x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jenderal Gatot Kehilangan Panggung?

Dengan dicopot dari jabatan Panglima TNI, Jenderal Gatot kehilangan panggung?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Tanpa tanda-tanda pendahuluan, Presiden Joko Widodo bergerak cepat: memilih Panglima TNI baru untuk menggantikan Jenderal Gatot Nurmantyo. Presiden mengajukan nama Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Hadi Tjahjanto, DPR pun segera mengadakan fit and proper test dan langsung menyetujuinya. Hadi pernah menjabat Sekretaris Militer Presiden pada 2015-2016 dan tampaknya bukan orang baru bagi Presiden. Menurut beberapa media, Hadi Tjahjanto dan Joko Widodo sudah saling mengenal sewaktu Joko menjabat Walikota Solo sedangkan Hadi menjabat Komandan Lanud Adi Sumarmo Solo pada 2010-2011.

Jenderal Gatot baru akan pensiun pada April 2018, namun anggota Komisi I DPR sudah menyatakan bahwa Marsekal Hadi akan dilantik sebelum akhir tahun 2017. Bila pernyataan anggota DPR ini terbukti, maka Jenderal Gatot akan mengulang pengalaman Jenderal Polisi Sutarman. Dilantik sebagai Kapolri oleh Presiden SBY pada 25 Oktober 2013, Jenderal Sutarman diberhentikan dari jabatan ini oleh Presiden Joko pada 16 Januari 2015, meskipun Sutarman baru akan pensiun 9 bulan kemudian.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tidak ada penjelasan alasan pencopotan Sutarman. Saat itu beredar pandangan di berbagai media bahwa pencopotan Sutarman adalah bagian dari pembersihan orang-orang SBY di posisi strategis pemerintahan, namun pandangan ini dibantah oleh Istana. Sutarman kemudian menolak tawaran jadi duta besar maupun komisaris di BUMN. “Saya bilang ke Presiden akan bantu bapak saya bertani,” kata Sutarman seperti dikutip merdeka.com. Ia hanya mau kerja sosial dan tidak bersedia terjun ke pemerintahan maupun politik.

Jenderal Gatot dicopot lebih cepat dari masa pensiunnya, apakah karena sepak terjangnya selama ini? Seperti dalam kasus Sutarman, tidak ada jawaban yang pasti, orang hanya dapat menduga-duga. Hanya saja, sebelumnya para pendukung pemerintah mengritik Jenderal Gatot telah bermain politik dengan mencari popularitas di kalangan umat Islam. Seakan menjawab tudingan itu, dalam pidatonya pada peringatan HUT ke-72 TNI, Jenderal Gatot menyatakan: “Politik TNI adalah politik negara. Politik yang diabdikan bagi tegak kokohnya NKRI.”

Menjelang Tahun Politik, suasana memang cenderung lebih sensitif. Sebagian orang menekankan bahwa alasan pencopotan tidak lagi penting karena ‘itu hak Presiden mau mencopot atau mengangkat seseorang jadi Panglima TNI’. Namun, penunjukan Hadi sebagai Panglima TNI memperlihatkan bahwa Presiden memerlukan sosok yang lebih dapat diandalkan untuk menghadapi suhu politik yang mungkin meningkat pada tahun 2018-2019.

Bagaimana sesungguhnya hubungan Presiden Joko dan Jenderal Gatot, hanya mereka berdua yang paling merasakan—merasa bukanlah sekedar mengetahui, melainkan mengalami. Sebagian orang berpendapat bahwa Jenderal Gatot berpotensi jadi pendamping Joko Widodo bila mengajukan diri lagi dalam Pilpres 2019, sebagian lainnya beranggapan bahwa Jenderal Gatot berpotensi menjadi kompetitor. Itu pandangan orang luar, sedangkan Presiden tentu punya pertimbangan sendiri.

Yang jelas, dengan dicopot dari jabatan Panglima TNI, Jenderal Gatot kehilangan panggung untuk berperan sebagai figur dengan liputan berskala nasional yang memperoleh perhatian publik luas. Selama ini, namanya masuk dalam radar para analis sebagai figur potensial untuk berkiprah di gelanggang politik tahun depan dan skor elektabilitasnya dalam survei tertentu dikabarkan meningkat. Apakah dengan tidak lagi menjabat Panglima TNI, skor elektabilitasnya akan memudar? Sangat mungkin, sehingga kapitalisasi popularitasnya sebagai calon kompetitor akan cenderung mengempis.

Jenderal Gatot tampaknya harus bekerja cerdas bila memang berminat terjun ke gelanggang 2019, terlebih lagi setelah pensiun nanti. Bila tidak berminat, Jenderal Gatot dapat menikmati pensiun dan memomong cucu dengan santai, toh ia sudah menghabiskan puluhan tahun untuk mengabdi kepada bangsa. Maknanya, ia tidak kehilangan panggung sebab memang tidak memerlukannya. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB