x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SeninCoaching: Untuk Sukses, Kita Perlu Strategi atau Eksekusi?

Kompetensi seseorang dapat meningkat melalui knowledge dan insight yang dipraktikan (actions)

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Leadership Growth: You Need Strategy or Execution or …?

Mohamad Cholid

Practicing Certified Business and Executive Coach

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Hari-hari ini sebagian dari kita sudah mulai melakukan antisipasi memasuki Revolusi Industri ke-4 atau Industry 4.0. Kompleksitas, skala, dan cakupan perkembangannya eksponensial, bukan linear lagi.

Ada yang mengatakan, Industry 4.0 merupakan akselerasi dari tahapan perkembangan industri sebelumnya, atau Revolusi Industri ke-3, yang ditandai dengan penggunaan teknologi informasi (IT) dan electronic data secara optimal.

Anda bisa saja termasuk golongan yang antusias menyambut Industry 4.0.

Di sisi lain, sampai hari ini ternyata masih banyak organisasi yang dikelola dengan mindset yang tertempa sejak zaman Revolusi Industri 250 tahun lalu. Dampaknya, mereka mengalami dua penderitaan berat. Ini kata Michael Hammer, penulis buku, antara lain, The Agenda: What Every Business Must Do to Dominate the Decade.

Pertama, operational strategies yang selama ini dipakai untuk menjalankan usaha ketika ekonomi tumbuh tinggi, telah tidak berdaya untuk menghadapi ekonomi global yang makin berorientasi pada kepentingan konsumen. Cara pengelolaan organisasi seperti abad lalu semacam itu menghasilkan produk atau jasa yang makin tidak diharapkan oleh konsumen.

Kedua, mindset dan perspektif tradisional yang digunakan untuk menyusun strategi operasional organisasi telah menyebabkan orang-orang hebat yang ada di dalamnya merasa tidak terpenuhi kebutuhannya. Pola pengelolaan usaha berdasarkan mindset lama cenderung tidak memiliki daya tarik bagi karyawan berbakat dan dan bagi konsumen.

Sekarang, bagaimana agar strategi operasional yang kita susun dapat sesuai dengan tantangan zaman, membuat karyawan dengan kemampuan leadership tinggi antusias bekerja untuk organisasi, serta dapat unggul di pasar dan memikat konsumen?

Sebelum mencari jawaban dari pertanyaan tersebut, sebaiknya menggali diri sendiri, mempertanyakan pola kepemimpinan para eksekutif dan leaders di dalam organisasi, apakah sudah terlatih mengembangkan mindset progresif dan berperilaku efektif atau mereka masih digelayuti mentalitas feodal, bossy, dan berperilaku tidak efektif?

Bagi yang sudah pernah membaca buku Marshall Goldsmith What Got You Here, Won’t Get You There akan dapat “melihat cermin diri” dengan lebih baik. Di buku ini dituturkan tentang 20 macam perilaku kepemimpinan yang tidak efektif yang dapat menghambat karir seseorang, merugikan tim dan organisasi.

Perilaku tersebut dapat menyebabkan orang-orang berprestasi kehilangan orientasi ke depan, bekerja tidak produktif, dan tidak dapat menghadapi tantangan perubahan. Perusahaan juga bisa oleng, rusak dari dalam, jika dipimpin hanya berdasarkan selera bos, tanpa melibatkan aspirasi tim.

Umumnya para eksekutif dan leaders, mereka menyadari atau tidak, terlibat dalam dua atau tiga dari 20 perilaku yang tidak efektif tersebut. Ada sih yang lebih dari tiga, tapi umumnya tidak sampai 10 – kalau banyak terlibat melakukan tindakan yang tidak bermutu, mana mungkin karirnya naik.

Selain buku tersebut, banyak juga buku-buku tentang kepemimpinan yang tersedia di pasar, menjadi best seller di dunia dan sangat bermanfaat untuk kemajuan diri. Sebagian eksekutif akan berkilah, sibuk, tidak punya waktu membaca, belum punya niat ikut program peningkatan diri. Pokoknya kerja yang baik, kata mereka.

Pertanyaannya, bagaimana dapat bekerja lebih baik kalau kompetensi tidak ditingkatkan dan mindset-nya masih seperti di zaman awal Revolusi Industri, padahal lanskap sudah jauh berbeda? Di dunia ini, juga di Indonesia, sejumlah organisasi rugi besar dan ada yang gulung tikar karena tidak fit dengan zaman.   

Kalau seorang eksekutif atau yang mengaku dirinya leader malas membaca, kurang menggali ilmu kepemimpinan yang efektif, atau belum secara teratur melatih diri meningkatkan kompetensi secara berkesinambungan, tidak mau membuka diri menerima perspektif pihak lain, apa pantas tetap berada di pentas global sekarang? Apa mampu memimpin knowledge worker yang sangat diperlukan untuk kemajuan organisasi? Bagaimana pula untuk menghadapi tantangan hari esok, apa persiapannya?

“If we keep on doing what succeeded in the past, we are going to fail,” kata Peter Drucker, guru manajemen dan kepemimpinan yang ilmunya sudah dipraktikkan oleh ribuan pemimpin organisasi besar di dunia. Termasuk Mark Zuckerberg, sebelum melahirkan Facebook memiliki jadual mingguan mendalami ajaran Peter Drucker.

Tantangan Peter Drucker untuk para pengelola organisasi adalah, “If we were to decide now, would we enter into the business we are in today?”. 

Pertanyaan mendasar lain yang selalu relevan dengan perubahan adalah: “Apa yang harus dikorbankan hari ini untuk lebih fokus pada pilihan usaha yang lebih menguntungkan, memberikan manfaat lebih signifikan bagi stakeholders?” 

Jika melihat perilaku umumnya para pemimpin organisasi yang belum progresif, jawaban untuk pertanyaan tersebut: yang perlu dikorbankan adalah ego dan mindset yang terjebak pada keberhasilan masa lalu.

Para ilmuwan, pemimpin-pemimpin organisasi yang mengubah dunia, lazimnya sepakat dengan itu. Winston Churchill mengatakan, “to change is to improve; to change often is perfection.”

Langkah berikutnya adalah memperbaiki fokus. Contoh kongkrit yang sukses berkepanjangan usahanya karena sangat fokus adalah Apple. Saat Steve Job kembali memimpin Apple, dalam dua tahun memangkas sekian ratus godaan atau iming-iming peluang, dari 350 proyek/program menjadi hanya 10.

Penentuan fokus tentu memerlukan konsensus, yang dapat dikembangkan jadi strategi korporat.   

Konsensus – corporate strategy – mestinya tidak berhenti di dalam notulensi hasil keputusan rapat tahunan, atau dikerjakan separuh hati, selebihnya organisasi dijalankan dengan cara lama. Strategi bisnis hebat yang kemudian hanya tersimpan di arsip direksi, lalu dibicarakan lagi, tanpa eksekusi efektif dapat membahayakan organisasi.

Corporate strategy mesti diterjemahkan dengan efektif pada level divisi dan unit bisnis. Untuk memastikan corporate strategy diimplemantasikan dalam kegiatan operasional sehari-hari dan memberikan kesempatan semua orang di setiap lini aligned dan melakukan action secara terukur (KPI), organisasi-organisasi yang sukses di dunia lazim mengandalkan para coaches.

Tugas executive coach adalah membantu para eksekutif menjadi lebih efektif, sesuai dengan tantangan dan level tanggung jawab masing-masing.

Sampai 30 tahun lalu, para eksekutif organisasi-organisasi besar di dunia belum terbiasa menggunakan jasa coach, sebagian karena ego, merasa sudah jagoan memimpin bisnis, sebagian lantaran malu atau khawatir dianggap kurang mampu.

Pemahaman seperti itu sudah berubah, ketika mereka menyadari bahwa tantangan persaingan global harus dimenangi dan mereka memerlukan pihak lain yang memberikan perspektif beda dan selalu bersedia jadi mitra untuk menguji asumsi-asumsi lama.

Belakangan, 20-an tahun terakhir ini, para top executive organisasi kelas dunia sudah membiasakan diri memanfaatkan jasa coach untuk membantu mereka menjadi lebih efektif. CEO Merck, Ford, para eksekutif GE, Microsoft, 3M, Apple, Hyatt, Citibank, Intel, Bayer, Johnson&Johnson, LG, dst.nya, telah memperoleh benefit dari program coaching Marshal Goldsmith Stakeholder Centered Coaching (MGSCC).

Mereka menyadari, bisnis adalah intellectual sport, maka para pengelolanya harus selalu mengasah kemampuan strategic thinking dan meningkatkan kompetensi diri untuk dapat melakukan eksekusi dan bertindak (action) lebih efektif.

Di dunia olah raga, pemain golf kelas dunia Tiger Wood pernah mengatakan, sehebat apa pun seseorang pasti memerlukan coach. Pemain tenis top seperti Roger Federer dan Serena William semuanya didamping para coaches untuk mempertahankan posisi mereka di papan atas dalam kompetisi kelas dunia.

Dalam kepemimpinan organisasi bisnis dan non-bisnis, atau di organisasi-organisasi pemerintahan, tugas coach adalah sebagai mitra akuntabilitas para eksekutif dan leaders. Mendampingi para eksekutif dan leaders berani melihat fakta, sepahit apa pun, agar dapat menemukan solusi mengubahnya. Kadang-kadang seorang coach bertindak sebagai sparing partner untuk menguji perspektif dan cara eksekusi para leaders agar dapat meraih hasil optimal di setiap langkah.

Kegiatan program coaching adalah kolaborasi antara coachee (peserta) dengan coach-nya. Keberhasilannya lebih banyak ditentukan oleh kedisiplinan para eksekutif dan leaders sebagai coachee melakukan eksekusi. Kompetensi seseorang dapat meningkat melalui knowledge dan insight yang dipraktikan (actions) – lalu dievaluasi bersama dengan coach masing-masing.

Organisasi-organisasi yang berkomitmen kuat untuk menjadi lebih hebat, sungguh-sungguh mau memberikan manfaat lebih signifikan bagi stakeholder, sangat memerlukan strategi yang progresif dan eksekusi yang efektif.

“Some organization can have a mediocre strategy, implemented well, and be successful. Others can have a wonderful strategy, implement it poorly, and waste everyone’s time,” kata Fariborz Ghadar, the William A. Schreyer Chair of Global Management, Politics, and Planning dan Director Center for Global Business Studies at the Pennsylvania State University. Hasil riset terakhirnya antara lain Pushing the Digital Frontier, Insight into the Changing Landscape of E-Business.

Strategi dan eksekusi yang efektif saling mengisi untuk keberhasilan organisasi.   

 

 Mohamad Cholid  adalah Head Coach di Next Stage Consulting

n  Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching

n  Certified Marshall Goldsmith Global Leader of the Future Assessment

Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528)

(www.nextstageconsulting.co.id)  

    

 

 

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB