x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kasus Setnov: Relasi Jurnalis dan Nara Sumber

Peristiwa kecelakaan mobil Setya Novanto menyingkapkan sisi lain relasi jurnalis dan nara sumber.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ada pelajaran berharga yang dapat diambil dari peristiwa tabrak tiang listrik oleh mobil yang ditumpangi Ketua DPR Setya Novanto, yakni relasi antara jurnalis dan nara sumbernya.

Di kalangan jurnalis, kedekatan dengan narasumber ‘orang penting’—pejabat tinggi, pebisnis hebat, ketua partai politik, pemuka organisasi masyarakat—sering dianggap sebagai tolok ukur kehebatan dalam membuat jejaring narasumber. Sebagian jurnalis bisa menelpon orang penting ini kapan saja ia mau, memperoleh informasi kelas 1 dari sumber utama, mendapat informasi paling awal dibandingkan jurnalis lainnya, memperoleh kesempatan untuk wawancara eksklusif tatkala jurnalis lain pontang-panting mendapatkan saluran dan tidak kunjung tembus.

Sebagian jurnalis memperoleh keistimewaan semacam itu setelah melalui relasi yang panjang antara jurnalis dan nara sumber. Di masa lalu (mungkin juga hingga saat ini), ada pejabat yang hanya mau diwawancarai oleh seorang jurnalis dan tidak bersedia menerima jurnalis lain meskipun mereka berasal dari media yang sama. Kuncinya terletak pada kepercayaan, dan kepercayaan timbul setelah relasi di antara mereka melewati ujian.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Media tempat jurnalis ini bekerja sering diuntungkan oleh hubungan yang sangat dekat, seperti kemudahan memperoleh informasi penting lebih awal atau informasi latar belakang yang tidak akan muncul di muka publik. Di sisi lain, ada potensi ketergantungan media kepada jurnalisnya, yang suatu ketika ketergantungan ini dapat merepotkan karena berbagai alasan.

Di saat relasi sudah demikian dekat, sebagian jurnalis masih mampu mempertahankan kemandiriannya dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, meskipun untuk itu kadang-kadang dia harus menghadapi tekanan dari nara sumber. Namun, tidak sedikit jurnalis yang terbius oleh relasi ini, mula-mula dikarenakan oleh perasaan istimewa karena memiliki relasi yang sangat dekat dengan nara sumber penting.

Ketidakmampuan mempertahankan kemandirian dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik berpotensi menimbulkan bias, dan ini berbahaya terutama bila terkait dengan isu-isu penting dan sensitif. Seorang jurnalis yang telanjur sangat dekat dengan nara sumber akan cenderun rabun saat melihat peristiwa tertentu dan tidak mampu lagi memandangnya secara jernih.

Jurnalis yang biasa akan kehilangan daya kritisnya dalam melihat sepak terjang nara sumber. Ini semakin jadi masalah ketika nara sumber tersebut seorang pejabat publik atau pebisnis besar, yang keputusan dan tindakannya memengaruhi nasib jutaan orang. Bias itu akan memengaruhi kerja jurnalistiknya, sehingga apapun yang dilakukan dan dikatakan nara sumber dianggap benar. Prinsip check and recheck luput dijalankan, begitu pula dengan prinsip jurnalistik lainnya.

Saat itulah seorang jurnalis dapat kehilangan peran sebagai jurnalis yang tanggung jawab pertamanya ialah mengungkapkan kebenaran demi kemaslahatan masyarakat. Bukan kemustahilan bahwa dalam relasi ini seorang jurnalis dimanipulasi oleh nara sumber untuk keuntungannya sendiri. Sayangnya, bukan kemustahilan pula bahwa relasi ini bersifat saling menguntungkan. Dalam situasi simbiose mutualistis seperti ini, bukan tidak mungkin jurnalis akan melindungi nara sumbernya dari ancaman eksternal.

Dalam relasi jurnalis dan nara sumber tersimpan potensi konflik yang dapat mengingkari prinsip-prinsip jurnalisme. Terlebih lagi, ketika di masa sekarang banyak pemilik media adalah juga pebisnis di ranah non-media sekaligus menjadi politikus dan petinggi partai. Ketiga kekuatan potensial dari ketiga ranah yang berbeda itu akhirnya dihimpun dalam satu tangan dan berkembang menjadi kekuatan yang sangat besar dalam memengaruhi masyarakat.

Ketika jurnalis bergabung di dalamnya, menjadi semakin tidak mudah bagi dirinya untuk menarik garis batas yang tegas antara peranya sebagai orang yang pengabdian pertamanya adalah untuk kemaslahatan masyarakat luas dan perannya sebagai kepanjangan tangan politikus. Dalam relasi yang terlampau dekat, jurnalis cenderung tidak mampu menjalankan fungsi kritisnya dalam menemukan dan menyampaikan kebenaran secara adil. (Foto ilustrasi: tempo.co) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler