x

Seorang tunanetra sedang membawa Alquran Braille Digital yang didapat dari Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Oesman Sapta Odang alias Oso melalui Yayasan Syekh Ali Jaber di Balai Sudirman, Tebet, Jakarta Selatan, 4 Mei 2017. TEMPO/Rizki Putra

Iklan

cheta nilawaty

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tembok, Tiang, dan Parit Sahabat Tunanetra

Ada bercandaan di kalangan Tunanetra. Belum Tunanetra, kalau belum terbentur, tersangkut atau tercebur.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sering ketika berjalan, saya menabrak atau tersangkut di kaca spion bahkan daun jendela. Apa yang saya alami juga dialami teman Tunanetra lain, bahkan pada teman yang sudah mengalami ketunanetraan sejak lahir. Biasanya, Tunanetra yang dari lahir memiliki orientasi dan mobilitas yang sangat baik, dapat dikatakan mendekati orang normal ketika berjalan. Tapi, soal terbentur ini siapapun dapat mengalaminya. Bahkan, ada bercandaan di kalangan teman Tunanetra, belum jadi Tunanetra kalau belum berteman dengan tembok, tiang dan parit.

Kecelakaan kecil biasa dialami Tunanetra baik ketika berjalan sendirian atau bersama – sama. Tunanetra yang mengalami bukan hanya Tunanetra total, melainkan pula yang low vision atau Tunanetra dengan sedikit pandangan. Hampir semua teman yang saya ajak berbicara pernah bercerita kalau mereka pernah menglami kecelakaan kecil.

Teman Tunanetra total biasanya sering sekali tercebur ke parit atau  terbentur tiang bila jalan berendengan. Seperti misalnya, salah satu teman Tunanetra dewasa yang pernah bercerita ketika dirinya tercebur parit seusai sholat Jumat. Teman itu, selalu mengingat akses ke rimahnya masih sama dengan ketika masih melihat dulu. Tanpa ia sadari, parit di depan rumahnya sudah digali lebih dalam. Tak hanya itu, air paritnya juga lebih deras dari biasanya. “Pas kecemplung saya seperti berenang di kali rasanya, mana saya masih pakai sarung,” ujar teman saya yang saat ini tinggal di Surabaya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kebiasaan membentur juga dialami teman yang Low Vision, terutama saat diajak ke mall dengan pintu kaca yang terbentang dimana mana. Ketika berjalan beruntun, Tunanetra biasa memegang siku sebelah kanan atau kiri teman yang ada di depannya. Tak heran, bila barisan beruntun ini ketika diurutkan ke belakang semakin serong. Kebiasaan jalan beruntun ini sering menempatkan teman Tunanetra low vision di barisan paling depan atau belakang. Maka, yang paling sering ketiban sial tersangkut di pintu kaca adalah Tunanetra low vision yang paling belakang.

“Saya pernah dengan yakinnya berjalan ke mall yang ada di Cibubur, ternyata pintunya kaca semua, akhirnya kejadian saya tersangkut di salah satu pintu kaca tersebut, dan blaaarrr semua kaca di sepanjang pintu itu bergetar,” ujar Okky, salah satu teman Low Vision.

Teman low vision memiliki kesulitan membedakan bentuk, warna dan garis secara detil. Di dalam penglihatan mereka masih terdapat pandangan bentuk yang biasanya berupa siluet. Karena itu, salah satu benda yang paling sulit mereka identifikasi adalah kaca. Ini berbeda dengan teman Tunanetra Total baik yang dari lahir atau Tunanetra dewasa. Kebiasaan melangkahkan kaki tanpa ragu ragu sering membuat mereka terbentur atau tersangkut.

Pernah sekali, saya berjalan di pekarangan sekitar saya tinggal. Di pekarangan itu, parit kecilnya tidak berbatas. Parit hanya berupa galian tanah yang ditumbuhi rumput dan alang alang di pinggirannya. Saat saya berjalan, saya biasa meraba pinggiran jalan atau parit untuk mengtahui dimana posisi saya. Tapi yang terjadi saat itu saya tak dapat membedakan kontur tanah yang masih berupa jalan atau parit. Tahu-tahu kaki saya sudah terasa dingin. Rupanya saya sudah berjalan di atas parit.

Benda yang juga tak boleh luput dari perhatian adalah keset dan tong sampah kecil yang diletakkan di lantai. Tunanetra, sering kali tersangkut dua benda itu ketika berjalan. Sebabnya, tentu selain tidak melihat, penuntun yang berjalan di depan tidak terlalu memperhatikan benda benda yang ada di bawah. Tak hanya keset dan tong sampah, ujung sofa atau kursi kadang juga tak luput jadi sandungan bagi Tunanetra ketika berjalan. “Dengkul saya sering jadi korban pojokkan sofa,” ujar Ibrahim.

Bukan hanya benda yang ada di bawah, benda yang menggantung seperti daun tumbuhan, palang pintu, jemuran hingga terpal gulung sering pula memakan korban. Ada salah satu teman Tunanetra yang menumpang ojek, tidak menurunkan penutup muka pada helmnya. Penutup muka itu menjadi lebih tinggi dari pada helmnya. Akhirnya, ketika melewati palang besi di suatu komplek perumahan yang hanya terbuka setengah, penutup itu membuat teman saya itu tersangkut dan hampir terjengkang dari atas motor.

Karena itu, bagi Tunanetra yang sedang naik motor dan memakai helm, jangan sekali kali membuka penutup muka ketika memasuki sebuah jalan atau gang kecil. Sebab, jangankan penumpang Tunanetranya, sering pembawa motor tidak memperhatikan sebuah palang besi terbuka setengah. Tentu mereka hanya berpikir sampai, “Saya sudah lolos ini, yang di belakang masa bodo lah”.

Ikuti tulisan menarik cheta nilawaty lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler