan pelatihan bagi puluhan ribu perusahaan di dunia.

Management & Leadership Guru Peter F. Drucker pernah mengingatkan, berhenti mengembangkan diri dapat menyebabkan bernasib seperti dinosaurus, obsolete.

Hari-hari ini, ketika teknologi informasi dan model bisnis serta ide-ide baru dalam lanskap global menyebabkan dinamika perubahan ibarat seirama dengan nafas dan kedipan mata kita, para eksekutif dan leaders makin memerlukan kemampuan adaptasi yang lebih tinggi. Kuncinya adalah rendah hati untuk terus belajar, meningkatkan kompetensi, menemukan perspektif-perspektif baru.

Tradisi peningkatan kompetensi berdasarkan metode Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching (MGSCC) menegaskan pentingnya sikap rendah hati, berani menghadapi situasi rentan merambah wilayah pemikiran baru, dan disiplin – making leadership change stick is about creating more effective habits and process which requires discipline execution of your action plans and consistent follow up with stakeholders.

MGSCC membantu para eksekutif dan leaders organisasi multinasional, atau yang bersintuhan dengan dunia internasional  --  mitranya, pemasoknya, customer-nya (misalnya hotel) -- menjadi lebih kompeten. Siap menghadapi tantangan global.

Satu dari sejumlah panduan untuk membantu para eksekutif dan leaders memiliki kompetensi untuk berkompetisi di dunia internasional adalah Global Leadership, The Next Generation. Buku ini disusun oleh Marshall Goldsmith, Cathy L. Greenberg, Alastair Robertson, dan Maya Hu Chan berdasarkan hasil survei terhadap 200 organisasi di enam benua – disponsori Accenture.

Survei yang berlangsung selama dua tahun tersebut untuk memastikan, kompetensi apa saja yang diperlukan bagi para eksekutif dan leaders agar sukses di era global.

Benefit bagi para eksekutif dan leaders peserta program MGSCC adalah peluang meningkatkan 15 kompetensi kepemimpinan yang vital sekarang, sebagai straight path menghadapi perubahan saat ini sampai lima atau 10 tahun mendatang. Materinya kontekstual dengan posisi strategis kita di dunia yang terus berubah.

Sudah waktunya orang cerdas seperti Anda menjalani kehidupan pribadi dan profesi dengan sikap above the line -- memiliki ownership, accountable, dan responsible menyambut tantangan dan peluang hari ini dan esok. Investasi untuk meningkatkan kompetensi diri ibarat menanam pohon kehidupan.

   

Mohamad Cholid  adalah Head Coach di Next Stage Consulting

n  Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching

n  Certified Marshall Goldsmith Global Leader of the Future Assessment

Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528)

(www.nextstageconsulting.co.id)  

     

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler