x

Iklan

Redaksi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kontroversi Aturan Baru Taksi Online

Yang juga mengkhawatirkan adalah adanya aturan mengenai kuota kebutuhan taksi online atas rekomendasi gubernur dan kemudian ditetapkan pemerintah pusat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Peraturan baru Menteri Perhubungan mengenai taksi online hanya menambah masalah. Alih-alih menjawab gugatan para pengemudi, peraturan baru itu malah membuka peluang korupsi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Peraturan tersebut merupakan revisi atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Peraturan itu akan disahkan pada 1 November nanti. Ia diterbitkan karena Mahkamah Agung, atas permohonan uji materi oleh enam pengemudi taksi online, memutuskan bahwa sejumlah pasal dalam peraturan itu melanggar undang-undang sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Namun ketentuan baru tersebut tampaknya dikeluarkan dengan terburu-buru dan tanpa pertimbangan mendalam. Rancangan aturan itu, misalnya, masih menetapkan tarif berdasarkan batas atas dan batas bawah yang ditetapkan Kementerian Perhubungan atas usul daerah. Padahal, MA menyatakan penetapan tarif semacam itu melanggar undang-undang. Hal itu jelas membuka peluang bagi siapa saja yang merasa dirugikan untuk mengajukan gugatan lagi ke MA.

Yang juga mengkhawatirkan adalah adanya aturan mengenai kuota kebutuhan taksi online atas rekomendasi gubernur dan kemudian ditetapkan pemerintah pusat. Jumlah kuota itu rawan diperjualbelikan dan membuka peluang suap. Bagaimana menetapkan jumlah itu? Apa ukurannya? Pemerintah harus mulai mempertimbangkan pengambilan keputusan semacam itu berdasarkan data dan penelitian yang sahih. Dengan begitu, kebutuhan taksi online, misalnya, benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat, bukan sekehendak kepala daerah.

Revolusi teknologi digital telah mendorong lahirnya layanan taksi berbasis aplikasi yang praktis, efisien, dan murah. Teknologi ini juga memungkinkan pengusaha kecil dan menengah masuk dalam bisnis transportasi yang selama ini dikuasai perusahaan besar. Tugas pemerintah adalah mengatur agar peluang bisnis ini tidak mati, tapi justru dikelola, sehingga bisa tumbuh. Pada saat yang sama, pemerintah juga wajib menjaga kesetaraan lahan bisnis yang diperlukan agar taksi konvensional juga tumbuh.

Selain itu, pemerintah perlu memperhatikan keselamatan pengemudi dan konsumen taksi online. Aturan baru itu telah mewajibkan taksi online memberikan asuransi bagi penumpang, tapi belum menyebut perkara asuransi bagi pengemudinya. Belum jelas pula berapa premi untuk asuransi ini dan bagaimana mekanismenya.

Namun, yang paling utama, pemerintah harus membenahi transportasi massal untuk masyarakat, seperti kereta api dan bus. Di negara paling maju sekalipun, kedua moda transportasi itu masih menjadi andalan. Selama ini pemerintah tampak mengabaikan pembenahan angkutan umum tersebut.

Bahkan, penegakan aturan terhadap angkutan umum terkesan lembek. Angkutan tak layak operasi atau sopir ugal-ugalan masih berkeliaran di jalanan. Taksi online, ojek, dan jenis transportasi sejenis akan terus tumbuh subur selama transportasi umum yang aman dan murah belum dapat disediakan pemerintah.

 

Editorial Koran Tempo edisi Senin, 23 Oktober 2017

 

Ikuti tulisan menarik Redaksi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu