x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Musim Survei Jelang Tahun Politik

Ketidakmandirian lembaga survei berpotensi memengaruhi desain surveinya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Desember 2017 sebentar lagi sampai ke hari pengujungnya dan berganti dengan tahun politik—di sejumlah wilayah berlangsung pemilihan kepala daerah tahun depan dan secara nasional pemilihan presiden 2019. Istilah ‘tahun politik’ merujuk kepada dominannya isu politik, riuh rendahnhya orang berbicara ihwal politik, dan gencarnya berbagai manuver politik untuk meraih kekuasaan.

Bahkan, pemanasan pun sudah dimulai sebelum 2017 berakhir. Hasil-hasil survei mulai dipublikasi oleh sejumlah lembaga. Dalam publikasi media, seperti biasa, nama selalu memperoleh penonjolan dibandingkan isu lain. Dalam banyak hal, ini sesuai dengan selera masyarakat kita yang lebih suka memilih nama ketimbang program atau agenda politik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lembaga survei memunculkan nama-nama potensial untuk berkompetisi di arena pemilihan presiden. Lembaga survei juga memunculkan hasil bagaimana jika nama ini sebagai capres dipasangkan dengan nama itu sebagai cawapres. Muncul angka-angka yang jadi indikator popularitas dan elektabilitas. Termasuk bagaimana peluang nama-nama di luar dua calon yang berkompetisi di pilpres yang lalu, seperti Anies Baswedan dan Agus Harimurti.

Lembaga survei memang pintar dalam menguji riak air—lemparkan batu ke air yang tenang, dan lihat reaksinya. Test the water melalui survei adalah cara untuk mengetahui persepsi sebagian masyarakat terhadap nama-nama potensial beserta pasangannya. Publikasi hasil survei juga merupakan dapat dipakai untuk mengetahui reaksi masyarakat terhadap nama-nama yang muncul, yang sudah relatif dikenal maupun yang baru dimunculkan.

Warga yang ingin berpartisipasi dalam proses politik tanpa harus bergabung dengan partai politik niscaya berkepentingan atas kualitas survei yang dipublikasi. Kualitas pertama-tama ditopang oleh sendi kemandirian lembaga survei dari kepentingan pihak lain. Banyak pihak yang berkepentingan dengan hasil survei akan bersedia menyokong atau bahkan menginginkan dilakukannya survei. Di antaranya calon, partai politik, maupun pihak lain yang mendukungnya.

Ketidakmandirian lembaga survei berpotensi memengaruhi desain surveinya, mulai dari metoda yang dipakai, format kuesioner, materi pertanyaan dan jawaban, hingga sampel yang dipilih. Ketidakmandirian lembaga survei dari pihak lain yang berkepentingan akan membuat bias kecondongan sukar dihindari. Dalam pilgub Jakarta yang lalu, misalnya, ada lembaga survei yang saling kritik lantaran preferensi politik yang berlainan. Mereka agaknya saling mengerti isi dapur masing-masing.

Dari pengalaman pilkada di berbagai daerah, bukan keanehan lagi bahwa lembaga survei merangkap fungsi sebagai konsultan politik para calon dan partai terkait. Menyatunya dua fungsi ini terkandung konflik kepentingan, terutama karena publikasi hasil survei lazimnya dimaksudkan untuk memberi gambaran kepada masyarakat tentang para calon. Ketika lembaga survei merangkap jadi konsultan politik, dan hasil survei dipublikasi untuk konsumsi umum, bias kecondongan sukar dihindari.

Bila lembaga survei tidak mandiri, klien politiknya akan dipoles agar tampak kinclong. Apakah ada konsultan politik yang mengumumkan kepada publik bahwa kliennya menempati urutan ketiga atau keempat dalam survei popularitas dan elektabilitas. Jikalaupun hasilnya memang seperti itu, hasil survei niscaya hanya untuk konsumsi orang dalam saja dan menjadi masukan untuk menyusun strategi meningkatkan popularitas dan elektabilitas.

Konsultan politik berkepentingan atas publikasi hasil survei yang menempatkan kontestan di posisi atas, sebab ini menolong upaya dalam meyakinkan masyarakat bahwa kliennya layak untuk dipilih. Hasil survei yang semula dimaksudkan untuk mengetahui persepsi publik lantas dapat digunakan untuk memengaruhi dan membentuk persepsi publik. (Ini lho hasil survei calon X, popularitas dan elektabilitasnya di urutan pertama, masak Anda tidak akan memilih dia juga?)

Membaca hasil survei sesungguhnya tidak cukup hanya dengan melihat hasilnya dan mengabaikan metode serta desainnya. Sayangnya, kita relatif kurang tekun untuk mencermati metode dan desain survei, apa lagi jika kita tidak cukup punya ketertarikan terhadap statistika. Kekurangtekunan publik inilah yang dipahami dengan baik oleh lembaga survei merangkap konsultan politik. Menonjolkan hasil survei yang menguntungkan kliennya lebih penting ketimbang membahas metode dan desain surveinya. 

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler