x

Ilustrasi eReader. cnet.com

Iklan

Andrian Habibi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Membungkam Kemerdekaan Penulis

Kata-kata menjadi bumerang dan dilema. Ada kata-kata di dunia jurnalistik maupun media daring menghantui para penulis kata. Merdekakan Kata-Kata.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Saat sebuah peristiwa diberitakan, maka publik adalah pembaca dan penilai atas kata-kata yang disusun menjadi kalimat bermuatan informasi. Setalah itu, terkadang berita yang dimuat, khususnya di media sosial ditambah dengan pengantar yang menarik hati pembaca. Ada pula pembaca atau pihak wartawan dari media tersebut menyebarluaskan berita yang di baca.

Di sini lah terjadi masalah, terkadang kata untuk mengantarkan berita yang dibagi menyinggung beberapa orang. Padahal, kata-kata adalah hak pemilik yang harus ditanyakan ulang arti dari kata-kata tersebut. pembaca bisa saja menafsirkan sendiri pengantar berita. Namun, si penyebar memiliki hak untuk menjelaskan agar pembaca dan penyebar berita memiliki pemahaman yang sama.

Nasib naas ini yang sedang menimpa tempo. Saat berita memuat frasa ‘G30Setnov’ sebagai pertanda Setya Novanto memenangi praperadilan. Organisasi sayap partai golkar bernama Sentral Organisasi Karyawan Swadiri (SOKSI) melaporkan Pimpinan Redaksi Tenpo Budi Setyarso ke Dewan Pers. Berita tempo seakan bermotof jahat yang dilakukan secara massif dan berujung pada pembunuhan karakter Ketua Umum Golkar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Adapun barang bukti terdiri dari 10 pemberitaan tempo, kuis dan cuitan ‘G30Setnov’ di twitter. Bahkan SOKSI sedang mempertimbangkan untuk melaporkan koran tempo ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Jika ini dilakukan, lengkap sudah jalan panjang laporan terdahap Tempo media.

Kata-kata Tak Bersuara

Berita ataupun tulisan dengan pelbagai jenis adalah kata-kata yang tidak bersuara. Ia –tulisan- akan nyaring saat pembaca membaca dengan nada yang keras. Kata-kata bisa saja tak terdengar saat pembaca membaca di dalam hati.

Kata-kata tidak bisa dibungkam selagi mulut dan tangan masih bisa menjalankan fungsi. Kata-kata tidak akan hilang selama manusia hidup di dunia. Akan tetapi, kata-kata mampu di bungkam apabila aturan manusia memaksa untuk menyumbat mulut (suara) dan memborgol tangan (tulisan).

Dari kasus yang di hadapi oleh tempo, masalah berulang adalah persoalan kata-kata disetiap pemberitaan. Laporan ke Kepolisian dan Dewan Pers bisa selalu menyertai perjanalan hidup Tempo untuk menyebarkan berita kepada masyarakat. Belum usai satu masalah, muncul masalah baru.

Sepanjang yang saya ketahui, pemberitaan di media apapun termausk tempo berada di ranah jurnalistik. Ruang para pewarta menyampaikan informasi, data dan peristiwa kepada pembaca. Jalan mulia anak bangsa yang menginginkan seluruh warga negara memperoleh hak atas informasi.

Akan tetapi, semangat pemenuhan hak asasi manusia pun menjadi alat untuk saling menjaga. Sepanjang suatu berita itu adalah benar, maka bagaimanapun cara menyampaikan berita dianggap sah. Apalagi, para pewarta memenuhi aturan yang dibuat oleh dewan Pers.

Di lain sisi, kata-kata yang tertulis memang berbeda dengan kata-kata yang disampaikan oleh mulut. Tulisan dan suara memiliki caranya sendiri untuk menyampaikan informasi. Maka, demi memahami kata-kata yang tertulis, penting bagi pembaca memahami informasi yang disampaikan dan tujuan pemberitaan. Agar tidak salah menangkap maksut suatu berita.

Jalan Keluar

Demi menjaga hubungan baik antara pewarta dan pembaca, maka diberikan lah hak menggugat pada pembaca. Pembaca bisa menggugat media atau pewarta atau penyebar berita. Tujuannya agar berita bisa adil dan mampu menjelaskan apa yang tidak bisa dijelaskan oleh beberapa paragraf berita.

Sebaliknya media, pewarta dan penyebarluas berita diberikan hak jawab. Sebuah hak yang digubanakan untuk menjelaskan suatu kata pengantar berita atau isi berita. Terkadang hak jawab tidak mampu memenuhi hasrat pembaca yang menggugat. Setidaknya, hak jawab bisa menjelaskan apa yang melatarbelakangi suatu berita dimuat.

Apabila hak gugat dan hak jawab tidak menemukan muara perdamaian atas sengketa informasi. Ranah pidana siap menampung keluhan seseorang yang merasa dirugikan. Pilihan ini cukup melelahkan karena berujung pada lingkup peradilan. Ketukan palu hakim lah yang mampu menyelesaikan akhir pertikaian kata-kata.

Namun, saya masih merasa bahwa Tempo dan surat kabar juga media daring tidak perlu takut untuk mewartakan apa yang penting bagi masyarakat. Seandainya pihak-pihak yang merasa dirugikan kalah dalam semua jalan menggugat. Saya sarankan untuk menerima dengan lapang dada.

Ingatlah, kebenaran masih saja menggunakan alat pengukur bernama pendapat publik. Apapun keputusan terhadap para pewarta, khususnya Tempo. Mari kita tanyakan kepada publik, apakah itu benar atau tidak. Selama sebahagian besar masyarakat menyatakan itu benar, maka benar lah. Begitu juga sebaliknya.

Terakhir saya ingin sampaikan kepada semua pembaca tulisan ini. Kata-kata adalah gabungan huruf yang disatukan menjadi kalimat. Apabila kata-kata dinilai salah, maka perbaiki lah agar benar. Apabila kata-kata dinilai benar, maka kita lah yang harus memperbaiki diri.

 

Andrian Habibi adalah paralegal di Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Nasional dan Deputi Kajian Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia juga Fungsionaris Bidang Hukum dan Ham Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI).

Ikuti tulisan menarik Andrian Habibi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler