x

Iklan

saiful hijam

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Koreksi Terhadap Ekonomi Islam

Berikut ini adalah aliran Alternatif yang tidak hanya mengkritik ekonomi Iqtishoduna dan Mainstream, namun juga adanya koreksi terhadap ekonomi islam sendi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mazhab Alternatif-Kritis

Pelopor mazhab ini adalah Timur Kuran (Ketua Jurusan Ekonomi di University of Southern California), Jomo (Yale, Cambridge, Harvard, Malaya), Muhammad Arif, dan lain-lain. Mazhab ini mengkritik kedua mazhab sebelumnya. Mazhab Baqir dikritik sebagai mazhab yang berusaha untuk menemukan sesuatu yang baru yang sebenarnya sudah ditemukan oleh orang lain. Menghancurkan teori lama, kemudian menggantinya dengan teori baru. Sementara itu, mazhab mainstream dikritiknya sebagai jiplakan dari ekonomi neoklasik dengan menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel zakat serta niat.

Mazhab ini adalah sebuah mazhab yang kritis. Mereka berpendapat bahwa analisis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga terhadap ekonomi Islam itu sendiri. Mereka yakin bahwa Islam pasti benar, tetapi ekonomi Islami belum tentu benar karena ekonomi Islami adalah hasil tafsiran manusia atas Al-Qur’an dan Sunnah, sehingga nilai kebenarannya tidak mutlak. Proposisi dan teori yang diajukan oleh ekonomi Islami harus selalu diuji kebenarannya sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemikiran tentang ekonomi Islam saat ini telah berkembang pesat, sejalan dengan upaya untuk implementasinya. Zarqa (1992) telah mengklasifikasikan kontribusi pemikiran ekonomi Islam yang berkembang saat ini ke dalam 4 kategori, yaitu:

Pertama, mereka banyak menyumbang pemikiran dalam aspek normatif sistem ekonomi Islam, menemuka prinsip-prinsip baru dalam sistem tersebut, atau menjawab pertanyaan-pertanyaan modern mengenai sistem tersebut. Termasuk dalam kategori ini yaitu para ahli syari’ah (fuqaha / juruts).

Kedua, penemuan asumsi-asumsi dan pernyataan-pernyataan positif dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang relevan bagi ilmu ekonomi. Contoh kategori ini yaitu konsepsi ekonomi Islam mengenai pasar (yang diderivasi dari konsep syari’ah), mengajukan asumsi adanya ketimpangan informasi antara pembeli dan penjual. Konsep ini berbeda dengan model pasar persaingan sempurna dalam ekonomi konvensional (klasik) yang secara eksplisit mengasumsikan semua pelaku pasar memiliki informasi yang sempurna, yaitu benar dan lengkap, yang tersedia secara bebas. Karya Munawar Iqbal (1992) mengenai organisasi produksi dan teori perilaku perusahaan dalam perspektif Islam merupakan contoh kategori ini.

Ketiga, terdapatnya pernyataan ekonomi positif yang dibuat oleh para pemikir ekonomi Islam, seperti banyak terdapat dalam karya Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun telah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan menurunnya masyarakat dalam bukunya muqadimah. Contoh lainnya adalah karya al-Maqrizi mengenai penyebab dan dampak inflasi terhadap perekonomian.

Keempat, analisis ekonomi dalam bagian sistem ekonomi Islam dan analisis konsekuensi pernyataan positif ekonomi Islam mengenai kehidupan ekonomi. Kontributor utama kategori ini antara lain para ahli ekonomi konvensional yang sekaligus menguasai ilmu syari’ah, dan umumnya mereka banyak menggunakan perangkat analisis sebagaimana dalam ekonomi konvensional. Bahkan pada akhir-akhir ini terdapat banyak ahli ekonomi non Muslim yang mengkaji secara serius ekonomi Islam, misalnya Badal Mukerji dalam karyanya A Micro model of the Islamic Tax System.

Sementara itu mazhab alternatif yang dimotori oleh Prof. Timur Kuran (Ketua Jurusan Ekonomi di University of Southern California), Prof. Jomo dan Muhammad Arif, memandang pemikiran mazhab Baqir Sadr berusaha menggali dan menemukan paradigma ekonomi Islam yang baru dengan meninggalkan paradigma ekonomi konvensional, tapi banyak kelemahannya, sedangkan mazhab mainstream merupakan wajah baru dari pandangan Neo-Klasik dengan menghilangkan unsur bunga dan menambahkan zakat. Selanjutnya mazhab ini menawarkan suatu kontribusi dengan memberikan analisis kritis tentang ilmu ekonomi bukan hanya pada pandangan kapitalisme dan sosialisme (yang merupakan representasi wajah ekonomi konvensional), melainkan juga melakukan kritik terhadap perkembangan wacana ekonomi Islam.

 

Biografi Timur Kuran

Timur Kuran adalah Profesor Ekonomi dan Profesor Pemikiran Islam dan Budaya, University of Southern California, Los Angeles, California. E-mail-nya adalah kuran@rcf.usc.edu. 156 Jurnal Perspektif Ekonomi Islam berbeda dari tradisi ekonomi sekuler.

Dalam dua tiga dekade terakhir, jumlah uang yang signifikan dan tumbuh cepat telah memasuki industri keuangan yang dikelola 'sesuai' dengan syariat. Menurut sebuah studi, 'pada akhir tahun 2005, lebih dari 300 lembaga di lebih dari 65 yurisdiksi mengelola aset bernilai sekitar US $ 700 miliar, meningkat menjadi US $ 1 triliun dengan cara 'sesuai syariah'.

Ekonomi Islam semakin membesar dengan berkembangnya portofolio karena para eksportir minyak dan berlipatnya pengalihan instrumen keuangan Islam (seperti hipotik bebas bunga dan surat utang sukuk). Di kalangan industri keuangan 'konvensional' mulai timbul pertanyaan: Bisakah instrumen 'sesuai- syariat ' ini menantang tatanan keuangan internasional?

1. Tidak Berakar dari Islam

Untuk memahami asal muasal ekonomi Islam kita bisa merujuk pada Prof Timur Kuran, guru besar ekonomi dan ilmu politik kelahiran Turki, di Duke University. Ia menulis sebuah buku berjudul Islam and Mammon, ditulis dengan dukungan dari Pemerintah Saudi, Raja Faisal, sebagai Profesor Pemikiran Islam dan Kebudayaan di University of Southern California. Sekarang mengajar di Duke University, Kuran menemukan bahwa ekonomi Islam tidak berasal dari ajaran Nabi Muhammad, sallalahu alaihi wa sallam, tetapi merupakan 'tradisi yang diciptakan' yang muncul pada 1940-an di India. Gagasan tentang disiplin ekonomi 'yang berbeda dan jelas Islami' ini sangatlah baru. Bahkan seorang Muslim paling terpelajar seabad yang lalu akan tercengang dengan istilah 'ekonomi Islam'.

Ide ini lahir dari gagasan seorang aktivis Islam, Abul-Ala Maududi (1903-1979), yang menyatakan bahwa ekonomi Islam merupakan suatu mekanisme untuk mencapai tujuan-tujuan: untuk meminimalkan hubungan dengan non-Muslim, memperkuat rasa identitas kolektif Muslim, memperluas jangkauan Islam ke daerah aktivitas baru manusia, dan modernisasi tanpa Westernisasi.

Sebagai disiplin akademis, ekonomi Islam bergulir selama pertengahan 1960-an, memperoleh bobot kelembagaannya selama era booming minyak tahun 1970-an. Yakni ketika Saudi dan eksportir Muslim lainnya, untuk pertama kalinya memiliki sejumlah besar uang, menjadikannya sumber 'bantuan besar' bagi proyek tersebut. Di Indonesia, sebutan 'ekonomi Islam' diperlunak menjadi 'ekonomi syariat' berkembang sejak awal 1990-an, ketika Orde Baru mulai ramah terhadap Islam.

2. Kegagalan Total

Pendukung ekonomi Islam membuat dua klaim dasar: bahwa tatanan kapitalis yang berlaku telah gagal dan bahwa Islam menawarkan obatnya. Untuk menilai pernyataan terakhir ini, Prof. Kuran memberikan perhatian yang kuat untuk memahami fungsi yang sebenarnya dari ekonomi Islam, dengan fokus pada tiga tuntutan utama: bahwa ia telah menghapuskan bunga atas uang, mencapai kesetaraan ekonomi, dan membangun etika bisnis yang superior. Pada semua ketiga hal terbut, Prof Kuran menemukan kegagalan total.

Tidak ada satu tempat pun praktek 'ekonomi Islam' yang berhasil membersihkan bunga dari transaksi ekonomi, dan tak ada satu tempat pun Islamisasi ekonomi mendapatkan dukungan massa. Teknik-teknik 'eksotis dan rumit' dalam pembagian laba-rugi seperti ijarah, mudharabah, murabahah, dan musyarakah semua melibatkan pembayaran bunga secara terselubung. Bank yang mengaku Islam sebenarnya 'tak lebih dari sekadar lembaga keuangan modern ketimbang sesuatu yang berasal dari warisan Islam.' Singkatnya, hampir tidak ada sedikitpun Islam dalam perbankan Islam ini - satu hal yang sangat menjelaskan mengapa Citibank dan perbankan kafir lainnya memiliki deposito 'sesuai-Islam' terbesar ketimbang bank-bank yang khas Islam.

Tidak ada sedikitpun keberhasilan dari tujuan mengurangi kesenjangan dengan pengenaan zakat dalam perbankan ini. Memang, Kuran menemukan zakat yang dikelola perbankan ini 'tidak selalu mentransfer sumber daya kepada orang miskin, melainkan justru menjauhkan sumber daya dari mereka.' Kita tahu, rukun zakat mal, mengharuskan zakat ditarik dalam Dinar emas dan Dirham perak, dan dibagikan kepada delapan mustahik. Penetapan zakat dalam perbankan syariah tak lain adalah gimmick semata. Penekanan pada moralitas ekonomi yang diperbarui sama sekali tidak berpengaruh terhadap perilaku ekonomi. Itu karena, ada miripnya dengan sosialisme, adanya 'unsur-unsur tertentu dari agenda ekonomi Islam yang bertentangan dengan sifat manusia sendiri.'

Kuran menolak seluruh konsep ekonomi Islam. 'Di sini tidak ada sedikit pun cara yang jelas Islam untuk membangun sebuah kapal, atau mempertahankan suatu wilayah, atau menyembuhkan epidemi, atau ramalan cuaca', lantas mengapa soal uang diadakan? Dia menyimpulkan bahwa signifikansi ekonomi Islam tidak terletak pada substansi ekonomi, tetapi dalam identitas dan agama. Bagi Kuran, skema 'ekonomi Islam' ini lebih mempromosikan penyebaran aliran pemikiran anti-modern yang berkembang di seluruh dunia Islam. Bagi Kuran, ini hanya cocok bagi tumbuhnya lingkungan kondusif untuk militansi Islam, yang salah arah. Selain itu DR. Timur Kuran berpendapat bahwa bukan hanya sistem sosialisme dan kapitalisme saja yang harus mendapatkan kitik dan analisa, namun juga beberapa pemikiran ekonomi Islam yang muncul. Aliran ini, berpendapat bahwa Islam adalah agama yang benar dan mutlak adanya namun pemikiran ekonomi Islam adalah dua hal yang berbeda. Oleh karena itu, pemikiran ekonomi Islam juga harus tetap di kritisi.

Salah satu kritik yang dilakukan aliran alternative Kritis ini adalah mengkritik pemikiran ekonomi Sadr yang di anggap bahwa sesuatu yang di katakan oleh aliran Sadr sebagai upaya penggalian dan penemuan sistem ekonomi Islam yang benar-benar baru pada dasarnya sudah ditemukan oleh sistem ekonomi konvensional. Oleh karena itu, bagi aliran ini apa yang dilakukan oleh Sadr dengan mengklaim telah menemukan sistem ekonomi yang murni dan berbeda dengan sistem konvensional harus tetap dikaji secara proporsional sebagaimana kita mengkaji sistem kapitalisme dan sosialisme

Berbagai artikel yang ditulis oleh Kuran, Selama dekade 1990-an, menunjukkan bahwa perbankan slam sangat menguntungkan, dan mereka tetap mengambil dan memberikan bunga, dengan menampilkannya sebagai pendapatan atas risiko. Jadi, bagi Kuran, perbankan Islam hanyalah simbolisme belaka, untuk memberikan kesan global pada gerakan Islamisme.

3. Kembali Ke Muamalat

Kepalsuan 'ekonomi Islam' semakin banyak terbongkar, baik secara konseptual maupun praktikal. Ekonomi Islam, telah mengalami titik buntunya, dan akan segera berakhir. Secara konseptual telah berakhir karena semakin dibuktikan ketidak terkaitannya dengan syariat Isalam. Secara praktek ekonomi Islam juga telah berakhir dengan telah kembalinya muamalat. Muamalat, yang jelas berakar dan berasal dari tradisi yang diajarkan Rasul, sallalahu walayhi wa sallam, dipraktekkan oleh para Sahabat, Tabiin dan Tabiit-Tabiin, kini telah mulai dimengerti dan diamalkan kembali di Nusantara, dan di berbagai belahan dunia lainnya.

Koin-koin Dinar emas dan Dirham perak telah ditransaksikan di pasar-pasar. Zakat telah ditarik dan dibagikan sesuai rukunnya, dalam Dinar emas dan Dirham perak. Kontrak-kontrak komersial dan bisnis, qirad dan syirkat, perlahan-lahan telah diterapkan kembali sesuai dengan kaidah aslinya. Harta, perlahan-lahan, semakin banyak keluar dari timbunan perbankan dan berubah menjadi koin-koin emas dan perak, yang berputar di semua kalangan.

Ikuti tulisan menarik saiful hijam lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB