x

Iklan

Ketut Budiasa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Hector, Achilles, dan Tragedi Tiang Listrik

Bagi Hector dan Achilles, hidup dengan kehilangan nama baik dan kehormatan adalah jauh lebih buruk dari kematian

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Anda sudah nonton film TROY ?

Ini film sudah agak lama. Sekilas, yang paling menarik dari film ini adalah Helen, ratu Sparta. Saya masih terbayang ke-sexy-an dan sensualitasnya, yang mengingatkan saya pada lagu Bali dari artis Yong Sagita, "apang siu beli nyak mejumu" (seribu kali abang mau mengulang--entah mengulang ngapain)

Tapi saat ini saya ingin melihat dari sisi yang lain.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Troya dan Sparta adalah dua kerajaan hebat di masanya, dengan ksatria2 termasyur di kedua belah pihak. Ketika Achilles mendatangi sendirian benteng pertahanan Kerajaan Troya untuk menantang pertarungan one-on-one, bisa saja pangeran Hector memerintahkan ratusan ribu anak panah dilepaskan sekaligus dari busur para prajurtinya yang sudah bersiap -- dan bisa dipastikan Achilles langsung tewas. Tapi Hector memerintahkan prajuritnya menurunkan busur dan menyarungkan anak panah mereka. Hector, meski disusupi rasa inferior menghadapi kebesaran nama Achilles, memilih menerima tantangan pertarungan one-on-one tersebut.

Bagi kstaria2 itu, jauh lebih penting menjaga nama baik, kehormatan dan jiwa ksatria, dibanding sekedar menjaga nafas. Hidup dengan kehilangan nama baik dan kehormatan jauh lebih buruk dari kematian secara ksatria. Baik Hector maupun Achilles sama2 berdiri dengan kepala tegak, saling menghormati dan sadar mereka sedang mengukir sejarah nama besar masing2.

Mereka, Achilles dan Hector, adalah kesatria2 besar. Mereka tidak memikirkan bagaimana agar tetap hidup, atau tetap berkuasa, atau tetap dapat bergelimang kenikmatan, tetapi bagaimana agar mereka tetap memiliki kehormatan. Hidup tanpa kehormatan adalah siksaan tak terperi melebihi kematian.

Kita, saya dan anda, semua orang, sedang melakoni hidup dan bisa memilih menjadi seperti Hector, atau memilih rela menggadaikan harga diri, kehilangan rasa malu, sekedar demi kekuasaan atau kenikmatan. Di masyarakat yang semakin maju dan terdidik, dengan media sosial yang begitu massif, rekam jejak itu akan semakin mudah terlihat, terekspose, tercatat dan diakses banyak orang. Kalau salah mengambil sikap — katakanlah misalnya menghindari aparat hukum dengan membenturkan kepala pada tembok atau tiang listrik — mungkin kita bisa kebal dari rasa malu, atau sementara terhindar dari jerat hukum, tapi apa yang akan kita wariskan untuk dibaca dan dirasakan oleh anak cucu kita kelak ?

Kita, saya dan anda, semua orang, apalagi bila sedang menjabat sebagai pemimpin, semestinya memilih bersikap seperti Hector. Ia gugur sebagai ksatria, namanya tetap harum hingga jauh melampaui masanya. Belajar dari Pangeran Hector, kematian yang terhormat jauh lebih indah daripada kehidupan yang nista.

Ikuti tulisan menarik Ketut Budiasa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler