x

Iklan

dhiva virdana khoir

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Etika dan bisnis dalam dunia modern

Bisnis modern merupakan realitas yang amat kompleks. Banyak faktor yang turut mempengaruhi dan menentukan kegiatan bisnis

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Bisnis Dan Etika Dalam Dunia Modern

1.Tiga Aspek Pokok Dari Bisnis

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bisnis modern merupakan realitas yang amat kompleks. Banyak faktor yang turut mempengaruhi dan menentukan kegiatan bisnis. Antara lain ada faktor organisatoris–manajerial,ilmiah –teknologis, dan politik – sosial – kultural.Bisnis sebagai kegiatan sosial bisa disoroti sekurang –kurangnya dari tiga sudut pandang yang berbeda tetapi tidak selalu mungkin dipisahkan, yaitu sudut pandang ekonomi, hukum, dan etika.

a.Sudut Pandang Ekonomis

Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi dalam kegiatan ini adalah tukar menukar, jual – beli, memproduksi – memasarkan, bekerja – memperkerjakan, dan interaksi manusiawi lainnya dengan maksud memperoleh untung. Bisnis dapat dilogiskan sebagai kegiatan ekonomis yang kurang lebih terstruktur atau terorganisasi untuk menghasilkan keuntungan. Dalam bisnis modern, untung diekspresikan dalam bentuk uang. Tetapi hal itu tidak hakiki untuk bisnis. Bisnis berlangsung sebagai komunikasi sosial yang menguntungkan untuk kedua belah pihak yang melibatkan diri. Bisnis bukanlah karya amal. Bisnis justru tidak mempunyai sifat membantu orang dengan sepihak, tanpa mengharapkan suatu kembali.

Teori ekonomi menjelaskan bagaimana dalam sistem ekonomi pasar bebas para pengusaha dengan memanfaatkan sumber daya langka, menghasilkan barang dan jasa yang berguna bagi masyarakat. Efisiensi ekonomis artinya hasil maksimal akan dicapai dengan pengeluaran minimal. Efisiensi merupakan kata kunci dalaam ekonomi modern. Dipandang dari sudut ekonomis, good bussines atau bisnis yang baik adalah bissniss yang membawa untung banyak.

 

 

 b. Sudut Pandang Moral

Dengan tetap mengakui peranan sentral dari sudut pandang ekonomis dalam bisnis, perlu segera ditambahkan adanya sudut pandang lain yang tidak boleh diabaikan, yaitu sudut pandang moral. Bisnis yang baik (good business) bukan saja bisnis yang menguntungkan. Bisnis yang baik adalah juga bisnis yang baik secara moral. Malah perlu ditekankan, arti moralnya merupakan salah satu arti penting bagi kata “ baik “. Perilaku yang baik merupakan perilaku yang sesuai dengan norma – norma moral, perilaku yang buruk bertentangan atau menyimpang dari norma – norma moral. Suatu perbuatan dapat dinilai baik menurut arti terdalam justru kala memenuhi standard etis tersebut.

c.Sudut Pandang Hukum

Tidak bisa diragukan lagi, bisnis terikat juga oleh hukum. “ Hukum Dagang “ atau “ Hukum Bisnis “merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern. Seperti etika pula, hukum merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

Terdapat kaitan erat antara hukum dan etika. Dalam kekaisaran Roma sudah dikenal pepatah : “ Quid leges sine moribus? “, yang berarti “ Apa artinya undang-undang kalau tidak disertai moralitas? “Walaupun terdapat hubungan erat antara norma hukum dan norma etika, namun dua macam norma itu tidak sama. Disamping sudut pandang hukum, kita tetap membutuhkan sudut pandang moral. Untuk itu dapat dikemukakan beberapa alasan. Pertama, banyak hal bersifat tidak etis, sedangkan menurut hukum tidak dilarang. Tidak semuanya yang bersifat immoral adalah ilegal juga. Malah ada perilaku yang dari segi moral sangat penting, tetapi tidak diatur oleh hukum. Kedua, bahwa proses terbentuknya undang – undang atau peraturan hukum memakan waktu lama, sehingga masalah – masalah baru tidak bisa segera diatur secara hukum. Ketiga, bahwa hukum itu sering kali bisa disalahgunakan. Perumusan hukum tidak pernah sempurna sehingga orang yang beritikat buruk bisa memanfaatkan celah – celah dalam hukum. Alasan yang keempat cukup dekat dengan itu. Bisa terjadi, hukum memang bisa dirumuskan dengan baik, tetapi karena salah satu alasan sulit untuk dilaksanakan, misalnya, karena sulit dijalankan control yang efektif. Kelima, hukum kerap kali mempergunakan pengertian yang dalam konteks hukum itu sendiri tidak di definisikan dengan jelas dan sebenarnya diambil dari konteks moral.

Tiga tolak ukur untuk sudut pandang ini :

  1. Hati Nurani

Suatu perbuatan adalah baik jika dilakukan sesuai hati nurani dan suatu perbuatan adalah buruk jika dilakukan bertentangan dengan hati nurani. Hati nurani adalah norma yang sering kali sulit dipakai dalam forum umum dan harus dilengkapi dengan norma – norma yang lain.

  1. Kaidah Ahad

Cara lebih objektif untuk menilai baik buruknya perilaku moral adalah mengukurnya dengan kaidah emas yang berbunyi : hendaklah memperlakukan orang lain sebagaimana anda sendiri ingin diperlakukan. “Kaidah emas dapat dirumuskan dengan cara positif maupun negatif. Tadi diberikan perumusan positif. Bila dirumuskan secara negatif, kaidah emas berbunyi : “ janganlah melakukan terhadap orang lain, apa yang anda sendiri tidak ingin akan dilakukan terhadap diri anda. “

  1. Penilaian Umum

Cara ketiga dan barangkali yang paling ampuh untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah menyerahkannya kepada masyarakat umum untuk dinilai. Cara ini juga disebut audit sosial. Sejauh masyarakat yang menilai masih terbatas, hasil penilaiannya mudah bersifat subjektif. Untuk mencapai suatu tahap objektif, perlu penilaian moral dijalankan dalam suatu forum yang seluas mungkin. Karena itu “ audit sosial “ menuntut adanya keterbukaan. Dapat disimpulkan, supaya patut disebut good business, tingkah laku bisnis harus memenuhi syarat – syarat dari semua sudut pandang tadi.

Perkembangan Etika Bisnis

Sepanjang sejarah, kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Sejak manusia terjun dari perniagaan, kegiatan ini tidak terlepas dari masalah etis. Aktivitas perniagaan selalu sudah berurusan dengan etika, artinya selalu harus mempertimbangkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Belum pernah dalam sejarah, etika bisnis mendapat perhatian begitu besar dan intensif seperti sekarang ini. Richard De George mengusulkan untuk membedakan antara etika dalam bisnis dan etika bisnis. Etika dalam bisnis berbicara tentang bisnis sebagai salah satu topik disamping sekian banyak topik lainnnya. Etika dalam bisnis belum merupakan suatu bidang khusus yang memiliki corak dan identitas tersendiri. Etika dalam bisnis mempunyai riwayat yang sudah panjang sekali, sedangkan umur etika bisnis masih muda sekali. Etika bisnis dalam arti khusus ini pertama kali timbul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Dengan memanfaatkan dan memperluas pemikiran De George ini kita dapat membedakan lima periode dalam perkembangan etika dalam bisnis menjadi etika bisnis, yaitu situasi dahulu, masa peralihan : tahun 1960an, etika bisnis lahir di Amerika Serikat tahun 1970an, etika bisnis meluas ke Eropa tahun 1980an, dan etika bisnis menjadi fenomena global tahun 1990an.

 

Profil etika bisnis dewasa ini

Kini etika bisnis sudah mempunyai status ilmiah yang serius. Ia semakin diterima di antara ilmu-ilmu yang sudah mapan dan memiliki ciri-ciri yang biasanya menandai sebuah ilmu.

Faktor sejarah dan budaya dalam etika bisnis

Jika mempelajari sejarah, dan khusunya dunia barat, sikap positif ini tidak selamanya menandai pandangan terhadap bisnis. Sebaliknya, berabad-abad lamanya terdapat tedensi yang cukup kuat memandang bisnis atau perdagangan sebagai kegiatan yang tidak pantas dilakukan bagi manusia beradab. Orang seperti pedagang jelas-jelas dicurigakan kualitas etisnya. Sikap negative ini berlangsung terus sampai zaman modern dan baru menghilang seluruhnya sekitar waktu industrial.

Kritik atas etika bisnis

        Etika bisnis mendiskriminasi

Kritik pertama kali ini lebih menarik karena sumbernya daripada isinya. Sumbernya adalah Peter Drucker, ahli ternama dalam bidang teori manajemen. Tuduhan Drucker tidak beralasan. Sekali-kali tidak benar bahwa etika bisnis memperlakukan bisnis dengan cara lain ordinary folk (orang biasa). Kritiknya berasal dari salah paham besar terhadap maksud etika bisnis. Justru karena orang bisnis merupakan ordinary folk (orang biasa). Justru orang bisnis merupakan ordinary folk, mereka memerlukan etika. Sebagaimana semua orang lain, para pebisnis merupakan pelaku moral.

Etika bisnis menjadi suatu ilmu dengan identitas tersendiri, bukan karena norma-norma yang tidak berlaku di bidang lain, melainkan karena aplikasi norma-norma yang umum atas suatu wilayah kegiatan manusiawi yang minta perhatian khusus, sebab keadaannya dan masalah-masalahnya mempunyai corak tersendiri.

.        Etika bisnis itu kontradiktif

Kritik lain tidak berasal dari satu orang, tetapi ditemukan dalam kalangan popular yang cukup luas. Sebenarnya bukan kritik, melainkan skepsis. Orang-orang ini menilai etika bisnis sebagai suatu usaha yang naïf.

        Etika bisnis tidak praktis

Tidak ada kritik atas etika bisnis yang menimbulkan begitu banyak rekasi seperti artikel yang dimuat dalam Harvard Business Review pada tahun 1993 dengan judul “What’s the matter with business ethics?”. Pengarangnya adalah Adrew Stark, seorang dosen manajemen di Universitas Toronto, Kanada. Ia menilai, kesenjangan besar menganga antara etika bisnis akademis dan para professional di bidang manajemen.

       Etikawan tidak bisa mengambil alih tanggung jawab

Kritikan lain lagi dilontarkan kepada etika terapan pada umumnya, termasuk juga etika bisnis, di samping etika biomedis, etika jurnalistik, etika profesi hukum dan lain-lain. Kritisi meragukan entah etika bisnis memiliki keahlian etis khusus, yang tidak dimiliki oleh para pebisnis dan manajer itu sendiri.

Seluruh kritikan ini juga berdasarkan salah pahan. Etika bisnis sama sekali tidak bermaksud mengambil alih tanggung jawab etis pebisnis, para manajer, atau pelaku moral lain di bidang bisnis. Etika bisnis bisa membantu untuk mengambil keputusan moral yang dapat dipertanggungjawabkan, tapi tidak berniat mengambil tempat dari para pelaku moral dalam perusahaan.

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA :

Bertens, Kees. Pengantar Etika Bisnis (Seri Filsafat Atmajaya: 21), Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2000.

Anonim.2011. Pandangan Etika Terhadap Praktek Bisnis.

Ahmad, Mustaq, 2001. Etika Bisnis dalam Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

Taufik Abdullah, 1982. Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi. Jakarta: LP3ES

Karim, M. Rusli, 1992. Berbagai Aspek Ekonomi Islam. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana

 

Ikuti tulisan menarik dhiva virdana khoir lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler