x

Iklan

Denmas Aher

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dirut Semen Gresik Diundang ke Jerman, Ada Yang Aneh?

Jaman Dulu, Industri semen identik dengan kotor dan merusak alam. Jaman Now, industri semen adalah salah satu solusi lingkungan hidup

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jika ada yang bilang industri semen ramah lingkungan, siap-siap saja disemprot oleh aktivis WALHI, Komnas HAM, JMPPK Gunretno bagi siapa saja yang mengatakan hal itu. Atau bahkan bisa dicap merongrong kewibawaan negara, lha buktinya Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Teten Masduki saja meminta agar pabrik Semen di Rembang milik Semen Gresik tidak boleh menambang di lokasi penambangan batu kapur di CAT Watuputih sampai KLHS final selesai yang ditargetkan Agustus sampai sekarang belum selesai juga. Oleh KSP Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang bukanlah dokumen legal diminta jadi acuan boleh atau tidak menambang

Wajah industri semen di Indonesia memang seram jika melihat bahan baku yang digunakan adalah batu kapur atau limestone (80%), tanah liat (10%-15%) dan sisanya bahan substitusi seperti pasir silika, gypsum dan lainnya untuk mendapatkan semen jenis tertentu seperti Ordinary Portland Cement (OPC), Portland Pozzolan Cement (PPC) ataupun Portland Composite Cement (PCC) bahkan ada juga Oil Well Cement (OWC) dan banyak lagi. Batu kapur dan tanah liat adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Cadangan batu kapur di Indonesia cukup untuk 300 tahun, lebih lama dibandingkan batubara yang sekitar 80 tahun atau minyak yang hanya 10 tahun.

Indusri Semen antara “dibenci dan dicintai”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Semen bukanlah kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Maka pepatah “Makan nasi dan tidak makan semen” menjadi terkenal saat demo menolak pabrik Semen Rembang. Namun harus diakui semen telah menjadi kebutuhan untuk meningkatkan derajat hidup masyarakat Indonesia. Salah satu kriteria keluarga miskin adalah rumahnya masih beralaskan tanah, keluarga pra sejahtera jika alas rumah sudah memakai lantai floor (campuran semen dan pasir), lalu diatasnya ada kriteria rumah sehat jika sudah ada keramik, jamban dan lainnya.

Di era Presiden Jokowi, semen juga dicari-cari karena pembangunan ekonomi yang menitikberatkan konektivitas antar daerah dengan cara membangun infrastruktur membutuhkan semen sebagai sala satu bahan utama infrastruktur. Rekor jalan tol yang dibangun Jokowi dalam waktu 3 tahun yang mengalahkan jalan tol yang dibangun 10 tahun jaman SBY, tentu tidak akan terwujud jika tidak ada semen sebagai salah satu bahan utama pembuatan jalan tol. Bahkan saking mahalnya harga semen di Papua yang mencapai Rp 2 juta di pedalaman, mendorong Jokowi mencanangkan BBM satu harga di Papua.

Negara China adalah negara yang memiliki industri semen terbesar di dunia, mencapai 1,8 miliar ton/tahun kapasitas industri semen di China untuk menopang gencarnya pembangunan ekonomi dengan target pertumbuhan 10% pertahun. Saat negara China ekonominya melambat dikisaran 7% pertahun maka China kelebihan 400 juta ton semen per tahun, yang sebagian diekspor ke Indonesia dan China agresif membangun pabrik semen di Indonesia untuk relokasi industri semen. Maka produsen semen China seperti Anhui Conch, CNBM dan lainnya agresif bangun pabrik semen di Sulawesi, Kalimtanan dan Papua. Kisah heroik Bupati Boloang Mongodow yang berani menutup pabrik semen asal China dan sekarang menjadi tersangka, menunjukkan bahwa ada tangan kuat dan kekuasan yang mulai incar industri semen di Indonesia.

Standar Industri Semen di Indonesia Sudah Jadul

Ada keterlambatan di Pemerintah dalam merespon perkembangan industri semen di Indonesia yang bergerak agresif mulai tahun 2013. Standar industri semen di Indonesia masih rendah dibandingkan negara lain, akibatnya masuknya industri semen asing bisa jadi bukan investasi peralatan baru tetapi memindahkan pabrik dari negara asal yang mulai menerapkan standar lingkungan yang tinggi untuk industri semen. Semisal standar emisi debu, di Indonesia masih 80 mg/Nm3 padahal pabrik milik Semen Gresik di Tuban standar emisi debu rata-rata sudah dikisaran 35-40 mg/Nm3 padahal 3 pabrik di Tuban dibangun tahun 1997 dan hanya 1 yaitu Tuban IV yang selesai dibangun di tahun 2012. Standar emisi debu industri semen di Indonesia sudah sejak tahun 1996 belum diperbaharui. Lihat perkembangan standar emisi mobil yang sekarang sudah mencapai EURO 5 dan banyak bus-bus antar kota yang sudah sampai EURO 4. Akibat longgarnya regulasi maka agresiflah industri semen asing masuk ke Indonesia.

Bicara Semen Tidak Hanya Bicara Bahan Baku, Tetapi Juga Proses Produksi

Publik sering terkecoh dengan sekedar slogan “bahan baku dari alam, sudah pasti merusak lingkungan”. Padahal dalam membuat produk jadi ada proses produksi yang mesti dicermati. Semisal proyek Jokowi 35.000 MW pembangkit listrik untuk menyediakan kebutuhan listrik di Indonesia. Sebagian publik hanya melihat bahwa listrik adalah ramah lingkungan beda dengan BBM, maka mobil listrik akan ramah lingkungan. Padahal 35.000 MW semuanya menggunakan bahan bakar batubara yang “tidak ramah lingkungan”, dibutuhkan sekitar 185 juta ton batubara setiap tahun utnuk bahan bakar pembangkit 35.000 MW yang hasilkan “limbah Fly Ash” dalam bentuk debu sekitar 7 juta ton pertahun. Debu “fly ash” tentu “jauh lebih berbahaya” jika dibandingkan “debu pabrik semen”. Debu limbah batubara sebanyak 7 juta ton itu jika diletakkan di dump truk membutuhkan (7.000.000/10) 700 ribu dump truk, yang jika dump truk panjangnya 10 m, maka dibutuhkan 7 ribu meter atau 7 km dump truk diparkir berjajar di pinggir jalan. Dalam 100 tahun maka sepanjang jalan Jakarta-Surabaya yang jaraknya 700 km akan dipenuhi dump truk yang diparkir untuk menampung limbah batu bara.

Industri semen boros energi, karena 20% total biaya adalah biaya energi. Hampir seluruhnya industri semen menggunakan PLN sebagai sumber energi untuk memproduksi semen. Jika di Indonesia saat ini ada 89 juta ton kapasitas produksi semen dengan total biaya mencapai sekitar Rp 70 triliun, maka sebesar Rp 14 triliun adalah biaya energi dan mayoritas listrik dari PLN yang berasal dari batu bara.

Terapkan Waste Heat Recovery Power Generation (WHRPG) Dirut Semen Gresik Gatot Kustyadji di Undang ke Jerman

Di Indonesia baru 2 perusahaan semen yang memanfaatkan sisa panas gas buang pembakaran semen menjadi sumber pembangkit listrik, yaitu PT Semen Padang di Indarung padang dan PT Semen Gresik di Tuban yang keduanya adalah anak perusahaan Semen Indonesia. Jika PT Semen Padang hanya 1 line pabrik sebesar 8 MW yang mampu kurangi emisi CO2 sebesar 43.000 ton/tahun maka pabrik Semen Gresik di Tuban seluruh line produksi sudah menerapkan WHRPG sehingga menghasilkan listrik 31 MW dan mengurangi emisi CO2 sebesar 140.000 ton/tahun dan sekaligus mengurangi ketergantungan sumber energi dari listrik PLN sebesar 30% yang memberikan penghematan biaya sebesar Rp 100 miliar/bulan atau Rp 1,2 triliun per tahun. Maka wajar jika Dirut Semen Gresik Gatot Kustyadji diundang untuk berbicara di forum yang ada di Jerman yang merupakan markas besar dari induk PT Indocement (pemegang saham mayoritas Indocement sekitar 69% adalah Heidelberg, produsen semen terbesar di Jerman).

Jika semua pabrik semen di Indonesia menggunakan WHRP untuk memanfaatkan sisa panas buang menjadi sumber listrik, maka industri semen di Indonesia akan menghemat sekitar 30% x Rp 14 triliun atau sekitar Rp 4,2 triliun dan mengurangi emisi CO2 sekitar 400 ribu ton/tahun.

Siklus sebuah industri adalah : Bahan Baku – Proses Produksi – Produk Jadi. Maka jika menerapkan ketiganya sekaligus, apapun jenis industrinya pantas diganjar sebutan ramah lingkungan. Selama ini industri==hr semen hanya dilihat pada fase “Bahan Baku” sehingga langsung mendapatkan julukan “Merusak Alam”. Padahal kehidupan masyarakat sehari-hari yang boros listrik adalah perilaku merusak alam juga. Industri hotel yang tidak memakai sumber daya alam secara langsung, namun kebutuhan listrik sangat tinggi, pada akhirnya berkontribusi pada peningkatan emisi karbon.

Di Indonesia, industri yang menggunakan panas suhu tinggi selain industri semen adalah, industri besi baja, industri keramik dan lainnya. Maka ruang untuk berkreasi menerapkan teknologi proses produksi yang mampu menghemat energi dan melakukan konservasi energi terbuka lebar.

Pertanyaannya mengapa Semen Gresik tidak dijadikan sebagai “role model” dalam efisiensi energi berupa konservasi energi. Namun yang diangkat ke publik hanyalah persoalan penambangan semata yang tidak bukti merusak lingkungan , hanya karena “dikhawatirkan merusak lingkungan”. Teknologi hadir menjadi solusi meningkatkan derajat kehidupan. Contohnya WHRPG yang diterapkan di pabrik Semen Gresik di Tuban. Konon pabrik Semen Gresik di Rembang lebih canggih daripada yang di Tuban, maka dapat dibayangkan efisiensi energi dan konservasi energi yang dapat diperoleh.

Diundangnya Dirut Semen Gresik Gatot Kustyadji pada acara “Paviliun Indonesia” di Bonn Jerman, -17 Nopember 2017 menunjukkan pengakuan kepada Semen Gresik sebagai industri yang ikut andil melestarikan lingkungan dalam opersionalnya. Kebetulan juga di Jerman di awal tahun 2017 dijadikan ajang road show penolak pabrik Semen yang salah satunya adalah menolak pabrik Semen Rembang oleh Gunarti yang berasal dari Pati dengan pemutaran film Samin vs Semen yang dibuat oleh Dandhy Laksono.

Jadi sekarang percaya pada WALHI, Komnas HAM, Gunretno, Gunarti, Joko Prianto yang gencar tolak pabrik Semen di Rembang milik Semen Gresik ataukah percaya pada pulik Jerman dan Pemerintah Indonesia yang mempromosikan Semen Gresik sebagai salah satu industri ramah lingkungan di Indonesia?. Jaman Now jangan hanya percaya pada “konon”, “katanya”, “share berita HOAX”. Tapi manfaatkanlah era digital dengan browsing data dan referensi. Percaya pada ilmu pengetahuan.

Acara Pavilion Indonesia adalah acara terbuka, ditunggu apakah yang menolak pabrik semen gresik di Rembang akan hadir di Bonn Jerman untuk berdemo minta agar tidak ada sesi Dirut Semen Gresik Gatot Kustyadji di acara tersebut.

 

 

  

Ikuti tulisan menarik Denmas Aher lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB