Saat ini, sedang ramai diskursus soal Reuni Alumni 212. Bagi yang sebalah sana, mereka mereka yang tidak senang alias para pembenci, ramai ramai menghujat soal pelaksanaan reuni 212. Sementara bagi orang orang yang satu rel dengan kegiatan 212, baik paserta maupun bukan peserta, pastinya menaruh simpati atas pelaksanaan reunian ini karena dianggap sebagai sarana uhuwah.
Kalau saya menanggapinya dengan senyum dikulum saja, sebab itu merupakan sunnatullah. Allah sudah menciptakan sesuatu selalu ada pasangannya. Suka pasangannya benci, jadi apapun yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang, sudah dapat dipastikan ada yang suka dan ada pula yang tidak suka.
Terhadap 212-pun demikian adanya, bagi yang tidak suka, bermacam macam pandangan, pandangan itu tergantung kacamata yang dipakai, jika kacamata yang dipakai adalah kacamata politik maka 212 dipandang sebagai gerakan politik yang dibelakangnya ada sponsor, ada maksud tertentu dan lain sebagainya.
Tambah parah jika kacamata yang dipakai adalah kacamata dengki, maka laksana kita melihat kopi. Maksudnya begini, kopi itu warna dasarnya hitam, dicampur dengan apapun tidak akan pernah menjadi bening, dicampur susu, hanya nama dan warna yang berubah menjadi kopi susu, warnanya ya agak kecoklat coklatan. Jadi kalau kacamata yang dipakai adalah kacamata kedengkian, kebencian, maka dalam melihat sesuatu yang dilakukan oleh orang lain, sebaik apapun, akan selalu dianggap jelek.
Sah sah saja orang melihat 212 dari sudut pandang masing masing, Saya juga akan melihat 212, tetapi dari sudut pandang yang lain yakni dari sudut pandang Semangat kebangsaan.
Palksanaan 212 tahun 2017 ini, bagi saya sungguh luar biasa, karena para pesertanya bukan hanya Warga Negara Indonesia, tetapi diikuti juga oleh Warga Negara Asing.
Para peserta ini sudah berkumpul ditempat pelaksanaan aksi sebelum tanggal 2 Desember, mereka berkumpul untuk melihat situasi dilapangan. Saat pelaksanaan acara, saya tertegun karena para peserta tak bergeming meskipun hujan mengguyur, mereka tetap bersemangat .
Dari perspketif kebangsaan, saya melihatnya sebagai gerakan tumbuhnya semangat kebangsaan, mereka ini adalah pahlawan yang sedang berjuang demi nama baik bangsa. Apapun yang terjadi dilapangan, meski diantara mereka secara tak sengaja saling bersenggolan bahkan ada yang terjatuh, mereka tidak marah, yang ada malah saling berangkulan, saling mema'afkan, ya itulah Uhuwah, terjalinnya rasa persaudaraan sesama ummat.
Rasa persaudaraan inilah yang harus tetap dipupuk oleh siapapun, meskipun diluar sana banyak yang bersorak, memprovokasi agar terjadi keributan, tetapi para peserta 212 tidak terpancing.
Memang dalam aksi 212 yang kemarin berlangsung, telah jatuh korban, tetapi yang jadi korbanpun tak merasa dendam, kalau kecewa pasti, karena yang diinginkan adalah kemenangan dalam berjuang.
Saya sangat salut kepada peserta 212 yang Warga Negara Indonesia karena walaupun hujan deras mengguyur, jatuh bangun diatas lumpur yang becek, para peserta tak pernah surut dalam perjuangan demi menjaga dan membawa nama baik bangsa dan negara.
Perjuangan peserta saya anggap berhasil meskipun ahirnya jatuh korban, korban itu adalah Warga Negara Asing yang tergabung dalam Timnas Brunei Darussalam yang dilumat 4-0 oleh Warga Negara Indonesia yang tergabung dalam Timnas Indonesia U23 pada pertandingan di Aceh tanggal 2/12/2017 lalu.
Hidup Timnas Indonesia.
Ikuti tulisan menarik Kang Nasir Rosyid lainnya di sini.