x

Iklan

Kang Nasir Rosyid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Takdir

Humaniora

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Pit, kenapa kamu  kelihatan menggigil seperti itu”, tanya sepatu kepada Sandal Jepit .

“Ya tu, saya kedinginan nih, habis dibawa tuan ke toilet, buang air besar, lalu di siramlah sekujur tubuhku”. Jawab Sandal Jepit.

‘’Kasihan, yang sabar ya pit, kita ini memang golongan yang selalu dinjak injak”.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Tapi nasibmu lebih baik dari aku”.

“ Lebih baik gimana maksudmu”.

“Ya kamu mah enak, tiap hari disemir sampai kincolong, habis itu naik mobil mewah”, kata sandal jepit.

Sepatu tertegun sejenak, dalam benaknya terlintas apa yang terjadi saat mengukuti tuannya, Sandal Jepit tidak tahu apa yang dilakukan tuannya ketika meninggalkan rumah. Bukan hanya ngantor, tapi kadang juga ketemu koleganya di kafe, bercengkrama dengan para penghibur, kadang juga neggak sampe teler.

“Hei tu, kok diam”, Sandal Jepit menegur melihat Sepatu terdiam.

“Eh iya, sorry “, Sepatu agak kaget sambil melirik.

“Begini pit”, lanjut sepatu

“Sebetulnya lebih enak kamu, kamu banyak pahala, kamu mah biasa dibawa tuan ke tempat air wudhu”, kata sepatu .

Mendapat jawaban itu, ganti Sandal Jepit yang tertegun, dalam benaknya, ia berpikir boro boro tuannya membawa ke tempat  air wudhu, yang paling sering dilakukan oleh tuannya sebatas membawa ke kamar mandi, menemani buang air besar, buang air kecil atau paling sial dibawa keluar rumah lantas nginjak tai kucing yang baunya minta ampun, setelah itu di sikat dan di guyur pake air oleh sang pembantu sampai kedinginan.

Sandal Jepit dan Sepatu memang dua sejoli yang senasib dan sepenanggungan dalam mengabdikan diri kepada tuannya, rela dan ihlas menjadi tumpuan kaki sang tuan, meski tiap hari di injak injak, tak pernah mengeluh karena takdirnya memang untuk dinjak injak.

Sandal Jepit dan Sepatu menjadi saksi bisu atas apa yang dilakukan tuannya, tapi dua sejoli ini memang tipe pengabdi yang tidak mau menceritakan baik buruknya sang tuan.

Suatu hari giliran Sandal Jepit yang bertanya kepada Sepatu

“Tu, kenapa engkau kelihatan murung”.

“Beginilah tu yang namanya hidup”

“Maksudmu apa”, tanya Sandal Jepit

“Ya saya harus terima takdir, sepertinya saya sudah jarang dipake tuan”, jawab Sepatu.

“Lha kok bisa”.

“Ya kan kamu tahu, sudah seminggu ini tuan ada di rumah, kan kamu terus yang dipake”.

“Iya, saya juga bertanya tanya, kok tuan ngga pernah keluar”.

“Begini pit, tuan sekarang sudah ngga jadi direktur lagi, sudah pensiun”.

“Oh pantes, beberapa hari ini tuan membawa saya ke tempat Wudhu”, Sandal Jepit menjawab sambil menceritakan kepada Sepatu bahwa tuannya sekarang rajin ke tempat air wudhu tiap waktu sholat.

“Ya syukurlah kalo begitu, itu artinya saya sudah ngga di pakai lagi oleh tuan, disamping tuan sudah pensiun, kulit saya sudah usang dan mengelupas, jadi ngga mungkin dipakai tuan”, jawab sepatu lirih.

Sandal jepit tertegun sambil menasihati

“Yang sabar ya tu, kita memang tidak bisa melawan takdir”. Sandal cepit menutup obrolan.   

Ikuti tulisan menarik Kang Nasir Rosyid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB