x

Iklan

Misbahul Ulum

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Setya Novanto dan Pelecehan Nalar Publik

Kasus Penetapan Setya Novanto sebagai tersangka E-KTP

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sampai dengan hari ini saya masih belum sepenuhnya mengerti, tujuan dan maksud Setya Novanto (Ketua Partai Golkar dan sekaligus Ketua DPR RO) mati-matian menghindari jerat dari lembaga antri rausah, KPK. 

Di dalam berbagai kesempatan, di berbagai media massa, Setnov (sapaan akrab Setya Novanto) selalu menampik bahwa dirinya terlibat skandal mega korupsi e-KTP. Namun, saat KPK mengaitkan namanya dengan kasus e-KTP Setnov mulai bertingkah aneh. Berulang kali ia mangkir dari panggilan KPK, sekalipun ia masih berstatus sebagai saksi yang hanya ingin dimintai keterangan oleh KPK. Baru setelah KPK menetapkan Setnov sebagai tersangka, Setnov yang selama ini hampir tidak pernah terdengar terbaring di Rumah Sakit, tiba-tiba dikabarkan sedang sakit parah, segala penyakitnya kambuh.

Di saat yang sama, Setnov mempersoalkan langkah KPK perihal penetapannya sebagai tersangka. Bagi Setnov penetapan dirinya sebagai tersangka tidak sah, sehingga ia mengajukan gugatan Praperadilan. Dan ya, gugatan Setnov dikabulkan, ia tidak lagi bertstatus sebagai tersangka. Ia pun kembali sembuh, sehat, dan tertawa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selang beberapa saat setelah Setnov bebas dari status tersangka, KPK kembali menetapkan Setnov sebagai tersangka, karena menurut KPK telah ada banyak bukti yang dapat menjerat Setnov dalam perkara e-KTP.

Lagi-lagi Setnov berulah. Kali ini semakin lucu dan menggelikan. Tiba-tiba saja Setnov hilang dari peredaran, tidak ada yang tahu pasti dimana keberadaannya. Disaat semua orang mulai mempertanyakan keberadaan Setnov, tersiar kabar bahwa Setnov kecelakaan, luka parah dan harus dirawat di RS Permata Hijau.

Pelecehan Nalar Publik

Dari berbagai rentetan ulah Setnov dalam menghadapi kasus hukum yang menjeratnya, ada beberapa hal yang sesungguhnya telah melecehkan nalar publik. Publik seolah dianggap sebagai masyarakat "rendahan" yang akan percaya dengan adegan kebohongan yang dibuat oleh Setnov berserta tim pendukung setianya.

Pertama, saat Setnov ditetapkan sebagai tersangka untuk pertama kalinya, beredar gambar dirinya sedang terbaring di Rumah Sakit daerah Jatinegara Jakarta Timur. Ada sebuah pesan yang seolah ingin disampaikan kepada publik bahwa dirinya "berhalangan" untuk diperiksa lebih lanjut. Sungguh, sebuah hal yang sangat tiba-tiba dan membuat publik bertanya. Setnov yang selama ini hampir tidak pernah terbaring sakit (setidaknya jarang diberitakan sakit), tiba-tiba saja sakit parah, kompleks, dan harus dirawat intensif.

Jika dinalar dengan penalaran yang sangat biasa, ulah Setnov mirip sikap anak-anak yang menghilangkan gadget orang tuanya lalu pura-pura sakit agar tidak dihukum, berharap orang tuanya empati, menaruh rasa kasihan, dan memaafkan. Bagimana tidak, Setnov sebagai orang penting di Indoensia (Ketua DPR) tentu memiliki stardar kesehatan yang sangat ketat. Seandainya saja Setnov merasa gatal tiba-tiba di salah satu jarinya, sudah ada dokter yang siap 24 jam untuk mengobatinya. Dengan standar kesehatan yang begitu ketat, bagaimana mungkin ada penyakit berbahaya yang dibiarkan bersarang di tubuh Papa Setnov. Dan kenapa pula penyakitnya baru kambuh saat dirinya menjadi tersangka?. Sungguh sangat sulit dimengerti.

Kedua, Ketika Setnov ditetapkan sebagai tersangka untuk kali kedua, lagi-lagi ia berulah, bahkan semakin lucu dan menggemaskan. Tiba-saja dia menghilang bagai di telan bumi. Semua orang penasaran, bertanya-tanya, sampai-sampai KPK harus memanggil mantan ketua umum Partai Golkar, Pak Ical untuk dimintai keterangan perihal keberadaan Setnov.

Karena banyak yang bertanya-tanya itulah, saya menjadi teringat lagu Trio Ubur-Ubur dan Soni Wakwaw yang sempat booming beberapa waktu lalu;

"Papa Mana- pama mana - papa mana , di mana? di mana? di Jonggol !!!"

Di tengah rasa penasaran publik terhadap keberadaan Setnov, tersiar kabar bahwa ia kecelakaan dan harus dirawat di salah satu Rumah Sakit di daerah Permata Hijau. Menurut penuturan Penasehat Hukumnya, Setnov harus dirawat karena kecalakaan parah, bagian depan mobil ringsek, kacanya pecah. Sebuah gambaran kecekalaan yang mengerikan, sepertinya.

Dalam kasus kedua ini, nalar publik seolah kembali ingin dilecehkan. Kecelakaan yang dinarasikan sebagai kecakalaan luar biasa, ternyata tidak lebih dari inseiden kecil yang sangat biasa saja. Bahkan, secara lebih vulgar, bisa dikatakan bahwa insiden itu hanyalah sebuah rekayasa saja.

Ada beberapa penalaran yang bisa kita gunakan untuk menyebut bahwa insiden itu tidak mencerminkan kecelakaan sesungguhnya.

  1. Kendaraan yang digunakan pada saat terjadinya kecelakaan adalah Toyota Fortuner. Bukan mermaksud merendahkan Toyota Fortuner, tapi dalam konteks ketua DPR ini, rasanya hal tersebut sangat sulit diterima. Sebab, Setnov adalah sosok yang selama ini dikenal senang mengoleksi dan mengendari mobil-mobil mewah. Untuk itulah, kecekalaan Setnov dengan menggunakan Toyota Fortuner hampir menjadi sesuatu yang mustahil, kecuali mobil tersebut sengaja dibeli dan digunakan hanya untuk ditabrakkan ke tiang listik.
  2. Sebagai ketua DPR, Setnov sudah seharusnya dikawal oleh Patwal. Namun, saat kecelakaan terjadi, tidak ada tanda-tanda Patwal yang menyertainya.
  3. Kecekakaan terjadi di tempat yang hampir tidak miliki potensi kecelakaan. Sebab lokasi kecelakaan adalah kawasan yang memang bukan berlalulintas padat. Anehnya lagi, kecelakaan tersebut adalah kecelakaan tunggal, terjadi begitu cepat, dan minim saksi mata.
  4. Kondisi mobil yang digunakan "merabrak tiang listrik" juga terlihat biasa saja, tidak ada kerusakan parah seperti yang dinarasikan. Bahkan, Airbag juga tidak mengembang. Padahal secara prosedural, air bag akan mengembang dengan kecepatan di atas 30 km/jam. Ini semakin menunjukkan bahwa kecelakaan tersebut terjadi dalam kondisi mobil melaju dengan kecepatan rendah. Mungkin mirip orang yang sedang berlatih menyetir.
  5. Kenapa hanya Setnov yang luka parah? Padahal seperti diketahui kecelakaan tersebut tidak hanya dialami Setnov, tepai juga melibatkan sopir dan ajudannya. Jika dibuat urutan korban, yang paling layak dirawat adalah sopir karena dia yang paling depan dan paling merasakan benturan. Atau jangan-jangan memang Setnov sendiri yang mengemudikan mobil tersebut.

Dari beberapa penalaran yang sangat standar ini, ada baiknya Setnov menyudahi sandiwara yang sudah terlanjut menjadi bahan candaan dan guyonan hampir semua orang ini. Namun, jika benar Setnov sakit parah, kita doakan semoga lekas sembuh dan siap menghadapi kasus hukum yang menjeratnya.

Yang jelas, kalau memang merasa benar dan tidak terlibat, hadapi dan buktikan kalau KPK salah. Namun jika memang terlibat, akui saja dan segera bertaubat selagi pintau taubat masih dibuka.

Ikuti tulisan menarik Misbahul Ulum lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler