Madzhab Bagir al-Sadr
Madzhab ini dipelopori oleh Baqir as- Sadr dengan bukunya yang fenomenal Iqtishâdunâ (Ekonomi Kita). Madzhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi (economics) tidak pernah bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi tetap ekonomi, dan Islam tetap Islam. Keduanya tidak akan pernah dapat disatukan, karena keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif. Yang satu anti-Islam, yang lainnya Islam. Menurut mereka, perbedaaan filosofi ini berdampak pada perbedaan cara pandang keduanya dalam melihat ekonomi. Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas sementara sumber daya yang tersedia untuk memuaskan keinginan manusia tersebut jumlahnya terbatas.
Madzhab Baqir menolak pernyataan ini, karena menurut mereka, Islam tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas. Dalil yang dipakai adalah QS. al-Qamar ( 54): 49: “Sungguh telah Kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya. ” Dengan demikian, karena segala sesuatu telah terukur dengan sempurna, sebenarnya Allah telah memberikan sumber daya yang cukup bagi seluruh manusia di dunia. Maka tergantung manusianya yang akan mengolah, memanfaatkan dan mengoptimalkan kesempurnaan sumber daya yang ada di dunia ini. Pendapat bahwa keinginan manusia itu tidak terbatas juga ditolak. Suatu contoh adalah manusia akan berhenti minum jika dahaganya sudah terpuaskan. Oleh karena itu, mazhab ini berkesimpulan bahwa keinginan yang tidak terbatas itu tidak dapat dibenarkan karena kenyataannya keinginan manusia itu terbatas. Bandingkan pendapat ini dengan teori Marginal Utility, Law of Diminishing Returns, dan Hukum Gossen dalam ilmu ekonomi.
Madzhab Baqir juga berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Yang kuat memiliki akses terhadap sumber daya sehngga menjadi sangat kaya, sementara yang lemah tidak memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat miskin. Karena itu masalah ekonomi muncul bukan karena sumber manusia yang terbatas. Tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas. Karena menurut mereka, istilah “ekonomi Islami” adalah istilah yang bukan hanya tidak sesuai dan salah, tapi juga menyesatkan dan kontradiktif, karena itu penggunaan istilah “ekonomi Islami” harus dihentikan. Sebagai gantinya, ditawarkan istilah baru yang berasal dari filosofi Islam, yakni Iqtishâd. Menurut mereka, iqtishâd bukan sekedar terjemahan dari ekonomi. Iqtishâd berasal dari bahasa Arab qasd yang secara harfiah berarti “equilibrium” atau “keadaan sama, seimbang atau pertengahan”.
Pemikiran Muhammad Baqir Sadr menjadi sangat menarik untuk digali lebih dalam, bukan hanya karena Muhammad Baqir Sadr membawa ?pemikiran baru yang berbeda dengan pemikiran – pemikiran ekonomi yang sudah mapan, akan tetapi juga mengingat latar belakang keilmuan Muhammad Baqir Sadr - ?adr yang dibesarkan dalam iklim keilmuan Islam yang sangat kental dan penguasaannya terhadap ilmu-ilmu umum yang berkembang di dunia Barat, terutama ilmu ekonomi. Penguasaannya terhadap teori-teori ekonomi yang dikemukakan oleh Karl Marx dan para ekonom yang mengemukakan teori-teori liberal seakan menghapus kecurigaan bahwa pemikiran yang dia lahirkan tidak didasarkan atas fanatisme semata.
Berdasarkan uraian di atas, diperlukan pembahasan lebih mendalam dan sistematis tentang basis epistemologi ekonomi Islam menurut Muhammad Baqir Sadr. Terbatas pada kajian Empirisme – Positivisme dimana John Locke merupakan tokoh penting lahirnya aliran ini dalam masa filsafat Barat Modern, yang kemudian cukup banyak mempangaruhi John Stuart Mill yang sangat dikenal sebagai salah satu tokoh ekonomi. Yang kemudian dikritik oleh Muhammad Baqir Sadrsecara epistemologi. Adapun ruang lingkup buku ini adalah filsafat ekonomi Islam berdasarkan pandangan Muhammad Baqir Sadr dalamkaryanya Iqtishaduna, Falsafatunadan lainnya yang penulis anggap relevan. Filsafat Ekonomi Islam relatif masih baru. Permasalahan – permasalahan ekonomi yang diangkat oleh ulama terdahulu biasanya hanyalah permasalahan fiqih muamalah yang memang dibutuhkan oleh zamannya. Belakangan muncul para ekonom Muslim yang menggagas dan membahas ilmu ekonomi Islam secara sistematis. Beberapa ilmuwan, sesuai dengan latar belakang keilmuan serta kapasitas yang mereka miliki, mencoba untuk membangun ilmu Ekonomi Islam dan berusaha untuk menjawab persoalan ekonomi sesuai dengan pandangan Islam yang mereka miliki. Muhammad Baqir Sadr yang dianggap pionir dalam ilmu ekonomi Islam telah membuahkan beberapa karya dalam hal ini, seperti magnum opus nya Iqtishâdunâ, Falsafatuna, Bank Allâ Ribâ wi fi al-Islâm, Maqâlât Iqtishâd iyyah dan Al-Bank al-Islâmiyyah. Akan tetapi, sejak kematiannya, menurut hemat penulis, belum banyak penelitian yang berusaha membongkar pemikiran ekonomi Muhammad Baqir Sadr, penelitian tentang Muhammad Baqir Sadr lebih banyak tertuju pada pemikiran dan peran politiknya serta pengaruhnya terhadap pergerakan Islam di Timur Tengah.
Muhammad Muhammad Muhammad Baqir Sadr - ?adr Ash – Shadr dalam bukunya Falsafatuna pada kata bagian pengantar menyatakan bahwa penulisan buku tersebut bertujuan salah satunya adalah berupaya memberikan bukti logika rasional yang menegaskan bahwa metode rasional dari berpikir adalah logis dan nalar/pikiran adalah criteria primer pemikiran manusia. Tidak mungkin ada pemikiran filosofis atau ilmiah yang tidak tunduk pada kriteria umum ini. Bahkan, pengamatan/pengalaman yang diklaim oleh kaum empirisme sebagai kriteria primer adalah realitas yang tidak lain merupakan instrumen bagi penerapan criteria rasional tersebut. Teori eksperimen tidak dapat membuang harta terpendam rasional tersebut. Muhammad Muhammad Baqir Sadr - ?adr Shadr memberikan catatan bahwa dengan pemahaman doktrin empiris tersebut akan berimplikasi pada; 1. Kemampuan berpikir manusia dibatasi dengan batas-batas wilayah empiris sehingga penyelidikan metafisika (non ilmiah) akan menjadi sia-sia dan tak bermakna (muspra). Di sini doktrin empiris berlawanan dengan prinsip doktrin rasional. 2. Gerakan pemikiran dalam doktrin empiris bergerak dari hal-hal yang berasal dari eksperimen / partikular (ilmiah) ke hukum umum alam (universal). Sedangkan doktrin rasional menyatakan bahwa pikiran selalu bergerak dari yang umum (universal) ke yang khusus (partikular). Di sini doktrin empiris menegaskan bahwa hukum umum (universal) dalam doktrin empiris adalah pengetahuan yang berasal dari yang partikular / eksperimen.
1. Ali Hamzah, Supian Suri, EVALUASI EPISTEMOLOGI EKONOMI BARAT DAN ISLAM DALAM TINJAUAN IQTISHÂD Jurnal At-Tafkir(2017) Vol. X hlm. 26-27
2. Bagir Sadr, Muhammad, Islam dan Madzhab Ekonomi, (Jakarta: Penerbit YAPI, 1989).
3. Karim, Adiwarman , Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: The International Istitute of Islamic Thought Indonesia, 2003 ), hlm. 47
Ikuti tulisan menarik aminatuz zuhriya lainnya di sini.