x

Iklan

firdaus cahyadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Antara Jokower, Ahoker dan Anieser

Jokower, Ahoker dan Anieser pada prinisipnya sama. Hanya tokoh pujaannya saja yang berbeda.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Saya termasuk yang menginginkan Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta. Keinginan itulah yang mendorong saya menulis artikel di kolom opini Koran TEMPO pada 2011, setahun sebelum Pilkada DKI 2012, dengan judul, "Andai Joko Widodo Menjadi Gubernur Jakarta". 

Saat itu, saya termasuk yang muak dengan kondisi lingkungan hidup di Jakarta. Di satu sisi, kesulitan menambah ruang terbuka hijau (RTH) sebagai resapan air, namun di sisi lain terus membiarkan mall bertumbuh subur. Saat itu saya juga muak dengan kemacetan lalu lintas dan polusi udara di Jakarta. Alih-alih konsisten merevitalisasi transportasi massal, Pemprov DKI Jakarta justru berniat membangun 6 tol dalam kota. Padahal 6 tol dalam kota itu justru memfasilitasi pertumbuhan penggunaan mobil pribadi sebagai penyebab polusi udara di Ibukota.

Dan benar saja, setahun setelah artikel saya dimuat di kolom opini Koran TEMPO, Jokowi mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta. Harapan baru, karena saat itu Jokowi berjanji dalam kampanyenya untuk merevitalisasi RTH dan menolak pembangunan 6 tol dalam kota. Jokowi akan fokus ke transportasi massal.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jokowi pun akhirnya menang dalam Pilkada DKI. Ia menjadi Gubernur DKI setelah mengalahkan Fauzi Bowo. Namun, apa yang terjadi? Setelah menjadi Gubernur DKI, Jokowi mulai mengecewakan. Setelah menjadi Gubernur DKI Jakarta dia justru memberikan sinyal meneruskan proyek pembangunan 6 tol dalam kota. 

Para Jokower (pendukung Jokowi garis keras) bersusah payah membenarkan sikap Gubernur DKI Jokowi yang memberikan sinyal membangun 6 tol dalam kota. Dari argumen usang, panjang jalan di DKI yang tak seimbang hingga melempar bola panas ke pemerintah pusat. Dengan dalih 6 tol merupakan proyek dari pusat.

Tahun 2014, Jokowi menjadi Presiden Indonesia. Penggantinya, Ahok, lebih brutal lagi. Bukan hanya meneruskan ritual penggusuran warga miskin, Ahok justru dengan terang-terangan ingin melanjutkan pembangunan 6 tol dalam kota. Padahal saat kampanye pilkada DKI 2012 dan saat menemui penandatangan petisi 'Tolak 6 Tol', ia secara jelas menolak proyek pembangunan 4 tol dalam kota dan mengkaji ulang 2 tol dalam kota lainnya.

Inkonsistensi jelas terlihat dalam diri Ahok soal proyek 6 tol tersebut. Namun, meskipun begitu, Ahoker (pendukung Ahok garis keras) berupaya keras membenarkan sikap tokoh pujaannya. 

Akhirnya Ahok pun kalah dalam Pilkada DKI. Penggantinya Anies Baswedan pun naik menjadi Gubernur DKI. Belum genap 100 hari menjabat Gubernur DKI, beberapa wacana kontroversial dimunculkan oleh Gubernur DKI Anies Baswedan dan Wakilnya Sandiaga Uno. Dari pidato pelantikannya, persoalan reklamasi Teluk Jakarta hingga yang terakhir terkait dengan nasib pejalan kaki di Ibukota. 

Beberapa pihak pun mulai mengkritiknya. Namun, seperti Jokower dan Ahoker, Anieser (pendukung Anies garis keras) pun dengan susah payah membela tokoh pujaannya. Pola pembelaan Jokower, Ahoker dan Anieser terhadap tokoh pujaannya pun memiliki pola yang hampir sama. Pola pembelaan mereka adalah kebijakan apapun yang dikeluarkan tokoh pujaannya adalah benar. Jika ada yang mengkritik itu adalah haters yang tidak bisa move on dari kelompok lawan. Kalau media yang mengkritik itu pasti salah wartawan dan medianya.

Inilah awan gelap yang sedang bergelayutan di jagad politik Indonesia. Kultus individu telah membuat sebagian orang malas berpikir kritis. Seperti dikatakan Lord Acton, ”Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely!”

Untuk itulah tugas warga negara setelah tokoh pujaannya berhasil menjadi pejabat publik, bukan terus menjadikan mereka berhala. Namun, justru mulai mengkritiknya, jangan sampai para pejabat publik itu korup dan menindas rakyatnya. Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa tetap melindungi kita semua dari perbuatan yang memberhalakan seseorang, siapapun orang itu.

Sumber gambar: http://klikkabar.com/2016/09/23/anies-jakarta-layak-punya-pemimpin-manusiawi/

Ikuti tulisan menarik firdaus cahyadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler