x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ketakjuban Kanak-kanak yang Terkikis

Rasa takjub dan imajinasilah yang mula-mula membawa da Vinci dan ibn al-Haytham ke arah penjelajahan rahasia gerak dan cahaya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Leonardo da Vinci, manusia ajaib dari Florence abad pertengahan, kerap mengamati hal-hal kecil yang bagi kebanyakan orang dianggap tidak penting, tidak menarik, atau cukup diterima begitu saja. Contohnya, pergerakan air di sekeliling perahu kertas yang berlayar di sungai kecil dan pergerakan udara di antara kepak sayap burung-burung.

Bagi da Vinci, hal-hal yang tampak kecil itu adalah sumber pengetahuan dan pemahaman mengenai esensi dari gerak. Dari pergerakan itu, ia juga menyerap keindahan. Ia memang memadukan dua anugerah di dalam dirinya: sebagai ilmuwan-insinyur dan sebagai perupa. Kedua anugerah ini saling melengkapi sehingga dalam ikhtiarnya memahami gerak ataupun anatomi, da Vinci memadukannya sebagai satu keutuhan pemahaman. Visualisasi gagasan menjadi bagian penting bagi da Vinci dalam menemukan pemahaman yang tepat mengenai sebuah gejala alam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun sesungguhnya, pada mulanya rasa ingin tahu yang mendorong da Vinci untuk mengeksplorasi segi teknis dan keindahan itu, dan rasa ingin tahu lahir dari ketakjuban laiknya kanak-kanak. Mengamati air berpusar dan udara bergerak di sekitar sayap dan ekor burung memantik imajinasinya, hingga akhirnya sampai kepada pemahaman dan pengetahuan. “Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan,” ujar Albert Einstein, dan dalam kasus da Vinci ucapan ini benar belaka.

Begitu pun yang dijalani oleh Hasan ibn al-Haytham, ilmuwan yang hidup pada abad 10-11 Masehi. Ketakjuban pada cahaya mendorong Hasan ibn al-Haytham untuk mencari tahu ihwal perilaku cahaya. Ia melakukan eksperimen seperti yang dilakukan kanak-kanak dengan cahaya: membuat bayangan dengan meneruskan cahaya dari sumber melalui lubang kecil. Ibn al-Haytham menolak pandangan orang-orang Yunani bahwa mata manusia melihat dengan cara memancarkan cahaya.

Rasa takjub dan imajinasilah yang mula-mula membawa da Vinci dan ibn al-Haytham ke arah penjelajahan rahasia gerak dan cahaya. Eksplorasi ibn al-Haytham bahkan menjangkau ke wilayah perseptual—bagaimana cahaya dan warna, setelah bergerak melewati mata, memengaruhi persepsi manusia. Ibn al-Haytham melanjutkan perjalanannya dari ‘fisika tentang perilaku cahaya’, lalu biologi, dan kemudian psikologi. Di tangan da Vinci, cahaya dan warna serta gerak melahirkan lukisan berharga sangat mahal.

Tidak mudah mempertahankan rasa takjub kanak-kanak hingga usia dewasa. Banyak hal memengaruhi dan bahkan menggerus rasa takjub itu. Ketika dewasa, kita melihat meteor yang meluncur di langit sebagai peristiwa alam yang lumrah. Peristiwa ini tidak lagi membangkitkan rasa takjub dan mengusik rasa ingin tahu kita layaknya di masa kecil ketika kita terheran-heran memandang warna-warni pelangi yang melengkung indah di langit setelah hujan reda.

Rasa takjub itu terkikis dan tergerus serta membuat kita tidak lagi peka terhadap keajaiban yang berlangsung di sekeliling kita. Kita jadi enggan dan malu bertanya tentang ini dan itu karena takut dianggap tidak tahu (walaupun sebenarnya memang tidak tahu). Kita juga kian jarang mengamati sesuatu layaknya pengamat yang intensif dan eksploratif. Misalnya, semut-semut yang bergotong royong mengangkat sebutir nasi—“Apanya yang aneh?” kata kita. Dalam usianya yang semakin lanjut, Profesor Edward O. Wilson, mantan guru besar biologi di Universitas Harvard, AS, dengan penuh antusias bak kanak-kanak masih berusaha memahami bagaiman semut-semut bersosialisasi.

Semakin dewasa, kita semakin jarang mencoba ini dan itu tanpa takut bersalah. Kita menciptakan rintangan imajiner bagi diri sendiri. Ketika kanak-kanak kita spontan melompat ke kolam renang sebab kita tidak tahu bahwa agar tidak tenggelam kita harus bisa berenang, tapi semakin dewasa kita semakin banyak berhitung. Di masa kanak-kanak, kita melakukan banyak hal karena rasa takjub, ingin tahu, gembira, dan kurang berpikir tentang rasa takut, cemas, atau khawatir bila keliru dan merasa malu bila bersalah.

Mengapa rasa takjub kanak-kanak kita berlalu? Mengapa kemampuan imajinasi kanak-kanak kita pergi dengan beranjaknya usia? **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB