x

Iklan

Rika Fedrika

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Cita Cita Pemerintah Menerangi Indonesia dengan Listrik, Mimpi dan Realita?

Apakah cita cita dari pemerintah untuk menerangai Indonesia dari Sabang sampai Merauke bisa terwujud? sudah sejauh manakah progres dari program 35.000 MW?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dengan jumlah penduduk yang banyak dan pulau-pulau yang tersebar, pemerintah masih memiliki pekerjaan untuk menuntaskan tugas menerangi Indonesia. Rasio elektrifikasi Indonesia saat ini masih berada di 92%. Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional (nawacita), pembangunan di sektor ketenagalistrikan ditandai dengan tersedianya listrik dalam jumlah cukup dengan kualitas yang baik dan harga yang wajar.

Menurut Alihuddin Sitompul, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, seperti dilansir www.iesr.or.id, jaminan ketersediaan listrik ini juga harus memenuhi prinsip berkelanjutan, mengutamakan energi baru terbarukan (EBT), dan pemanfaatan sumber dalam negeri diutamakan untuk penyediaan energi nasional.

Konsumsi listrik Indonesia saat ini masih di kisaran 950 kWh/kapita, jauh di bawah negara-negara tetangga di ASEAN. Infrastruktur ketenagalistrikan masih banyak didominasi oleh Indonesia bagian barat dan rasio elektrifikasi di Indonesia bagian Timur masih banyak yang di bawah 70%. Lantas apakah cita cita dari pemerintah untuk menerangai Indonesia dari Sabang sampai Merauke bisa terwujud?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tentu tidak ada salahnya jika kita mengepresiasi langkah-langkah yang telah dilakukan pemerintahan Jokowi-JK, dalam hal ini program megaproyek pembangkit listrik 35.000 Megawatt. Namun yang menjadi pertanyaan, sudah sejauh manakah progres dari program tersebut?

Progres Megaproyek 35.000 MW

Program 35.000 megawatt (MW) yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sampai saat ini terus berjalan. Dari total 35.000 MW, 10.000 MW di antaranya dikerjakan PLN dan 25.000 MW dikerjakan oleh swasta (Independent Power Producer/IPP).

Dari 35.000 MW, sekitar 29.746 MW di antaranya sudah dilakukan perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA). Kemudian, dari 29.746 MW, 15.000 MW di antaranya sudah memasuki tahap konstruksi dan 948 MW sudah beroperasi.

Seperti dilansir detik.com (30/11) Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, I Made Suprateka mengatakan, "Sudah kontrak 29.746 MW, ada unsur 15.000 MW masuk konstruksi. Konstruksi ini tinggal tunggu penyelesaian. Selesai 948 MW di 2017,"

Made menambahkan, pembangkit listrik yang dibangun dalam proyek ini pun beragam dengan masa konstruksi ada yang dalam hitungan bulan dan ada yang dalam hitungan tahun. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) yang hanya memakan waktu sekitar 7 bulan dan dapat langsung beroperasi. "Paling mudah pembangunan PLTMG 6-7 bulan selesai, artinya di sana menggunakan mesin gas, konsep diesel tapi menggunakan mesin gas," kata Made.

Selain membangun pembangkit listrik, PLN juga membangun transmisi agar listrik dari pembangkit bisa dialirkan ke rumah-rumah masyarakat. "35.000 MW enggak hanya bangun pembangkit. Ada kewajiban transmisi 46.000 kms," tutur Made.

Keseiapan PLTU

Pemerintah akan memprioritaskan pengerjaan PLTU mulai tahun depan. Hal ini tercantum dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2018-2027. Hal ini pun langsung disambut baik Cirebon Power dengan turut mengapresiasi kinerja baik pemerintah Indonesia dari tahun ke tahun untuk mewujudkan konsumsi litrik merata di Indonesia. PT Cirebon Power menyatakan target proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Cirebon unit II Expansion tetap beroperasi di 2021. Pembangkit berkapasitas 1.000 megawatt (MW) itu merupakan bagian dari proyek ketenagalistrikan 35.000 MW.

Head of Communication PT Cirebon Energi Prasarana Yuda Panjaitan mengatakan progres pembangunan saat ini dalam tahap pemadatan lahan alias land improvement. Dibilang pengerjaan lahan itu ditargetkan semester kedua 2018. Setelah itu tahapan konstruksi dimulai. "Kami optimistis target beroperasi di 2021," kata Yuda seperti dilansir Beritasatu.com (2/10/2017).

Dikatakannya PLTU Unit 2 akan menggunakan batubara kalori rendah yakni 4000-4600 kkal/kg. Dia menjelaskan pembangkit ini menggunakan teknologi ultra super critical dengan efisiensi tinggi dan lebih ramah lingkungan. Teknologi ramah lingkungan, lanjut Yuda, sudah diterapkan pada PLTU unit satu. Pembangkit berkapasitas 660 MW itu menggunakan dengan teknologi Super Critical Boiler. "Penggunaan teknologi ini menjaga tingkat emisi selalu jauh di bawah regulasi yang ditetapkan pemerintah," ujarnya.

Dalam program pembangkit listrik 35.000 Mega Watt (MW), ada beberapa proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 'raksasa', yakni PLTU dengan kapasitas di atas 1.000 MW.

Pembangkit-pembangkit raksasa di program 35.000 MW tersebut adalah PLTU Batang 2 x 1.000 MW di Jawa Tengah, PLTU Jawa 5 berkapasitas 2 x 1.000 MW di Banten, PLTU Jawa 7 berkapasitas 2 x 1.000 MW di Jawa Timur, dan PLTU Cilacap 1.000 MW di Jawa Tengah.

Direktur Utama PLN, Sofyan Basir seperti dilansir detik.com (1/9) menjelaskan, PLTU Batang dan PLTU Jawa 7 sudah memasuki tahap konstruksi, sementara PLTU Cilacap akan segera mulai konstruksi.

Sedangkan untuk PLTU Jawa 5 yang lelangnya dibatalkan pada April lalu, PLN telah menunjuk langsung PT Indonesia Power untuk mengerjakannya. PT Indonesia Power adalah anak usaha PLN yang bergerak di bidang produksi listrik.

"PLTU Batang kan sudah konstruksi. PLTU Jawa 7 sudah konstruksi, AMDAL udah keluar. PLTU Cilacap AMDAL sudah keluar. PLTU Jawa 5 diambil kita, Indonesia Power ditugaskan melalui penunjukan langsung. Itu udah pasti clear," papar Sofyan

Pembangunan pembangkit-pembangkit raksasa ini, sambungnya, bisa saja selesai di 2019, tergantung kontraktor mana yang mengerjakannya. Kalau dikerjakan kontraktor dari China bisa lebih cepat, sedangkan kalau dikerjakan kontraktor dari Jepang lebih lama.

"Bisa (selesai 2019). Tergantung pakai EPC siapa, China atau Jepang. Kalau Jepang memang lama, tidak bisa selesai kurang dari 4 tahun," tuturnya.

Sofyan sendiri ingin Indonesia Power menggunakan kontraktor dari Jepang yang kualitasnya lebih teruji. "Indonesia Power saja (yang mengerjakan PLTU Jawa 5), nanti join pakai EPC kontraktor Jepang. Tapi kalau itu udah diserahkan ke Indonesia Power, dia bebas memilih mitra. Ini penunjukkan langsung," tutupnya.

Semoga aja dengan progres dari program pembangkit listrik 35.000 MW cepat terealisasi. Sehingga cita cita dan harapan Indonesia bisa merdeka dari gelap bisa terwujud.

Ikuti tulisan menarik Rika Fedrika lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB