x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Satu Abad Arthur Clarke, Maestro Fiksi Sains

Tahun ini, andaikan masih hidup, Arthur Clarke berusia satu abad. Ia telah mewariskan lebih dari 100 judul buku.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Selalu ada cara untuk memeringati kontribusi seorang visioner seperti Arthur Charles Clarke. Dalam konteks satu abad usia Clarke (andaikan ia masih hidup), serangkaian acara segera digelar untuk mengingat pandangan dan imajinasi sosok yang intensif memikirkan sains masa depan, khususnya angkasa luar, dan dampaknya terhadap masyarakat. Salah satu acara yang bakal menarik ialah serangkaian ceramah dan diskusi antar generasi untuk mencari cara menjawab tantangan yang akan dihadapi masyarakat 25 tahun mendatang, sebagaimana nama program ini Conversations on Imagination: Reimagining the Future.

Di sini, nama Arthur Charles Clarke boleh jadi kalah populer dibandingkan dengan 2001: A Space Odyssey. Padahal, film science-fiction arahan Stanley Kubrick yang mashur itu diciptakan bersama Clarke—yang menulis skenarionya, berdasarkan cerita pendeknya,”The Sentinel,” yang dipublikasikan pertama kali pada 1951. Skenario itu kemudian digubah menjadi novel berjudul sama dengan film itu. Di sini Clarke menunjukkan posisinya sebagai promotor gagasan bahwa takdir manusia sesungguhnya melampaui batas-batas Bumi. Film 2001 masuk nominasi peraih Oscar 1968, antara lain untuk penyutradaraan dan skenario terbaik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagai penulis novel-novel science-fiction, Clarke tidak berhenti menawarkan rekaan belaka. Ia, mirip dengan Jules Verne, menulis bagaikan seorang peramal yang meneropong ke masa depan—Verne antara lain menulis tentang penerbangan mengelilingi Bumi dengan memakai balon udara. Tatkala dunia sibuk berperang, 1945, Clarke menulis relatif detail tentang satelit telekomunikasi, lebih dari satu dasawarsa sebelum orang berbicara tentang satelit angkasa luar. Fiksi menjadi sarana vital bagi Clarke untuk menyampaikan ide-ide visioner sains kepada publik luas.

Clarke menyadari benar betapa penting perannya sebagai “juru bicara sains” kepada publik awam. Apa lagi ketika tidak banyak ilmuwan yang berperan seperti Carl Sagan, astronom yang bersedia menulis tema-tema science secara popular dan  bahkan menulis novel yang juga difilmkan, Cosmos. “Kebanyakan pencapaian teknologi didahului oleh orang-orang yang menulis dan membayangkannya,” kata Clarke. “Saya yakin, kita tidak akan mengirim orang sampai ke Bulan, bila bukan karena [khayalan] H.G. Wells dan Jules Verne.”

Pengaruh Clarke terhadap sikap publik kepada ruang angkasa diakui oleh para astronot AS dan kosmonot Rusia, juga oleh Carl Sagan. Clarke pun tahu, beberapa orang memilih menjadi astronot setelah membaca buku-bukunya. Dan Clarke merasa senang bahwa ide-idenya tak berhenti sebagai cerita khayalan belaka, melainkan sebagai kemungkinan-kemungkinan yang layak dipikirkan.

Visinya, harus diakui, memberi sumbangan penting bagi pengembangan program angkasa luar. Charles Kohlhase, yang merencanakan misi Cassini NASA ke Planet Saturnus, memuji kontribusi Clarke. ”Tatkala Anda memimpikan apa yang mungkin, dan menambahkan pengetahuan fisika, Anda dapat mewujudkan impian itu.”

Di kota tepi laut Minehead, Somerset, Inggris, 16 Desember 1917, Clarke dilahirkan dari pasangan ayah seorang petani dan ibu juru tik telegram di kantor pos. Sebagaimana anak-anak lainnya, Clarke menjalani sekolah secara biasa. Namun, sejumlah peristiwa membangunkan imajinasi ilmiahnya: pantai Somerset yang berbatuan, kartu bergambar dinosaurus, serta mainan konstruksi Meccano set.

Minat Clarke terus berkembang. Ia kemudian kerap menggunakan waktunya melakukan kegiatan yang ia sebut “memetakan bulan” melalui teleskop yang ia buat sendiri. Namun peristiwa yang paling membekas ialah ketika di usia 13 tahun—tahun ketika ayahnya meninggal—ia memperoleh Astounding Stories of Super-Science, yang kelak menjadi majalah science fiction terkemuka di Amerika. Ia menikmati kisah-kisah petualangan yang diramu dengan sains. Di majalah itu pula, pada 1946, ia mengirim cerita pendek “Rescue Party” yang menandai kariernya sebagai penulis fiksi.

Dalam “Rescue Pary” Clarke berkisah tentang para alien yang datang untuk menyelamatkan Bumi dari ledakan matahari. Makhluk angkasa luar ini mendapati manusia, spesies primitif yang telah mengetahui bagaimana menggunakan sinyal radio, ternyata telah menyelamatkan diri. Dengan memakai pesawat angkasa luar, manusia pergi menuju bintang-bintang walau harus menempuh ratusan tahun. Keberanian dan keputusan manusia ini mengejutkan para alien. “Ini peradaban yang paling muda di Semesta ini,” kata salah seorang alien. “Empat ratus ribu tahun yang lampau peradaban ini belum ada. Akan seperti apa peradaban ini sejuta tahun lagi?”

Selagi masih bersekolah, Clarke bergabung dengan British Interplanetary Society yang baru dibentuk. Anggotanya adalah orang-orang yang memegang pandangan kontroversial bahwa perjalanan angkasa (space travel) bukan hanya mungkin, tapi bisa dilakukan manusia dalam waktu tidak terlalu lama.  Pada 1937, setahun sesudah ia pindah ke London untuk bekerja, ia mulai menulis novel science fiction pertamanya, Against the Fall of Night, yang baru terbit 16 tahun kemudian.

Saat berlangsung Perang Dunia II, Clarke menjadi perwira di Angkatan Udara Inggris sebagai radar specialist. Ia sempat ditugaskan untuk bekerja bersama tim ilmuwan-insinyur Amerika yang mengembangkan sistem pendaratan pesawat yang dikendalikan radar dalam cuaca buruk. Pengalaman ini mendorong Clarke menulis novel non-science fiction satu-satunya, Glide Path (1963). Buku non-fiksinya, The Exploration of Space, yang terbit pada 1952 menjadi buku laris. Pilihannya menjadi penulis-lepas tidak keliru, walau sebelumnya ia sempat menjadi editor-pembantu di jurnal ilmiah Physics Abstracts setelah lulus dari King’s College dengan penghargaan kelas-satu dalam fisika dan matematika.

Di tengah kesibukan menulis fiksi, Clarke juga menulis makalah teknis, yang diterbitkan di jurnal Wireless World di Inggris. Ia mengungkapkan kelayakan satelit buatan sebagai stasiun pemancar untuk komunikasi yang berbasis Bumi. Makalah ini memuat serangkaian diagram dan persamaan yang memperlihatkan “stasiun angkasa” yang parkir di orbit sekitar 22.240 mil di atas ekuator sehingga periode rotasinya persis sama dengan periode rotasi bumi, 24 jam. Pada orbit tersebut, sebuah satelit buatan dapat ditempatkan pada suatu posisi yang relatif tetap terhadap posisi-posisi tertentu di muka Bumi, sehingga posisinya seperti “diam.”

Dengan posisinya yang stasioner. satelit ini dapat menangkap sinyal yang ditransmisikan dari satu tempat di Bumi dan kemudian mentransmisikan-kembali sinya itu ke tempat lain di Bumi. Ia mengakui bahwa tidak ada yang baru dalam makalahnya—mulai dari gagasan tentang satelit artifisial hingga matematika orbit geostasioner. Sumbangan pentingnya ialah membangkitkan kesadaran umum bahwa era satelit itu hampir tiba. “Apa yang tampaknya merupakan mimpi liar,” tulis Isaac Asimov, penulis science fiction dalam buku non-fiksinya, Asimov’s New Guide to Science, menjadi kenyataan lima belas tahun kemudian. Pada 12 Agustus 1960, Amerika Serikat meluncurkan Echo I, balon polyester tipis yang dilapis aluminium berdiameter 100 kaki (kira-kira 30 meter) yang mengapung di angkasa dan bertindak sebagai reflektor gelombang radio.

Selain puluhan karya tulisnya, Clarke mewariskan Tiga Hukum yang provokatif, mengenai sains, science fiction, dan masyarakat. Dalam Profiles of the Future (1962), Clarke menyebutkan ketiga “hukum” itu: Pertama, Manakala seorang ilmuwan terkemuka mengatakan bahwa sesuatu itu mungkin, ia hampir pasti benar. Manakala ia mengatakan bahwa sesuatu itu mustahil, ia sangat mungkin salah. Kedua, satu-satunya cara menemukan batas-batas kemungkinan ialah menjelajahi jalan sempit hingga sampai ke dalam kemustahilan. Ketiga, teknologi maju apapun tidak dapat dibedakan dari sulap.

Seperti halnya Verne dan Wells, Clarke mengatakan pengaruh terbesar atas dirinya sebagai penulis datang dari Lord Dunsany, seorang fantasist dari Inggris. Ia juga menyebut nama filosof Inggris, Olaf Stapledon, yang menulis banyak cerita spekulatif yang memproyeksikan evolusi manusia menuju pencapaian terjauh dalam ruang dan waktu. Moby-Dick, karya Herman Melville, juga ia akui memengaruhinya. Clarke memang berpendapat, “tak seorangpun mampu meramalkan masa depan.” Namun, sebagai penulis science fiction, ia mengaku tak dapat mengelak untuk menarik semacam ”masa depan yang mungkin” dari catatan sejarah yang ada.

Namun, banyak orang mengakui bahwa prediksi Clarke tentang terobosan teknologi luar biasa akurat. Pada 1940an ia meramalkan bahwa orang dapat mencapai bulan pada 1970—sebuah gagasan yang dianggap orang tidak masuk akal. Ia juga “meramalkan” satelit komunikasi, jaringan komputer berskala luas, dan perjalanan antarplanet maupun kolonisasi planet di tata surya. Bersama penulis lain, seperti Isaac Asimov, Robert A. Heinlein and Ray Bradbury, Clarke memberi pencerahan bagi publik tentang wilayah-wilayah pengetahuan yang belum terjamah oleh manusia.

Semangat hidupnya diuji ketika pada 1962 Clarke terserang polio. Setelah melewati masa perawatan dan merasa sudah pulih, ia kembali bermain tenis meja yang menjadi olahraga favoritnya. Namun, pada 1984 ia mengalami post-polio syndrome, yang dicirikan oleh kelemahan otot dan kelelahan yang ekstrem. Clarke menjalani sisa hidupnya hingga meninggal di kursi roda. Dan ia tetap produktif, dengan menghadirkan antara lain The Sands of Mars, Imperial Earth, Prelude to Space, ataupun Tales of Ten Worlds.

Dalam Childhood’s End—yang terus-menerus dicetak hingga kini dan telah diterjemahkan sekurangnya ke dalam 40 bahasa, Clarke berkisah tentang ras alien yang berusaha mendamaikan Bumi yang tengah dilanda ketegangan Perang Dingin. Namun, misi sebenarnya alien ini ialah menyiapkan manusia untuk menghadapi evolusi tahap berikutnya.

Produktivitas menulisnya bagai tak berakhir, hingga ketika tengah mengerjakan novel The Last Theorem, Arthur Clarke dikutip telah mengatakan, ”The Last Theorem membutuhkan waktu yang lebih lama ketimbang yang saya duga. Mungkin ini menjadi novel terakhir saya...” Ia mengaku sudah beberapa kali mengatakan begitu, namun kali ini memang demikianlah yang terjadi. Clarke pergi di usia 90 di Kolombo, Srilanka, Maret 2008.

Pada ulang tahunnya ke 90, Desember 2007, tiga bulan menjelang kematiannya, Clarke merekam pesan perpisahan kepada sahabat-sahabatnya bahwa ia ingin sekali melihat bukti kehidupan extraterrestrial di masa hidupnya. Sayangnya, keinginan ini tidak terwujud. Namun ia telah mewariskan lebih dari 100 judul buku yang akan selalu membakar semangat pembacanya untuk terus mencari batas-batas kemungkinan paling luar yang sanggup dijangkau manusia. Dengan semua ikhtiarnya itu, Clarke tetap rendah hati. "Saya tidak berpretensi bahwa kita punya jawaban atas semua pertanyaan. Namun, pertanyaan-pertanyaan itu amat bernilai untuk dipikirkan," kata Clarke. (Foto: Arthur Clarke/telegraph.co.uk) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler