x

Ilustrasi remaja sedih atau galau. Pxhere.com

Iklan

SUGENG PUJIONO

Aparatur Sipil Negara , Statistisi , Pelukis Digital
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mengasah Rasa Kemanusiaan di Kawasan Urban Cikupa

Aksi main hakim sendiri oleh ketua lingkungan RT di Cikupa Tangerang Banten menjadi pelajaran bagi kita semua untuk lebih bijak dalam bertindak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Rasa kemanusiaan seseorang teruji ketika melihat sesama manusia diperlakukan dengan tidak manusiawi didepan manusia lainnya.

Belum lama ini kita mendengar, membaca, dan melihat berita mengenai video beberapa warga Kelurahan Sukamulya Cikupa ‘menggerebek’ kemudian  mengarak sepasang kekasih yang diduga melakukan pelanggaran norma kesusilaan . Video tersebut kemudian viral di beberapa jejaring sosial seperti Instagram, Facebook dan Youtube. Nasi sudah menjadi bubur, video sudah terlanjur tersebar dan mungkin saja telah ada yang menguduhnya. Wajah pengarak dan yang diarak sudah terlanjur di lihat dan dikenal oleh pengguna media sosial.

Jika kita cermati dari komentar-komentar yang ada di jejaring sosial atas video tersebut, sangatlah beragam. Ada netizen (warganet) yang mengomentari kegeramannya atas dugaan pelanggaran asusila oleh dua orang pria dan wanita dalam video tersebut, ada yang menganggapnya sebagai bahan candaan, ada yang mengungkapkan kegeramannya kepada warga yang mengarak , ada pula yang mengungkapkan keprihatinannya kepada orang yang mengunggah video tersebut. Peran aparat yang berwenang dalam hal ini polisi dan pemerintah daerah setempat juga tak luput dari komentar para netizen.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dari sekian banyak komentar netizen nampaknya didominasi oleh mereka yang merasa iba terhadap pria dan wanita yang menjadi ‘korban’ dalam video tersebut. Namun demikian , tentu ‘penggrebekan’ yang dilakukan oleh beberapa warga tersebut bukan tanpa alasan , informasi yang beredar wanita tersebut tinggal dirumah kontrakan dan pacarnya sedang bertamu mengantarkan makan malam, penggerebekan terjadi pada jam 11 malam oleh beberapa warga bersama ketua lingkungan setempat. Umumnya bukan jam yang lazim untuk bertamu bagi lingkungan pemukiman yang telah menetapkan aturan jam malam.

Sangat disayangkan jika langkah main hakim sendiri  oleh beberapa warga kemudian berakibat menjadi trauma yang mendalam.

Tak jarang aksi main hakim sendiri terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang mengasumsikan perbuatan orang lain melanggar norma , baik norma hukum, kesopanan, kesusilaan, atau norma kehidupan lainnya kemdian didorong dengan asumsi bahwa penegakan hukum dianggap lemah dan tebang pilih.

Tindakan main hakim sendiri justru dapat menjadi bumerang bagi mereka yang mencoba menjadi ‘hakim jalanan’ atas peristiwa yang diduga mengandung unsur pelanggaran norma yang berlaku dimasyarakat.

Hal tersebut menjadi law education bagi kita semua untuk belajar bagaimana bersikap ketika berada dalam situasi dimana suatu kerumunan / komunitas menduga adanya pelanggaran hukum atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

Aksi main hakim sendiri diatur dalam Undang-Undang no. 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pasal 4 dan 33 ayat (1) yang di mana apabila kedua pasal tersebut disimpulkan bahwa perbuatan main hakim sendiri merupakan suatu tindakan yang bersifat melawan hukum juga dan melanggar hak asasi manusia (Hanafyah,2015).

Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia pada era jejaring sosial saat ini, norma kesusilaan menjadi hal yang sangat sensitif. Apabila terjadi perbuatan yang menjurus pada pelanggaran norma kesusilaan , akan cepat sekali tersebar dan menjadi perhatian banyak pihak.

Kejadian yang berbau kriminal rentan terjadi di wilayah urban seperti Cikupa, kecamatan dengan jumlah penduduk tahun 2016 sekitar 279.785 jiwa terdiri dari berbagai suku bangsa dan latar belakang yang beragam. Daerah urban dengan potensi ekonomi yang menjadi magnet bagi pendatang ini perlu mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak. Penduduk yang mendiami wilayah Cikupa tak hanya warga asli Cikupa namun juga para pendatang yang tinggal di rumah-rumah kontrakan atau indekos. Menurut hasil listing Sensus Ekonomi 2016 oleh BPS terdapat sekitar 1700an usaha kontrakan dan kost-kostan yang tersebar di 14 wilayah yaitu 12 desa dan 2 kelurahan. Keberadaan kawasan industri , jasa, dan perdagangan menjadi faktor pendorong pertumbuhan penduduk yang tak dapat dipungkiri menyebabkan kebutuhan perusahan / hunian ikut meningkat, tak terkecuali tumbuhnya usaha sewa kontrakan dan rumah kost. Tentu menjadi bijaksana jika pengambilan kebijakan terkait usaha yang ada di Cikupa berpijak menggunakan data dalam rangka mencegah timbulnya kerawanan sosial.

Keragaman suku, latar belakang pendidikan, pekerjaan, dan status sosial dalam masyarakat Cikupa yang majemuk sangat berpotensi menimbulkan kerawanan sosial. Menyikapi hal tersebut tentu pemerintah daerah khususnya muspika perlu lebih intensif dalam memberikan pembinaan kepada warga. Selain itu kontrol terhadap penduduk yang tinggal di kontrakan atau indekost dengan cara  wajib lapor identitas penhuni kepada ketua lingkungan setempat, menetapkan aturan menghuni, memberlakukan aturan batasan jam malam dan tamu wajib lapor juga perlu menjadi perhatian, agar tidak hanya faktor ekonomi saja yang di kedepankan oleh pengusaha kontrakan / indekost. Hal ini menjadi tanggung jawab seluruh warga yang tinggal di suatu lingkungan agar rasa saling menjaga serta saling melindungi dalam mewujudkan kenyamanan dan ketentraman dalam masyarakat dapat terwujud, sehingga tidak lagi terjadi aksi main hakim sendiri dan persekusi yang hanya berdasarkan asumsi.

Hal lain yang tak kalah penting di jaman ‘now’ , masyarakat yang serba digital dan erat dengan media sosial perlu mendapat sosialisasi mengenai bahaya dan manfaat bermedia sosial. Kesadaran pribadi dan rasa empati terhadap sesama juga perlu di asah dalam bergelut dengan masyarakat yang majemuk. Jika manusia dapat memandang sesuatu tidak hanya dari persspektif dirinya maka ia akan menjadi lebih bijak dalam bertindak termasuk bermedia sosial ,agar kejadian penyalah gunaan media sosial yang tidak tepat seperti kasus diatas tidak terulang kembali di Cikupa.

Ikuti tulisan menarik SUGENG PUJIONO lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler