x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SeninCoaching: Dihargai di Bumi, Terkenal di Langit

An effective leader is a person with a passion for a cause that is larger than they are.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Leadership Growth: To BE a Leader or a Celebrity?

 

Mohamad Cholid

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Practicing Certified Business and Executive Coach

 

Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa sebuah organisasi besar mengganti chairman dan CEO bisa jadi merupakan berita biasa dalam dinamika bisnis. Namun bisa menjadi penting dan layak dicermati jika RUPS tersebut menggantikan tokoh yang dikenal dengan banyak bunga berita, nyaris bagaikan selebriti, dan berhasil membangun citra organisasi yang dipimpinnya berjalan sepertinya sukses besar.

Revenue sudah mencapai trilyunan rupiah, memiliki sejumlah cabang dan anak perusahaan di banyak kota penting, bahkan produk-produknya mendapatkan award yang kelihatannya gagah.

Chairman dan mantan CEO organisasi tersebut diatas sesungguhnya telah sukses membangun bisnis dari kondisi berat. Ia mewakili para pemilik saham baru yang membeli sebuah perusahaan dalam kondisi memprihatinkan. Keberhasilannya 10 tahun pertama memimpin pengembangan usaha menjadi gurita bisnis memang sangat mengesankan, sehingga pemegang saham memberikan stock option kepadanya. Jadilah ia CEO, kemudian Chairman, dan oleh publik dianggap sebagai pemilik perusahaan tersebut.   

Mr.Chairman dan waktu itu juga CEO menjadi lebih dikenal publik, lebih banyak dibicarakan media, ketimbang organisasi yang dia pimpin dan dia kembangkan. Ia rupanya terkena "sindrom Lee Iacocca.”

Siapa tidak kenal Lee Iacocca, the most celebrated CEO dalam sejarah bisnis di AS setelah ia berhasil dengan gemilang menyelamatkan perusahaan otomotif Chrysler pada 1980-an? Biografinya, Iacocca, terjual tujuh juta jilid dan menjadikannya bagaikan rock star. Tampil di sejumlah talk show, diantaranya Larry King Live, lalu menjadi bintang di puluhan iklan, dan bahkan menyatakan siap untuk menjadi presiden AS. “Mengelola Chrysler merupakan kerjaan lebih besar daripada mengurus negara. … Saya bisa menangani ekonomi nasional dalam enam bulan,” katanya, saat itu.

Tapi apa yang kemudian terjadi? Lee Iacocca kehilangan fokus, upaya-upaya pengembangan bisnisnya tidak membuahkan hasil, termasuk joint venture-nya dengan Maserati, perusahaan otomotif Itali. Ia menjadi korban dari karismanya sendiri. Harga saham Chrysler jatuh 31% dibawah rata-rata pasar.

Ternyata benar kata Bill Gates, founder Microsoft, yang pernah mengingatkan, “Success is a lousy teacher.”

Banyak orang mabuk sukses, kehilangan fokus pada niat utama membangun organisasi, lantas lebih sibuk membangun karisma pribadi. Sejarah telah membuktikan berkali-kali, kepemimpinan yang  mengandalkan karisma dan ego yang digelembungkan oleh sukses pada tahun-tahun awal kepemimpinannya, cenderung menimbulkan penderitaan. Contohnya, Mao Zedong dan Stalin.

Dalam kasus Mr. Chairman dan mantan CEO yang berdasarkan RUPSLB dinyatakan mengundurkan diri sebagaimana disebutkan diatas -- dan ternyata juga menjual sahamnya kepada pemegang saham utama -- ada indikasi telah mengembangkan usaha menjadi gurita bisnis dengan sejumlah catatan kaki.

Misalnya, para tenaga professional di anak-anak perusahaan yang tersebar di banyak kota penting itu, kurang mendapatkan apresiasi memadai. Gaji mereka kecil, tidak jauh dari UMR (Upah Minimun Regional). Mereka memang bekerja di bangunan-bangunan kelihatan bagus, tapi kondisi di dalamnya kurang sehat. Demi menekan biaya, cahaya lampu kurang terang untuk bekerja dan kebersihan lingkungan seperti diurus saat ingat saja.

Pendekatan manajemen seperti itu kalau tidak boleh disebut gaya zaman Revolusi Industri minimal seperti masa kolonial, dimana karyawan bekerja dalam keterbatasan demi menekan ongkos, yang penting bos kaya raya, terkenal pula, dan orang-orang di sekitarnya hidup mewah.

Mr.Chairman dan mantan CEO tersebut sepertinya senang lebih terkenal di bumi, membangun citra diri seolah-olah selalu membuat terobosan, namun tidak perduli pada pihak Pemilik Langit bagaimana menilainya. Ia bahkan dianggap suka merambah ke grey area, terkait dengan etika dan hukum.

Ia rupanya khilaf untuk belajar dari organisasi-organisasi yang sukses di dunia. Perusahaan-perusahaan dengan “ideologi” mengutamakan harkat manusia, terbukti tumbuh lebih sehat, profitabiltasnya berkembang positif, dan harga sahamnya jauh lebih tinggi dari rata-rata pasar. Sedangkan bisnis yang ngotot mengejar profit semata dan mengorbankan kemanusiaan, kenyataannya kurang berkembang. 

Jim Collins dan Jerry I. Porras dalam buku Built to Last, Successful Habits of Visionary Companies, menceritakan dengan gamblang perusahaan-perusahaan yang visionary, memiliki core ideology, mengedepankan faktor manusia, dan berumur panjang dengan sehat. Pembandingnya adalah perusahaan-perusahaan yang tidak menghidupkan atau tidak memiliki core value, cenderung mengejar profit semata, dan kurang sukses.

Contoh perusahaan yang visionary antara lain Hewlett Packard (HP), Sony, Merck, dan 3M.  Ketika pada 1996 David Packard meninggal, Bill Hewlett menuturkan, warisan penting yang ditinggalkannya selain US$ 4.3 milyar (billion) saham HP untuk charitable foundation adalah core ideology HP, ajaran moral yang menjadi pegangan perusahaan dalam pertumbuhannya menghadapi perkembangan zaman. Utamanya, menghargai individu, komitmen untuk bertanggungjawab kepada komunitas, dan dedikasi menyediakan produk berkualitas dan handal dengan harga terjangkau.

Core ideology dan pegangan moral sebagaimana dilaksanakan HP menunjukkan, David Packard dan Bill Hewlett sebagai founders dan para CEO yang menggantikan mereka benar-benar berniat membangun organisasi tidak hanya meraih profit, dikenal di bumi, tapi juga membangun keutamaan harkat manusia, sehingga layak untuk dikenal oleh Penjaga Langit.

Umumnya para CEO atau presiden atau chairman perusahaan-perusahaan hebat di dunia, dengan profitabiltas tumbuh terus dan nilai sahamnya selalu berada diatas rata-rata pasar dalam jangka panjang, tidak banyak dikenal publik. Misalnya CEO 3M atau Kimberly Clark. Mereka fokus membangun organisasi menjadi hebat, rendah hati, disiplin, tanpa banyak tampil di publik.

Mereka tampaknya lebih cocok dengan gambaran umum effective leaders, yaitu: An effective leader is a person with a passion for a cause that is larger than they are. Someone with a dream and a vision that will better society, or at least, some portion of it.

Hal-hal semacam itu belum pernah terdengar dari Mr. Chairman dan mantan CEO yang mengundurkan diri berdasarkan RUPSLB sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini. Waktu dan energinya terkuras untuk menikmati menjadi terkenal, selalu ingin berperan penting di banyak arena yang terpapar di publik.

Menurut Board of Director baru hasil RUPSLB, banyak yang mesti diperbaiki dalam pengelolaan organisasi. Harus lebih disiplin, sistematik, tanpa menjadi birokratis.

Problem bisnis tentunya menantang untuk diatasi, tapi diantisipasi tidak perlu mengerahkan energi besar. Paling merepotkan adalah mengubah mindset dan perilaku orang-orang, utamanya para key persons dalam tim pengelola organisasi yang merasa terancam dengan perubahan. Demikian menurut analisis direksi baru tersebut pekan lalu.

Program Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching (MGSC) menjadi alternatif terbaik untuk meningkatkan efektivitas team leaders. Para eksekutif dan leaders yang menjadi motor untuk menggerakkan organisasi, berdasarkan metode MGSCC, dibantu untuk berani keluar dari zona nyaman yang mengepung mereka sekarang, merambah wilayah baru, lanskap bisnis hari ini.

Mereka perlu bersikap rendah hati, mengakui keterbatasan masing-masing dan bersedia menerima feedback dan masukan (feedforward) dari para stakeholders, yaitu orang-orang yang kena dampak langsung dari perilaku kepemimpinan mereka.

Langkah penting berikutnya adalah disiplin mengasah kompetensi diri dan menerapkan jurus-jurus pilihan menjadi lebih efektif.

MGSCC membantu para eksekutif dan leaders meraih perubahan positif kepemimpinan mereka secara terukur. Terkait dengan pekerjaan dan tanggung jawab masing-masing di organisasi, real time on the job.  

 

 Mohamad Cholid  adalah Head Coach di Next Stage Consulting

n  Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching

n  Certified Marshall Goldsmith Global Leader of the Future Assessment

Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528)

(www.nextstageconsulting.co.id)   

 

    

  

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler