x

Iklan

Ketut Budiasa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kepemimpinan Sandal Jepit

Memperingati 3 Tahun Pemerintahan Pak Jokowi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Suatu hari ditengah hutan belantara, Prabu Dasarata, Raja Kerajaan Ayodhya, terluka karena serangan binatang buruannya. Dalam kondisi terluka itu, ia berjumpa seorang wanita yang membantunya menyembuhkan lukanya dengan ramuan ajaib. Karena ketaatan dan pelayanan yang diberikan oleh wanita itu, Raja Dasarata kemudian menikahinya dan berjanji akan memenuhi apapun permintaannya. Wanita itu adalah Dewi Kekayi.

Tahun berlalu, anak-anak Raja Dasarata tumbuh besar. Rama sebagai anak tertua sekaligus putra mahkota dari pernikahannya dengan permaisuri Kosalya, si kembar Laksmana dan Satrugna dari pernikahannya dengan permaisuri Sumitra, dan Bharata dari pernikahannya dengan permaisuri Dewi Kekayi. Raja Dasarata merasa sudah tua, pun ia melihat Rama sudah dewasa dan matang baik dalam hal ilmu pemerintahan, kebijaksanaan dan ilmu kanuragan. Maka ia berfikir saatnya sudah tiba untuk menyerahkan tampuk pemerintahan. Namun ditengah persiapan rencana itu, Dewi Kekayi masuk ke peraduan Raja Dasarata, dan dengan wajah dingin mengajukan satu permohonan : "hamba minta agar tahta kerajaan diserahkan kepada Bharata", tentu sambil mengingatkan "dahulu saat paduka terluka di hutan dan hamba mengobati luka penuh nanah itu, paduka berjanji akan memenuhi semua keinginan hamba. Selama ini hamba tidak pernah memohon, dan inilah satu-satunya permohonan hamba".

Raja Dasarata terduduk lemas. Baginya, dunia sudah kiamat. Bagaimana mungkin ia memberikan hak Rama kepada Bharata ? Apa kata dunia ? Ia marah pada Dewi Kekayi, ia marah pada dirinya sendiri. Tapi Dewi Kekayi tak bergeming. Cinta seorang ibu membutakan hatinya. Tahta harus menjadi milik Bharata. Ia melakukan ini tanpa sepengetahuan anaknya, karena saat itu Bharata tidak ada di kerajaan, ia sedang pergi mengunjungi pamannya di Kerajaan Kekaya. Rama yang mengetahui hal ini tiba-tiba datang bersujud "Ayahanda Prabu, ijinkan ananda melaksanakan rencana ananda yang sudah lama ananda susun. Ananda akan pergi meninggalkan kerajan, oleh karenanya ananda mohon ayahanda prabu mengangkat adinda Bharata sebagai raja". Selesai berbicara demikian, Rama meninggalkan kerajaan, didampingi permaisuri Dewi Shita dan adiknya Laksmana.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sementara itu, Bharata yang baru kembali mendapati kakaknya sudah pergi. Mendengar semua untaian cerita, dan melihat ayahnya sakit karena memikirkan semua peristiwa itu, Bharata dengan marah berkata kepada ibunya, Dewi Kekayi “aku tidak menginginkan tahta ini. Tahta ini adalah milik kakakku tercinta, Rama. Aku akan menyusulnya ke hutan dan memintanya kembali”. Maka diikuti ribuan prajurit kerajaan, Bharata memacu kereta kencana menyusul Rama. Ia bersujud meminta Rama kembali, bahwa ia tak ingin menjadi raja, bahwa ayahandanya sakit. Tapi Rama sudah berjanji akan pergi meninggalkan kerajaan, dan janji itu harus ditepati. Maka sebagai jalan keluar, Rama membuat keputusan “Adikku tersayang Bharata, sungguh mulia hatimu. Aku minta, pimpinlah kerajaan selama aku pergi. 14 tahun sejak saat ini, aku akan kembali”. Bharata tidak bisa lagi menolak, maka ia memohon agar Rama memberikan sandal jepit yang dikenakannya, lalu Bharata kembali ke kerajaan. Ia kembali tidak bersama Rama, tetapi bersama sandal jepitnya.

Selama 14 tahun menjadi Raja, Bharata menempatkan sandal jepit itu di singgasana kerajaan, sebagai perlambang bahwa ia memimpin kerajaan atas nama kakaknya, Rama. Dan dibawah kebijaksanaan Bharata, negeri Ayodhya berkembang menjadi negeri yang makmur. Pertaniannya subur, negerinya aman, hukum ditegakkan, upacara-upacara keagamaan diselenggarakan dengan khusuk. Rakyat berbahagia.

Sandal jepit itu, adalah perlambang kesederhanaan. Ia adalah alas kaki dari rakyat jelata. Sandal jepit yang bertahta diatas singgasana, adalah perlambang bahwa sejatinya seorang pemimpin adalah ia yang menjadi pelayan segenap rakyatnya, yang harus paling pertamakali merasakan penderitaan rakyatnya. Karena itulah dipilih sandal jepit, bukan mahkota. Kebijaksanaan memilih sandal jepit untuk “menduduki” singgasana adalah kebijaksanaan yang menjadikan Ayodhya makmur.

Ikuti tulisan menarik Ketut Budiasa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB