x

Iklan

firdaus cahyadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Antiklimaks Poros Maritim Jokowi

Presiden Jokowi lupa, jika reklamasi pantai terus dilanjutkan maka akan membawa ketidakpastian pada kehidupan jutaan nelayan di kawasan pesisir.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Kita telah lama memunggungi samudra, laut, selat, dan teluk. Maka, mulai hari ini, kita kembalikan kejayaan nenek moyang sebagai pelaut pemberani menghadapi badai dan gelombang di atas kapal bernama Republik Indonesia,” ujar Joko Widodo (Jokowi) saat pelantikannya menjadi Presiden Republik Indonesia ke-7, 2014 silam. Pidato yang menggelegar di awal kekuasaannya.

Pidato pelentikan Presiden Jokowi itu menandai diawalinya visi poros maritim. Sudah sewajarnya bila Indonesia menempuh kebijakan yang mengarah ke sektor maritim, karena Indonesia memang negara dengan sejuta lautan. Negara maritim yang kemudian dipunggungi, menurut istilah Presiden Jokowi dalam pidatonya, selama 32 tahun di bawah kekuasaan rejim Orde Baru.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selama rejim Orde Baru berkuasa itu pula justru lautan menjadi anak tiri. Pembangunan berorentasi ke daratan. Salah satu wujud paling nyata dari pembangunan yang berorentasi ke daratan adalah mengurug laut untuk dijadikan daratan, yang kemudian dikenal dengan istilah reklamasi pantai.

Pada saat rejim Orde Baru berkuasa, disahkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Kepres reklamasi itu kemudian ditindaklanjuti dengan Perda DKI Nomor 8 Tahun 1995. Saat itulah puncak dari upaya memunggungi lautan. Bagaimana tidak, setelah pantai utara Jakarta direklamasi, hampir seluruh kota pesisir di Indonesia mengikuti jejaknya.

Di Indonesia, bahkan juga di negara lain, reklamasi pantai adalah upaya menambah luas daratan dengan mengurangi wilayah lautan untuk pembangunan kawasan komersial baru dan pemukiman mewah segelintir orang kaya. Reklamasi pantai bukan hanya merusak keseimbangan alam di kawasan pesisir, namun juga menyingkirkan nelayan dari sumber-sumber kehidupannya. Adalah sebuah ironis bila di negeri maritim justru, nelayan disingkirkan dari lautan.

Visi Presiden Jokowi tentang poros maritim membawa harapan pada jutaan nelayan yang disingkirkan dari sumber-sumber kehidupannya akibat reklamasi pantai. Visi poros maritim juga membawa harapan bagi pemulihan kesimbangan ekologis di kawasan pesisir yang dihancurkan karena kegiatan reklamasi.

Hampir semua proyek reklamasi di kota-kota pesisir mendapat perlawanan dari nelayan dan aktivis lingkungan hidup. Dari banyaknya perlawanan masyarakat itu, dua diantaranya adalah reklamasi Teluk Jakarta dan Teluk Benoa, Bali.

Pertanyaannya adalah bagaimana Presiden Jokowi merespon reklamasi di hampir semua kota-kota pesisir di Indonesia?

Harapan masyarakat sempat muncul saat Presiden Jokowi mengambil alih proyek reklamasi Teluk Jakarta yang menjadi polemik saat pilkada DKI. Presiden Jokowi pun kemudian melakukan moratorium reklamasi Teluk Jakarta dengan pertimbangan lingkungan hidup.

Tapi harapan itu sirna saat pergantian kabinet Presiden Jokowi. Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli digantikan dengan Luhut Binsar Panjaitan, seorang purnawirawan Jenderal TNI Angkatan Darat. Pertanyaan publik saat itu adalah, mungkinkah seorang purnawirawan Jenderal TNI Angkatan Darat, yang dibesarkan di era Orde Baru yang bervisi daratan, menerjemahkan visi poros maritim Presiden Jokowi? Bukankah akan lebih mudah, bila Presiden Jokowi menginginkan seorang Menko Maritim dari kalangan purnawirawan TNI, mengangkat Menko Maritim dari purnawirawan perwira tinggi dari kalangan TNI Angkatan Laut? Tapi sudahlah itu adalah hak perogratif Presiden Jokowi. Namun, apa yang terjadi kemudian?

Sejak pergantian Menko Maritim itulah, harapan masyarakat kepada pemerintah untuk menghentikan reklamasi pantai justru memudar. Menko Maritim Luhut Panjaitan di awal pelantikannya justru memberikan sinyal akan melanjutkan proyek reklamasi Teluk Jakarta yang sudah dimoratorium oleh Menko Maritim sebelumnya. Puncaknya, Menko Maritim Luhut Panjaitan mencabut kebijakan moratorium reklamasi Teluk Jakarta.

Puncaknya di akhir bulan Oktober lalu, Presiden Jokowi menegaskan soal reklamasi terkait marwah hukum. Menurut Presiden Jokowi membatalkan reklamasi Teluk Jakarta akan memberikan ketidakpastian pada investor yang telah mengembangkan pulau-pulau palsu hasil reklamasi.

Presiden Jokowi menjelaskan peraturan presiden atau perpres tentang reklamasi dikeluarkan oleh Presiden Soeharto, kemudian diperkuat perpres yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Saya bisa saja mengeluarkan perpres. Tapi, di mana marwah hukum dan kepastian beinvestasi jika perpres terdahulu dibatalkan presiden berikutnya?” ucap Presiden Jokowi, seperti ditulis sebuah media massa yang terbit di Jakarta.

Jika mengikuti logika yang dibangun Presiden Jokowi yang mengkaitkan persoalan reklamasi Teluk Jakarta dengan marwah hukum, maka kita akan bisa menebak bahwa reklamasi di kawasan pesisir lainnya juga pasti dilanjutkan. Inilah antiklimaks dari visi poros maritim Presiden Jokowi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, antiklimaks berarti kemerosotan atau kemunduran mendadak sampai taraf yang tidak berarti dan amat mengecewakan, sangat berlawanan dengan kemajuan atau kehebatan yang telah dicapai sebelumnya. Dan antiklimaks itu kini terjadi dalam visi poros maritim Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi hanya melihat satu sisi bahwa pembatalan reklamasi pantai akan membawa ketidakpastian bagi para investor. Presiden Jokowi lupa, jika reklamasi pantai terus dilanjutkan maka akan membawa ketidakpastian pada kehidupan jutaan nelayan di kawasan pesisir.

Kini, demi melanjutkan reklamasi pantai dan melayani investor, Presiden Jokowi telah mengubur sendiri visi kelautannya yang sangat mulia itu. Harapan masyarakat atas terwujudnya visi poros maritim itu pun ikut terkubur dengan dilanjutkannya proyek reklamasi. Selamat tinggal visi Poros Maritim.

 

sumber gambar: http://maritimindonesia.co.id/2016/09/page/5/

Ikuti tulisan menarik firdaus cahyadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler