x

Iklan

The Professor

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tim Emergency Service, Cara Nurdin Abdullah Layani Publik

Nurdin Abdullah adalah sebuah cerita yang tak pernah habis mengundang decak kagum dan menjadi sorotan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebuah keberhasilan selalu mengundang decak kagum dan perhatian. Tapi ada sesuatu yang tak boleh dilewatkan: keberhasilan adalah kerja kesungguhan yang di dalamnya sebuah komitmen moral melebur dengan kesadaran tanggung jawab sosial.

Nurdin Abdullah adalah sebuah cerita yang tak pernah habis mengundang decak kagum dan menjadi sorotan. Bincang-bincang mengenai sosok dan kepemimpinannya seolah merupakan bahan pembicaraan yang tak kan pernah terhabiskan. Ada banyak sisi yang bisa dikupas untuk dipelajari. Satu dari sekian hal yang bisa dikupas untuk dinikmati dan dipelajari adalah perihal inovasi pelayanan publik. Tulisan ini bertolak dari sebuah riset Zindar Tamimi yang dimuat di jurnal Politika, Volume 6 No. 1, April 2015 (Lihat di sini).

Dalam riset itu, Zindar Tamimi menelaah inovasi manajemen publik yang dilakukan oleh Nurdin Abdullah yang berbasis pada Tim Emergency Service di Kabupaten Bantaeng. Apa yang dimaksud dengan Tim Emergency Service? Dalam tulisannya, Zindar menjelaskannya sebagai sebuah langkah inovatif yang tidak sekedar demi memenuhi kebutuhan publik perihal kedaruratan. Lebih dari sekedar itu, tim emergency service dipahami sebagai usaha perbaikan manajemen pelayanan publik. “Pemerintah”, tulis Zindar, “yang selama ini dikenal dengan pelayanan birokrasinya yang lambat sekarang mulai dirubah” (hal. 2).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan demikian, melalui konsep ini, dapat dipahami dua hal yang dilakukan oleh Nurdin Abdullah dalam manajemen publik: (i) menghadirkan pelayanan yang proaktif, yang cepat tanggap dan (ii) sembari memperbaiki paradigma pelayanan birokrasi yang dicitrakan rumit. Tim emergency service – yang dilakukan oleh Nurdin Abdullah – menggambarkan sebuah wujud pelayanan yang cepat di satu sisi dan di sisi lain tengah merombak dan membenahi sistem pelayanan yang kaku dan lamban.

Sebelum dan sesudah dipimpin Nurdin Abdullah; Sebuah Pemetaan

Di dalam pendahuluan tulisannya, Zindar membuat pemetaan yang jelas perbedaan kontras keadaan daerah Bantaeng sebelum dan sesudah. Pemetaan ini dibuatnya sejelas mungkin untuk mengetahui beberapa perbedaan-perbedaan penting yang terjadi. Pertama, perihal penerimaan daerah Kabupaten Bantaeng. Zindir menganggap bahwa pada tahun 2008 penerimaan itu relatif kecil. 330 miliar. Angka itu bukan merupakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melainkan dana dari perimbangan dari pemerintah pusat. PAD Bantaeng saat itu hanya berjumlah 14,6 miliar atau sekedar 4 persen dari pendapatan daerah secara keseluruhan.

Kedua, Zindir mengatakan bahwa bencana alam, seperti yang paling menyengsarakan adalah banjir, adalah persoalan yang biasa di Bantaeng. “Banjir terjadi karena kontur wilayah Bantaeng yang berbentuk seperti mangkuk”, tulis Zindir. Dan pada saat hujan, air dari pegunungan mengalir turun ke perkotaan dan juga ditambah dengan kondisi pasang air lau. Maka yang terjadi: banjir merendam perumahan, pasar, dan perkotaan. Itulah gambaran banjir di Bantaeng. Terakhir, perihal pelayanan publik terutama kesehatan yang semula relatif kurang memadai. Perbandingan jumlah bidan dan dukun, misalnya, adalah 1 banding 4. Dukun lebih banyak dan dengan demikian persalinan lebih banyak dilakukan oleh dukun dan sedikit dilakukan oleh bidan yang secara medis jauh lebih aman (hal.1).

Adapun keberhasilan Kabupaten Bantaeng di bawah Nurdin Abdullah di bidang kesehatan, yang ditulis Zindir, antara lain: (i) sejak 2012 hingga saat ini, tak ada lagi kematian ibu saat melahirkan di Kabupaten Bantaeng. Angka kematian bayi kian berkurang. Sejak 2011, kasus gizi buruk sudah tak ada lagi. Cerita horor itu berakhir sebagai akibat tindakan nyata kepedulian dari Nurdin Abdullah. (ii) Kematian akibat Demam Berdarah Dengue (DBD) mampu diatasi secara proaktif. Sejak 2009 hingga 2013, brigade siaga bencana – salah satu yang dioperasikan oleh Nurdin Abdullah – berhasil menyelamatkan jiwa sebanyak 86 kasus persalinan. Ia juga berhasil melakukan penanganan pasien kasus ringan langsung di rumah sebanyak 4.904 kasus (hal.2).

Temuan Zindar Tamimi

Kesimpulan Zindar Tamimi: keberhasilan dari pelayanan berbasis Tim Emergency Service terletak yang diterapkan oleh Nurdin Abdullah di Kabupaten Bantaeng terletak pada dua faktor pendukung.  

Pertama, eliminasi pemborosan strategis. Apa yang dimaksud dengan pemborosan strategis? Pemborosan yang terjadi karena kegiatan-kegiatan yang tidak berorientasi pada kebutuhan publik – masalah publik yang belum selesai atau masalah dasar yang tak bisa diselesaikan sendiri oleh masyarakat. Pemborosan semacam ini dapat terjadi disebabkan oleh ego sektoral dimana masing-masing instansi merasa paling penting, paling dibutuhkan masyarakat dan tidak mau tau urusan instansi lain (hal. 9).

Nurdin Abdullah dalam tindakannya – seperti ditelaah Zindar – menempatkan pemerintahan sebagai sebuah sistem: masing-masing elemen di dalam pemerintahan, seperti instansi-instansi yang ada, tidak bergerak masing-masing. Instansi-instansi saling berkaitan dan bekerja secara sinergis. Adapun eliminasi pemborosan strategis yang dilakukan sang profesor meliputi: (i) membuat tema yang jelas, (ii) tujuan yang jelas dan (iii) membuat keterkaitan antar subtema. Tema di sini adalah permasalahan pokok atau permasalahan utama yang dibaca dan dirumuskan oleh Nurdin Abdullah terkait Kabupaten Bantaeng.

Kedua, eliminasi pemborosan operasional dengan melalui cara “...pembagian tugas yang jelas, penggunaan teknologi hanya yang sungguh-sungguh membantu pekerjaan, standar kerja yang aman dan dinamis kemudahan dan kejelasan informasi, menetapkan respon time yang jelas” (hal. 11). Dalam penjelasan Zindar, pemborosan operasional terjadi disebabkan tidak memiliki atau tidak melakukan Standar Operasional Prosedur (SOP). Mengacu pada Permenpan No. 35 Tahun 2012, SOP adalah serangkaian instruksi tertulis perihal proses penyelenggaraan aktifitas organisasi (tentang bagaimana, kapan dilaksanakan, dimana dan oleh siapa) (hal. 11). Suatu rumusan yang rijit, detail dan jelas tahapan-tahapannya.

Ketiga, revolusi mental dengan kaizen (perbaikan terus-menerus) (hal. 15). Strategi yang ketiga merupakan hal yang penting. Revolusi mental merujuk pada upaya penggugahan kesadaran. Tanpa upaya memperbaiki pola pikir masyarakat, perombakan atas mindset yang dapat mendukung upaya di atas, langkah-langkah Tim Emergency Service nampaknya susah berhasil. Bagian ketiga ini jauh lebih sulit ketimbang strategi pertama dan ketiga. Strategi pertama dan kedua di atas adalah perihal menata konsep dan perencanaan. Sedangkan bagian ketiga adalah menata pikiran agar sejalan dengan semangat yang diusung oleh sang profesor. Di sinilah sebuah seni komunikasi dan melebur bersama rakyat menjadi sebuah kemestian.

Ikuti tulisan menarik The Professor lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler