x

Iklan

aminatuz zuhriya

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Berpalingnya Madhzab Iqtishoduna Dari Ekonomi Islam

Madhab Iqtishoduna merupakan madhzab yang dikemukakan oleh baqr as-sadr

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Madzhab Bagir al-Sadr

Madzhab  ini dipelopori oleh Baqir as- Sadr dengan bukunya  yang  fenomenal  Iqtishâdunâ  (Ekonomi  Kita).  Madzhab  ini  berpendapat  bahwa  ilmu  ekonomi  (economics)  tidak  pernah  bisa sejalan  dengan  Islam.  Ekonomi  tetap  ekonomi,  dan  Islam  tetap Islam. Keduanya  tidak  akan  pernah  dapat  disatukan,  karena keduanya berasal  dari  filosofi  yang saling kontradiktif.  Yang satu anti-Islam, yang lainnya Islam. Menurut  mereka, perbedaaan  filosofi  ini  berdampak  pada perbedaan  cara  pandang  keduanya  dalam  melihat  ekonomi. Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan  manusia  yang  tidak  terbatas  sementara  sumber  daya yang  tersedia  untuk  memuaskan  keinginan  manusia  tersebut jumlahnya  terbatas. 

Madzhab  Baqir  menolak  pernyataan  ini, karena  menurut  mereka,   Islam  tidak  mengenal  adanya  sumber daya  yang terbatas. Dalil yang dipakai adalah  QS. al-Qamar  ( 54): 49:  “Sungguh  telah  Kami  ciptakan  segala  sesuatu  dalam  ukuran  yang setepat-tepatnya. ”  Dengan  demikian,  karena  segala  sesuatu  telah terukur  dengan  sempurna,  sebenarnya  Allah  telah  memberikan sumber  daya  yang  cukup  bagi  seluruh  manusia  di  dunia.  Maka tergantung manusianya yang akan mengolah,  memanfaatkan dan mengoptimalkan  kesempurnaan  sumber  daya  yang  ada  di  dunia ini.  Pendapat  bahwa  keinginan  manusia  itu  tidak  terbatas  juga ditolak.  Suatu  contoh  adalah  manusia  akan  berhenti  minum  jika dahaganya  sudah terpuaskan.  Oleh  karena  itu,  mazhab  ini berkesimpulan  bahwa  keinginan  yang  tidak terbatas  itu  tidak dapat  dibenarkan  karena  kenyataannya  keinginan  manusia  itu terbatas.  Bandingkan  pendapat  ini  dengan  teori  Marginal  Utility, Law  of  Diminishing  Returns,  dan  Hukum  Gossen  dalam  ilmu ekonomi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Madzhab  Baqir  juga  berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul  karena  adanya  distribusi  yang  tidak  merata  dan  adil sebagai  akibat  sistem  ekonomi  yang  membolehkan  eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Yang kuat memiliki akses  terhadap  sumber  daya  sehngga  menjadi  sangat  kaya, sementara yang lemah tidak memiliki akses terhadap sumber daya sehingga  menjadi  sangat  miskin.  Karena  itu  masalah  ekonomi muncul  bukan  karena  sumber  manusia  yang  terbatas.  Tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas. Karena  menurut  mereka,  istilah  “ekonomi  Islami”  adalah istilah  yang  bukan  hanya  tidak  sesuai  dan  salah,  tapi  juga menyesatkan  dan  kontradiktif,  karena  itu  penggunaan  istilah “ekonomi  Islami”  harus  dihentikan. Sebagai  gantinya, ditawarkan  istilah  baru  yang  berasal  dari  filosofi  Islam,  yakni Iqtishâd. Menurut mereka,  iqtishâd  bukan sekedar terjemahan dari ekonomi.  Iqtishâd    berasal  dari  bahasa  Arab  qasd  yang  secara harfiah  berarti  “equilibrium”  atau  “keadaan  sama,  seimbang  atau pertengahan”.

            Pemikiran Muhammad Baqir Sadr menjadi sangat menarik untuk digali  lebih  dalam,  bukan  hanya  karena  Muhammad  Baqir  Sadr membawa  ?pemikiran  baru yang  berbeda  dengan  pemikiran  – pemikiran ekonomi yang sudah mapan, akan tetapi juga mengingat  latar belakang keilmuan Muhammad Baqir Sadr - ?adr yang dibesarkan dalam iklim  keilmuan  Islam  yang  sangat  kental  dan  penguasaannya  terhadap ilmu-ilmu  umum  yang  berkembang  di  dunia  Barat,  terutama  ilmu ekonomi.  Penguasaannya  terhadap  teori-teori  ekonomi  yang dikemukakan  oleh  Karl  Marx  dan  para  ekonom  yang  mengemukakan teori-teori  liberal  seakan  menghapus  kecurigaan  bahwa  pemikiran  yang dia lahirkan tidak didasarkan atas fanatisme semata.

            Berdasarkan  uraian  di  atas,  diperlukan  pembahasan  lebih mendalam  dan  sistematis  tentang  basis  epistemologi  ekonomi  Islam menurut  Muhammad  Baqir  Sadr.  Terbatas  pada  kajian  Empirisme  – Positivisme dimana John Locke merupakan tokoh penting lahirnya aliran ini  dalam  masa  filsafat  Barat  Modern,  yang  kemudian  cukup  banyak mempangaruhi  John  Stuart  Mill  yang  sangat  dikenal  sebagai  salah  satu tokoh  ekonomi.  Yang  kemudian  dikritik  oleh  Muhammad  Baqir  Sadrsecara  epistemologi.  Adapun  ruang  lingkup  buku  ini  adalah  filsafat ekonomi  Islam  berdasarkan  pandangan  Muhammad  Baqir  Sadr  dalamkaryanya Iqtishaduna, Falsafatunadan lainnya yang penulis anggap relevan. Filsafat  Ekonomi  Islam  relatif  masih  baru.  Permasalahan  – permasalahan  ekonomi  yang  diangkat  oleh  ulama  terdahulu  biasanya hanyalah permasalahan fiqih muamalah yang memang dibutuhkan oleh zamannya.  Belakangan  muncul  para  ekonom  Muslim  yang  menggagas dan  membahas  ilmu  ekonomi  Islam  secara  sistematis.  Beberapa ilmuwan,  sesuai  dengan  latar  belakang  keilmuan  serta  kapasitas  yang mereka  miliki,  mencoba  untuk  membangun  ilmu  Ekonomi  Islam  dan berusaha untuk menjawab persoalan ekonomi sesuai dengan pandangan Islam yang mereka miliki. Muhammad Baqir Sadr yang dianggap pionir dalam ilmu ekonomi Islam telah membuahkan beberapa karya dalam hal ini, seperti magnum opus nya Iqtishâdunâ, Falsafatuna, Bank Allâ Ribâ wi fi al-Islâm, Maqâlât Iqtishâd iyyah dan Al-Bank al-Islâmiyyah. Akan  tetapi,  sejak  kematiannya,  menurut  hemat  penulis,  belum banyak  penelitian  yang  berusaha  membongkar  pemikiran  ekonomi Muhammad Baqir Sadr, penelitian tentang Muhammad Baqir Sadr lebih banyak  tertuju  pada  pemikiran  dan  peran  politiknya  serta  pengaruhnya terhadap pergerakan Islam di Timur Tengah.

Muhammad  Muhammad  Muhammad  Baqir  Sadr  -  ?adr  Ash  – Shadr dalam bukunya Falsafatuna pada kata bagian pengantar menyatakan bahwa penulisan buku  tersebut bertujuan salah satunya adalah berupaya memberikan  bukti  logika  rasional  yang  menegaskan  bahwa  metode rasional dari berpikir adalah logis dan nalar/pikiran adalah criteria primer pemikiran  manusia.  Tidak  mungkin  ada  pemikiran  filosofis  atau  ilmiah yang  tidak  tunduk  pada  kriteria  umum  ini.  Bahkan, pengamatan/pengalaman  yang  diklaim  oleh  kaum  empirisme  sebagai kriteria primer adalah realitas yang tidak lain merupakan instrumen bagi penerapan  criteria  rasional  tersebut.  Teori  eksperimen  tidak  dapat membuang harta terpendam rasional tersebut. Muhammad  Muhammad  Baqir  Sadr  -  ?adr  Shadr  memberikan catatan  bahwa  dengan  pemahaman  doktrin  empiris  tersebut  akan berimplikasi  pada;  1.  Kemampuan  berpikir  manusia  dibatasi  dengan batas-batas  wilayah  empiris  sehingga  penyelidikan  metafisika (non ilmiah) akan menjadi sia-sia dan tak bermakna (muspra). Di sini doktrin empiris  berlawanan  dengan  prinsip  doktrin  rasional.  2.  Gerakan pemikiran dalam doktrin empiris bergerak dari hal-hal yang berasal dari eksperimen  /  partikular  (ilmiah)  ke  hukum  umum  alam  (universal). Sedangkan  doktrin  rasional  menyatakan  bahwa  pikiran  selalu  bergerak dari yang umum (universal) ke yang khusus (partikular).  Di sini doktrin empiris  menegaskan  bahwa  hukum  umum  (universal)  dalam  doktrin empiris  adalah  pengetahuan  yang  berasal  dari  yang  partikular  / eksperimen.

 

 

 

 

 

 

 

 

1. Ali Hamzah, Supian Suri, EVALUASI EPISTEMOLOGI EKONOMI BARAT DAN ISLAM DALAM TINJAUAN IQTISHÂD Jurnal At-Tafkir(2017) Vol. X hlm. 26-27

2. Bagir Sadr, Muhammad, Islam dan Madzhab Ekonomi, (Jakarta: Penerbit YAPI, 1989).

3. Karim, Adiwarman ,  Ekonomi  Mikro  Islami,  (Jakarta:  The  International  Istitute  of Islamic Thought Indonesia, 2003 ), hlm. 47

 

Ikuti tulisan menarik aminatuz zuhriya lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu