x

Iklan

Alfan Tiara Hilmi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ini Harapan PKL di Depan Balai Kota Pada Gubernur Baru

Harapan para pedangang kaki lima yang kerap berjualan di depan kantor Gubernur DKI Jakarta sangatlah sederhana.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

 

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Jakarta - Halaman Balai Kota DKI Jakarta terlihat minim tanda kehidupan, Selasa 17 Oktober 2017 malam itu. Hal ini lumrah, karena jarum jam saat itu sudah mengarah ke pukul 01.00 WIB.

 

 

 

Padahal beberapa jam sebelumnya, ratusan warga dari berbagai kalangan tumpah ruah di sana. Mereka datang demi melihat Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang baru. Sisa-sisa perayaan yakni puluhan karangan bunga bertuliskan ucapan selamat berjejer di pinggir Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.

 

 

 

Dini hari itu, di area halaman Balai Kota, tiga orang kuli sibuk mengangkat peralatan panggung. Sedangkan di luar, beberapa petugas keamanan terlihat duduk-duduk di atas trotoar beralaskan tikar. Suasananya santai dengan suguhan kopi hitam berwadah gelas plastik.

 

 

 

Tidak jauh dari mereka, terparkir sebuah sepeda ontel penuh dengan puluhan susu dan kopi saset, thermos biru serta tumpukan gelas plastik. Pemiliknya adalah penjual minuman bernama Mulyadi Zain, berusia 19 tahun. Mulyadi mengaku baru dua tahun berjualan minuman dan tidak melanjutkan kuliah karena terkendala biaya.

 

 

 

Mulyadi hanya berharap dengan terpilihnya pemimpin baru Jakarta dirinya dapat berjualan bebas di depan Balai Kota. Ia mengaku, petugas Satpol PP kerap melakukan penertiban di sana meskipun PKL sudah mengikuti aturan yang ditentukan.

 

 

 

Mulyadi mengatakan para pedagang hanya boleh berjualan di depan Balai Kota dari 22.00 WIB sampai 05.00 WIB. Menurutnya, sebaiknya pembatasan waktu tersebut dihilangkan. Ia mengeluh, berjualan di jam-jam itu sepi pembeli.

 

  

 

“Harapannya kita bisa bebas berjualan di depan Balai Kota. Karena biasanya dibatasi,” kata Mulyadi

 

 

 

Tidak lama kemudian, sebuah gerobak bertuliskan “Nasi & Mie Goreng” melaju pelan dari arah Kedutaan Besar Amerika Serikat. Di belakangnya terlihat seorang pria paruh baya mendorong gerobak tersebut hingga melewati depan gedung Balai Kota DKI Jakarta.

 

 

 

Pria itu bernama Edi. Ia mengaku sudah 30 tahun lebih berjualan mie di Jakarta.

 

 

 

Ketika ditanya tentang harapan dari Gubernur DKI Jakarta yang baru, jawaban Edi mirip dengan Mulyadi. Pria berusia 60 tahun itu meminta kepada Pemda agar diberikan keleluasaan berdagang di Balai Kota.

 

 

 

“Kadang saya dagang malam saja dioyok-oyok (dikejar-kejar) petugas satpol PP. Ya jam segini lah,” kata Edi sambil menunjuk-nunjuk lokasi saat ia cekcok dengan petugas.

 

 

 

Bapak tiga orang anak itu berharap pemerintah lebih mempermudah PKL untuk dapat mencari keuntungan. Dari berjualan mie, Edi mengaku bisa meraup untung hanya Rp 50 ribu dengan penghasilan kotor Rp 100 ribu per hari. Dari keuntungan tersebut, Edi mengaku sulit menghidupi anak istrinya.

 

 

 

Edi mengatakan dirinya tidak terlalu memperhatikan kinerja gubernur atau pejabat pemerintah selama 30 tahun tinggal di Jakarta. Yang hanya ia ingat adalah era pemerintah orde baru.

 

"Paling enak waktu zaman Soeharto. Walaupun korupsinya gila tetapi buat hidup saya lumayan," kata Edi santai.

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Alfan Tiara Hilmi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler